Tak sedikit orang hidup di alam maya ketimbang nyata. Waktu sehari 24 jam banyak dihabiskan dengan berselancar di ruang-ruang digital. Lewat beragam platform media sosial (medsos) dan laman-laman online banyak orang memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam urusan beribadah. Spiritualitas pun sekarang bisa dicari dan ditunjukkan di ruang-ruang digital. Fenomena ini memang ada sisi baiknya, namun juga berpotensi menjadi keburukan.
Spiritualitas digital menjadi penting dalam beribadah karena dapat membantu memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan meningkatkan praktik spiritual kita. Teknologi digital dapat menjadi alat yang berguna untuk mengakses sumber-sumber spiritual, seperti al-Qur’an dan kajian keagamaan yang dapat meningkatkan ibadah. Selain itu, spiritualitas digital juga dapat membantu dalam berbagi pengalaman dan motivasi dengan orang lain yang menjalankan ibadah.
Di era digital saat ini, beragam laman medsos dan group chatting dapat menjadi sarana berinteraksi dan berbagi pengalaman spiritual dengan orang lain. Namun, penting untuk diingat bahwa spiritualitas digital hanya alat bantu dalam praktik spiritual dan bukan pengganti praktik spiritual yang sebenarnya. Penggunaan teknologi digital harus tetap diimbangi dengan praktik-praktik spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan Flexing Ibadah
Spiritualitas di era digital dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan makna hidup, mencari kedamaian, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT dalam era digital yang semakin terhubung dan didominasi oleh teknologi. Dalam kaitan ini, tak jarang orang keliru mempraktikkan spiritualitas digital dengan aksi pamer (flexing) ibadah dan cenderung menjadi riya’ ketimbang sebagai syiar.
Praktik spiritualitas di era digital memang memunculkan tantangan, seperti ketergantungan pada gadget, pengaruh negatif medsos, dan kecenderungan hidup di ruang online terus-menerus. Untuk itu, penting menemukan keseimbangan dalam kehidupan digital dan offline, serta mempergunakan teknologi dengan bijak dan bertanggungjawab agar tidak merusak koneksi spiritual dan kesadaran diri kita.
Dalam era digital, kegiatan pamer atau eksibisi diri melalui medsos semakin mudah dilakukan, termasuk dalam hal flexing ibadah. Pamer ibadah dapat diartikan sebagai tindakan seseorang yang memperlihatkan kegiatan ibadahnya dengan tujuan untuk mendapatkan pujian orang lain. Sementara itu, spiritualitas digital mengajarkan individu agar tidak terlalu fokus pada pengakuan dan perhatian orang lain.
Spiritualistas digital idealnya dilakukan dengan menggunakan teknologi secara bijak untuk memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan meningkatkan kesadaran diri. Spiritualitas digital juga mengajarkan individu untuk tidak memperlihatkan ibadah mereka secara berlebihan, karena hal itu dapat memperlihatkan motif yang salah dalam melaksanakan ibadah. Karena flexing, apapun bentuknya, akan mengarah pada sifat pamer atau riya’.
Dalam Islam, ibadah merupakan suatu bentuk hubungan antara manusia dan Allah SWT. Ibadah yang dilakukan harus dilandasi dengan niat yang tulus ikhlas dan tidak dilakukan untuk mengejar pujian atau pengakuan orang lain. Oleh karena itu, jika kegiatan pamer ibadah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain, maka hal itu tidak sesuai dengan ajaran agama dan spiritualitas yang seharusnya dijalani di era digital.
Dalam bulan Ramadan saat ini tak jarang sekelompok orang menggunakan medsos sebagai ajang pamer ibadah. Pamer ibadah dilakukan dengan mengunggah foto, video, atau status yang menunjukkan kegiatan ibadah mereka, seperti shalat tarawih, puasa, atau berdoa. Walaupun tujuan dari pamer ibadah mungkin beragam, termasuk ingin memotivasi atau menginspirasi orang lain, namun ada kemungkinan motif sebenarnya adalah ingin mendapat pujian.
Spiritualitas Digital yang Tepat
Pamer ibadah dapat berdampak negatif pada sisi spiritualitas seseorang, karena ibadah seharusnya dilakukan dengan tulus dan ikhlas bukan untuk mencari pujian atau pengakuan dari manusia. Selain itu, pamer ibadah juga dapat memicu perasaan iri atau rendah diri pada orang lain, terutama bagi mereka yang belum mampu melakukan ibadah secara sempurna. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang mengajarkan untuk saling memotivasi dan tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain.
Untuk itu, sebaiknya kita menghindari perilaku pamer ibadah di medsos dan lebih fokus pada kualitas ibadah yang dilakukan. Kita dapat memperkuat koneksi spiritual dengan beribadah secara tulus dan konsisten, memperdalam pemahaman agama, dan memperbaiki akhlak dan perilaku. Jika ingin membagikan pengalaman atau motivasi dari ibadah yang dilakukan, kita dapat melakukannya dengan cara yang bijak dan tidak berlebihan.
Praktik spiritualitas digital yang benar dapat dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline. Jangan sampai terlalu terikat pada teknologi sehingga mengabaikan kehidupan nyata. Kita perlu berinteraksi langsung dengan keluarga dan kerabat. Mempertimbangkan dengan bijak penggunaan gadget dan medsos sangat penting serta menghindari penggunaan yang berlebihan dan merugikan orang lain.
Lebih bijak menggunakan gadget dan aplikasi keagamaan untuk membaca kitab suci, mendengarkan kuliah agama, dan melaksanakan ibadah. Mencari konten yang bermanfaat dan membangun kesadaran diri. Hal lain yang juga penting adalah bersikap positif dan peduli pada orang lain di dunia maya. Perlu keseimbangan dalam menciptakan hubungan di dunia maya dan tetap memperhatikan interaksi dan hubungan di dunia nyata.
Sesungguhnya spiritualitas digital tidak dapat diukur dari seringnya seseorang pamer ibadah di medsos. Spiritualitas itu kemampuan seseorang untuk menggabungkan teknologi digital dengan praktik spiritual yang positif dan bermanfaat. Hal ini mencakup penggunaan teknologi dan medsos untuk mengakses sumber-sumber spiritual dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT.
Orang yang melakukan spiritualitas digital sebaiknya memahami literasi digital dengan baik. Literasi digital adalah kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dengan efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Hal ini mencakup kemampuan untuk mengevaluasi informasi yang ditemukan di internet, melindungi privasi online, dan memahami risiko dan dampak dari penggunaan teknologi digital.
Dalam bulan suci Ramadan saat ini, tak semua orang mampu berpuasa dari gadget-nya. Spiritualitas di era digital mengajarkan individu untuk tidak terlalu terikat dengan dunia digital, tetapi sebaliknya mempergunakan teknologi dengan bijak dan menggunakannya sebagai sarana untuk memperkuat koneksi spiritual dan meningkatkan kesadaran diri. (*)