Sistem pendidikan di Indonesia saat ini kini benar-benar memasuki fase transisi dimana pendidikan formal secara perlahan telah berbasis online. Pendidikan jauh lebih praktis, lebih efisien, dan tidak merepotkan tentunya. Namun, apakah hal ini memberikan tanda efektifnya pendidikan saat ini? Jawabannya ya, ada. Dan adapula yang tidak.
Berbagai kondisi dan keadaan saat ini, menuntut dan mengharuskan kita untuk belajar atau menempuh pendidikan menggunakan sistem pembelajaran online atau hybrid. Salah satu penyebabnya adalah pandemic Covid-19 lalu.
Secara penggunaan biaya dan waktu pun akan lebih efisien dan efektif secara online (daring). Selain itu murid maupun mahasiswa akan lebih dibiasakan menggunakan media digital. Namun di sisi lain, dampak negatifnya juga begitu besar. Seperti konstruksi pemahaman murid dan mahasiswa yang kurang merasakan vibepembelajaran, berdampak pada kurangnya pemahaman mereka.
Kemudian secara kognitif para murid dan mahasiswa sedikit canggung untuk berinteraksi secara langsung. Adapula pemakaian alat digital seperti gadget dan lain sebagainya yang lebih sering atau bahkan kelewatan dilakukan hanya untuk sekadar hedonbahkan Fear Of Missing Out (FOMO).
Rasa malas pun demikian, murid dan mahasiswa akan cenderung lebih malas dan praktis, apalagi bila tidak dikontrol dan diawasi orang tua, dan masih banyak lagi alasan dampak negatif terkait fenomena ini. Hanya saja yang terpenting dan harus diperhatikan adalah sifat praktis dan rasa malas dari murid dan mahasiswa ini.
Joki Tugas
Salah satu contoh konkrit yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah maraknya penggunakan jasa joki tugas. Fenomena joki tugas kini kian mengkhawatirkan. Pasalnya para mahasiswa maupun murid yang menggunakan jasa tersebut semakin meningkat bahkan bergantungan pada jasa joki tugas. Caranya pun begitu mudah, sebab di berbagai platfom media sosial terdapat akun-akun khusus yang menyediakan jasa koki tugas. Tidak hanya itu, di World Wide Web (WWW) pun demikian. Para murid sekolah maupun mahasiswa dapat mengakses penyedia jasa joki melaului media massa online ini. Secara eksplisit, dengan melihat maraknya pengguna dan penyedia jasa joki tugas di media sosial, fenomena ini akan dikhawatirkan berada pada titik hal yang wajar.
Hal ini dapat diukur dari semakin beredar luasnya akun-akun penyedia jasa joki tugas di berbagai media, dengan berupa macam tarif harga. Patokan harganya pun bervariasi tergantung tingkat kesulitan tugasnya. Ada yang dari puluhan ribu bahkan hingga mencapai jutaan rupiah seperti pembuatan tugas karya ilmiah dan sebagainya.
Kondisi miris ini tentu tidak boleh dibiarkan lama, sebab akan menjadi nilai buruk yang melembaga. Karakter bekerja keras mahasiswa dan murid dalam mengerjakan tugas belajar pun akan hilang. Kualitas pendidikan pun akan merosot. Persoalannya pihak pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi belum mengambil kebijakan atau regulasi terkait fenomena joki tugas ini.
Fenomena ini merupakan hal yang fundamental, mengingat hal ini berhubungan dengan pendidikan yang bila dibiarkan nilai buruknya akan tumbuh terus dan akan merusak mental sekaligus moral generasi bangsa. Masalahnya adalah rasa tanggung jawab dari peserta didik dan mahasiswa ini akan memudar sedari sekarang, sebelum memasuki dunia pekerjaan.
Kondisi ini memerlukan fast-respondari pihak pemerintaah pusat. Impactnya sangat luas, bila generasi muda telah hilang rasa tanggung jawabnya, maka apa yang akan kita harapkan ke depannya dari generasi ini. Tidak heran-heran bilamana banyak para pelaku kejahatan dari yang elegan hingga kelas bawah. Pasalnya kondisi yang ada sekarang saja banyak pelaku kejahatan, apalagi contoh pendidikan sekarang yang dengan leluasa murid ataupun mahasiswa dibiarkan tidak bertanggung jawab.
Butuh Regulasi
Indonesia akan memasuki zona keemasan pada tahun 2045 nanti. Bonus demografi yang besar ini, sudah sepatutnya membuat pemerintah bertindak dengan membuat rekayasa pendidikan guna mencapai generasi muda Indonesia yang mempunyai daya saing secara kualitas, bukan dibiarkan dan diwajarkan generasi muda menjadi master pendidikan praktis dan plagiarisme handal.
Tantangan ke depannya akan sangat begitu besar, karena banyakanya usia produktif. Oleh karenanya perlu pendidikan yang selaras dengan kondisi zaman tanpa harus menyepelekan aspek pendidikan moral dan rasa tanggung jawab yang baik. Proses pendidikan yang ada, seharusnya mengakomodir kualitas peserta didik apalagi mahasiswa dari kecakapannya di bidag-masing-masing yang ia tekuni.
Secara hukum, undang-undang yang mengatur secara khsusus maupun umum tentang joki tugas belum ada. Dalam hal ini, hanya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 23 yang sedikit berkaitan. Pasal tersebut pun hanya mengatur tentang larangan penjiplakan karya ilmiah mahasiswa dalam meraih kelulusan di perguruan tinggi.
Dari Undang-Undang yang ada membuktikan bahwa sistem pendidikan Indonesia secara umum tidak dan belum mempersoalkan perjokian tugas yang akhir-akhir ini marak disalahgunakan. Hal ini menjadi lebih jelas mengapa sangat banyak akun-akun joki tugas di media sosial yang dengan sadar berbisnis.
Persoalan mengenai joki tugas kian miris bila tidak ditanggapi serius oleh lembaga pendidikan maupun pemerintah. Upaya yang meski dilakukan adalah membuat regulasi terkait pengguna jasa joki tugas maupun penyedia jasa joki tugas.
Joki tugas merupakan salah satu contoh fenomena pendidikan di era ini yang perlu dikondisikan dengan keadaan zaman. Memperbaharui model pendidikan juga sangat perlu, terkhususnya di perguruan tinggi, yang mendasari tugas-tugas sebagai variabel penilaian.
Padahal sederhananya bagaimana tenaga pengajar menilai dari aspek kecepatan tanggapnya mahasiswa dalam membuat suatu hal berdasarkan bidang keilmuannya masing-masing. Salah satu hal yang perlu digaris bawahi adalah berkembang maju dan tidaknya suatu bangsa bergantung pada pendidikan yang didapatnya.(*)