.
Sunday, December 15, 2024

Memanusiakan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Hari pendidikan nasional yang telah diperingati bangsa Indonesia beberapa hari lalu, bertujuan untuk mengingat jasa-jasa para pelopor pendidikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Selain itu diharapkan menjadi momentum untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan nasionalisme bagi seluruh insan pendidikan.

Kiprah Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan Nasional bersama rekannya dr. Cipto Mangunkusumo dan E.F.E Douwes Dekker mendirikan Indische Partij. Partai Politik pertama Indonesia pada masa Hindia Belanda itu bertujuan meraih kemerdekaan Indonesia.

Ki Hajar Dewantara sangat anti dengan Belanda, karena telah menjajah bangsa Indonesia. Kritikan pedasnya membuat pemerintah Belanda gerah. Belanda lalu mengasingkan Ki Hajar Dewantara ke Negeri Kincir Angin. Ki Hajar Dewantara tak berkecil hati. Selama menjalani masa pengasingan di Belanda, dia justru mendalami bidang pendidikan dan pengajaran. Hingga pada 1918, ia kembali ke Tanah Air dan berkecimpung penuh di dunia pendidikan.

Pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara lantas mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Taman Siswa. Berdirinya Taman Siswa tak lain bertujuan untuk mencerdaskan pemuda pribumi, serta menanamkan rasa nasionalisme dan patriotisme.

Semboyan Ki Hajar Dewantara yang digunakan dalam sistem pendidikan di Indonesia dalam bahasa Jawa ini berbunyi Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Semboyan tersebut dapat diterjemahkan bahwa di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik; di tengah harus menciptakan prakarsa dan ide kreatif; dan saat di belakang seorang harus menjadi motivator, pendorong dan pembimbing.

Kunci Membangun Peradaban

Sumberdaya manusia merupakan kunci membangun peradaban dan daya saing bangsa, maka manusia sebagai hamba Allah dalam menjalankan tugas kekhalifahan, dibekali akal fikiran, juga dipandu dan dibimbing oleh kitab suci-Nya.

Al Qur’an Al Karim mengajarkan kepada manusia, bahwa upaya membangun peradaban yang mampu mewujudkan kemajuan, kesejahteraan dan keselamatan setidaknya harus berasaskan kepada tiga hal prinsip, yang menjadi spirit pembangunan peradaban dan pengembangan kebudayaan, yaitu prinsip ketuhanan, kemanusiaan dan kedamaian.

Pertama,prinsip ketuhanan, peradaban yang bersumber dari Tuhan tentu memiliki kesempurnaan dan terbebas dari kekurangan serta kenistaan. Sistem peradaban-Nya juga pasti sesuai dan selaras untuk siapapun, kapanpun dan dimanapun, karena perancangnya adalah Dzat yang Maha memiliki ilmu pengetahuan, hikmah dan kekuatan yang sempurna.

Sebaliknya sistem peradaban yang hanya bersumber dari kreasi manusi pasti rapuh, dipenuhi kekurangan dan rentan hanyut tersapu gelombang perubahan karena perancangnya tidak mutlak dan jauh dari kesempurnaan.

Al Qur’an juga mengungkap sifat manusia yang berwatak khilaf, pelupa, aniaya dan terbatas (dhaluman jahulan). Meskipun secara prinsip sistem peradaban bersumber dari Allah yang Maha abadi, akan tetapi, tatanan kehidupan senantiasa mengalami perubahan dan dinamika, sejalan dengan kondisi zaman yang melingkupi umat manusia, yang abadi dan langgeng adalah i’tiqad keagamaan terkait dengan keimanan kepada Allah.

Sementara itu, yang tidak abadi dan selalu mengalami perubahan adalah persoalan kemanusiaan yang berada di bawah payung mu’amalah (interaksi sosial) atau yang bertahan atas dasar kemaslahatan umum.

Kedua, prinsip kemanusiaan. Dalam Islam, peradaban yang maju meniscayakan manusia hidup sejahtera, harkat dan martabat manusia dihargai; alam dan lingkungan dirawat dengan baik. Peradaban yang tinggi tidak sekadar kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban yang dikembangkan harus berpusat dan berorientasi kepada penghargaan harkat dan martabat manusia.

Ilmu dan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai kemuliaan harkat dan martabat tersebut, bukan sebaliknya menjadi alat untuk mengeksploitasi pihak lain sebagaimana terjadi dengan kolonialisme ketika pengetahuan dan kekuatan digunakan untuk menindas bangsa lain.

Ketiga, prinsip kedamaian. Kedamaian dunia pun saat ini masih dirundung konflik dan peperangan. Di kawasan Timur Tengah yang menjadi tempat Islam bermula dan bermuara, konflik dan persoalan kemanusiaan hingga kini belum berhenti. Afghanistan, Yaman, Suriah, Libya dan Sudan menjadi negara gagal dan dilanda krisis yang tidak kunjung berkesudahan.

Perjuangan rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan pun belum terwujud. Diperparah lagi dengan agresi peperangan Rusia dan Ukraina yan semakin memicu terjadinya krisis kedamaian dunia serta berbagai konflik horizontal lain yang dipacu dan dipicu oleh sentiment ras, suku, etnis dan berbagai kepentingan politik yang bertameng agama masih terus terjadi di berbagai belahan dunia, dan menjadi tantangan besar bagi terciptanya pembangunan peradaban manusia modern saat ini.

Di sini momentum pendidikan, untuk memanusiakan manusia, agar Pendidikan diorientasikan untuk mempersiapkan manusia yang memiliki wawasan komprehenship, membangun hati yang jernih dan tulus, peduli terhadap kehidupan manusia, bersikap adil dan penuh kasih sayang terhadap sesama manusia dan alam, harmoni dalam perbedaan, moderat dalam menyelesaikan perselisihan dan toleran terhadap perbedaan. Sehingga manusia dapat menciptakan dunia yang berkeadilan dan sejahtera, berkeadaban yang aman dan damai di tengah kehidupan yang multikultural.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img