MALANG POSCO MEDIA – Suasana berbeda dirasakan oleh Yoyok salah satu penyandang netra di Kota Malang, Senin (15/5). Setelah lama belajar berjalan menggunakan tongkat, dia kemudian langsung praktik berjalan di pedestrian jalanan di pusat kota. Tepatnya yakni di kawasan Kayutangan Heritage.
Dengan membawa tongkat dan mengenakan kacamata, Yoyok sama sekali tidak kesulitan ketika praktik langsung. Bahkan beberapa kali tersenyum hingga tawa merekah di wajahnya. Praktik kali ini khusus mempelajari berjalan menggunakan panduan guiding blok. Saat itu, Yoyok bersama puluhan penyandang netra lainnya ramai ramai praktik dan belajar bersama sama.
“Iya sangat senang saja mengikuti garis garis guiding blok ini. Tidak sulit, enak kok, tidak khawatir juga walaupun di samping jalan besar. Di sini lebih ramai dan guiding blok tipis sekali jadi harus lebih peka juga kakinya,” ujar Yoyok yang merupakan warga asal Kabupaten Kediri ini.
Yoyok bersama puluhan penyandang netra lainnya ini pun sangat senang karena guiding blok di Kayutangan sangat ramah bagi difabel karena tersedia di seluruh kawasan Kayutangan. Ia pun tampak bersemangat meski harus berjalan jalan dari Zona 3 (kawasan Chairil Anwar) hingga Zona 1 (simpang PLN-Avia) di Kayutangan.
“Tentu semangat untuk belajar yang lebih baik untuk masa depan nanti. Harapannya Kota Malang makin maju, guiding blok terus ditambah biar teman teman penyandang netra tidak kesulitan kemana mana,” harap Yoyok.
Yoyok bersama puluhan penyandang netra itu merupakan binaan dari Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Netra (UPT RSBN) Malang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Kegiatan kemarin merupakan bagian dari program bernama Si Jelita Manis (Jangkau dan Edukasi Disabilitas di Masyarakat dan Komunitas) yang khususnya terdapat pembelajaran orientasi mobilitas.
Anantya Wulandari Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial UPT RSBN Malang menyampaikan, orientasi mobilitas itu dilakukan setelah lama tidak bisa digelar karena Covid-19 lalu. Selama pandemi, pembelajaran dan orientasi seperti itu hanya dilakukan di area panti di RSBN. Baru kali ini akhirnya memberanikan diri dan bertepatan dengan siapnya fasilitas di Kayutangan.
“Ini bagus untuk teman teman mengorientasi mobilitas. Di panti itu kita masih pakai garis pengarah. Belum menyeluruh, jadi ibarat mengajarkan ke anak anak itu hanya teori. Nah ini praktiknya di sini ini,” jelas Anantya.
Orientasi mobilitas ini, dikatakan, Anantya berlangsung selama 3 hari hingga Rabu (17/5) besok. Pesertanya untuk hari pertama ini berjumlah 28 orang dan total selama 3 hari nanti hingga mencapai 105 penyandang netra. Kemudian dari pendamping, ada sebanyak 10 pendamping dan 2 instruktur.
Orientasi ini merupakan bagian dari pembelajaran selama dua tahun di RSBN. Sebelumnya para penyandang netra diwajibkan untuk berlatih terlebih dahulu selama 6 bulan di dalam panti. Setelah itu, barulah belajar praktik di dunia nyata seperti kegiatan kemarin.
“Kalau tidak diajari lebih awal, pas lulus mereka kerja, kan harus mandiri. Ini salah satu untuk praktiknya. Salah satunya itu, kita belajar jalan dan ini guiding bloknya satu satunya yang panjang. Di Ijen itu ada, tapi belum seperti ini dan banyak yang rusak. Di sini masih baru dan sesuai dengan aturan,” lanjut Anantya.
Tidak hanya itu, Anantya juga tidak memungkiri pembelajaran kali ini juga sekaligus untuk berwisata. Sebab lokasinya memang diadakan di kawasan wisata Kayutangan Heritage. Namun tentu berbeda bagaimana cara menikmati wisata ala penyandang netra.
“Memang kalau bisa ada tulisan brailenya. Jadi tahu oh ini bangunan apa. Anak anak bisa baca sendiri oh ini dibangun tahun ini. Jadi tadi itu pendampingnya ini yang menjelaskan. Suatu saat kalau mereka jalan jalan lagi kan lebih mudah kalau ada braile,” jelasnya.
Menurut Anantya, orientasi atau pembelajaran ini berjalan lancar. Relatif tidak ada kesulitan. Hanya saja, perlu adaptasi guiding blok yang tidak terlalu timbul. Sehingga apabila tidak fokus, bisa saja para penyandang netra jalannya menjadi melenceng.
Paling tidak, kata Anantya, pembelajaran yang dilakukan di tengah aktivitas masyarakat ini juga bisa sekaligus menjadi bagian untuk sosialisasi kepada masyarakat. Terutama terkait pentingnya sarana prasarana bagi difabel.
“Dengan kegiatan ini harapannya teman teman netra bisa merasakan apa yang dirasakan oleh teman teman yang ‘awas.’ Bisa belajar dan menambah wawasan. Untuk masyarakat juga kita harapkan bisa lebih inklusif bahwa ternyata banyak teman netra dan dia tidak minta dikasihani tapi paling tidak paham kegunaan guiding blok dan paham bisa membantu,” tandasnya.(ian/lim)