spot_img
Friday, July 4, 2025
spot_img

Pelajaran dari Pemilu Thailand dan Turki

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Thailand dan Turki sukses menggelar pemilu, pada Minggu (14/5) lalu. Pemilu di dua negara itu menjadi proses penting untuk menandai babak baru dalam sejarah demokrasi kedua negara. Pelajaran apa yang dapat diambil dari pemilu di dua negara tersebut bagi Indonesia yang akan menggelar pesta demokrasi pada 2024 mendatang?

Pemilu Thailand dan Turki

Meski hasil resmi belum diumumkan, namun perhitungan suara sementara menunjukkan kemenangan partai-partai opisisi dalam pemilu Thailand. Partai Move Forward (MFP) yang liberal dan Partai Pheu Thai yang populis menunjukkan perolehan suara dominan dibanding Partai United Thai Nation yang dipimpin Perdana Menteri berkuasa Prayut Chan-ocha.

MFP dipimpin Pita Limjaroenrat dan Pheu Thai dipimpin Paetongtarn Shinawatra, anak mantan PM Thaksin Shinawatra. Keduanya merupakan oposisi yang menjadi ancaman nyata bagi eksistensi kekuasaan Chan-ocha yang memimpin Thailand melalui kudeta tahun 2014.

Sejumlah hasil survei menunjukkan bahwa dua partai oposisi itu akan menguasai mayoritas suara dan memenangkan sebagian besar kursi parlemen. Jika itu nyata, maka kekuasaan Chan-ocha yang ditopang oleh militer menjadi terancam.

Pemilu Thailand 2023 pada hakikatnya adalah pertarungan antara kelompok militer dengan kelompok reformis pro-demokrasi. Kelompok militer selama ini menjadi kekuatan politik utama dan aktor di balik selusin kudeta di Thailand. Jika oposisi menang, ini akan mengakhiri pemerintahan militerisme Thailand selama sepuluh tahun terakhir.   

Sementara itu, di Turki, hasil sementara dua kandidat terkuat bersaing ketat. Recep Tayyip Erdogan dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan telah memimpin selama dua dekade dibayangi secara ketat oleh kekuatan oposisi Kemal Kilicdaroglu dari Partai Rakyat Republik (CHP).

Jika tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas, yakni 51 persen suara, maka pemilu putaran kedua kemungkinan akan digelar akhir Mei. Ini tentu akan menjadi ancaman bagi keberlanjutan pemerintahan Erdogan yang selama ini banyak digoyang.

Erdogan yang didukung oleh Aliansi Rakyat merupakan representasi kelompok Islam, sementara  Kilicdaroglu yang didukung oleh Aliansi Bangsa merupakan representasi kelompok sekuler yang mewarisi agenda sekularisme Mustafa Kemal Ataturk, pemimpin terakhir Imperium Turki Usmani. Karena itu, pemilu Turki 2023 disebut sebagai pertarungan antara Islam dan sekularisme yang kehilangan panggung politik selama 21 tahun kekuasaan Erdogan.

Terlepas dari itu, pemilu di kedua negara berjalan lancar dan damai. Gejolak politik sebelum, saat, dan setelah pemilu juga cenderung tidak keras. Pada akhirnya, pemilu kedua negara bisa menjadi potret penting bagaimana proses demokrasi bisa berjalan dengan baik.

Pelajaran untuk Indonesia

Kemenangan oposisi di Thailand dan persaingan ketat opisisi dengan petahana (incumbent) di Tukri, menandakan besarnya aspirasi publik untuk perubahan dan transisi pemerintahan. Indonesia perlu banyak mengambil pelajaran dari dua pemilu ini, terutama menjelang pemilu 2024.

Pertama, suksesnya pemilu di Thailand dan Turki menunjukkan betapa pentingnya integritas proses dan tahapan pemilu. Dalam kedua kasus ini, pemilu diatur dengan adil dan transparan, menghasilkan hasil yang dapat dipercaya dan diterima oleh  publik. Pada saat yang sama, proses tersebut harus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, terutama hak suara yang sama dan peluang politik yang sama.

Sebagai negara dengan tradisi demokrasi yang kuat, Indonesia harus mampu memastikan bahwa pemilu 2024 berjalan dengan integritas yang sama. Semua kandidat harus memiliki peluang politik yang sama dan setara, dan semua rakyat yang memenuhi syarat memiliki hak suara yang sama.

Kedua, kemenangan oposisi di Thailand menunjukkan bahwa suara rakyat penting dan harus dihargai. Keberhasilan oposisi dalam meraih kemenangan menunjukkan bahwa, dalam sistem demokrasi yang sehat, tidak ada kekuatan politik yang tidak goyah, apalagi jika dihadapkan oleh suara rakyat.

Ini adalah pelajaran penting bagi Indonesia, di mana kekuatan politik yang mapan seringkali tampak begitu optimis, tetapi lupa bahwa dalam politik segala hal bisa terjadi. Pemilu 2024 mendatang adalah kesempatan penting bagi rakyat Indonesia untuk menunjukkan bahwa suara mereka berarti dan dapat membawa perubahan.

Ketiga, pemilu yang telah digelar di Thailand dan Turki juga mengingatkan kita bahwa kesuksesan berdemokrasi tidak hanya terletak pada proses pemilihan, tetapi juga pada apa yang terjadi setelahnya. Jika oposisi menang, kemenangan itu harus dibarengi dengan pemerintahan yang efektif dan bertanggung jawab, tentu lebih baik dari rezim sebelumnya. Keinginan perubahan yang didamba rakyat harus benar-benar diwujudnyatakan.

Demikian pula, jika petahana menang, kemenangan itu harus diikuti dengan perubahan ke arah yang lebih baik dibanding periode sebelumnya, sejalan dengan apa yang dicita-citakan rakyat. Ini akan menjadi tantangan yang akan dihadapi oleh siapa pun pemenang pemilu 2024 mendatang.

Terakhir, pemilu di Thailand dan Turki menunjukkan bahwa demokrasi adalah proses yang dinamis, penuh fluktuasi, penuh ketidakpastian, dan selalu berkembang. Tidak ada sistem politik yang sempurna, tidak ada bentuk demokrasi yang ideal.

Seiring pemilu 2024 yang semakin dekat, Indonesia harus belajar dari pengalaman negara-negara lain, dalam hal ini Thailand dan Turki, termasuk juga dari negara-negara lain yang telah lebih dulu menggelar pemilu.

Pada akhirnya, kunci sukses pemilu adalah menghormati suara rakyat, menjaga integritas proses, dan berkomitmen untuk memperbaiki dan memperkuat demokrasi. Setiap pemilu adalah momentum untuk belajar, melakukan evaluasi, dan memperbaiki menjadi lebih baik.           Belajar untuk terus mengembangkan dan memperkuat demokrasi menuju demokrasi sebagai the way of life berbangsa dan bernegara. Hal itu sejalan dengan amanah Reformasi yang sedang kita peringati selama 25 tahun ini.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img