Motif natural berbagai lembaran kain siap olah menghiasi rumah Siti Mutdrika, S.AP. Perempuan asal Kecamatan Dau Kabupaten Malang ini aktif membagikan ilmunya kepada warga Kota Malang hingga Gresik dan Bekasi. Tujuannya agar UMKM Ecoprint semakin berkembang dan berkualitas.
Ika sapaan akrab Siti Mutdrika sudah dikenal luas di kalangan pengrajin tangan Ecoprint. Produk Ecoprint merupakan teknik mencetak dengan bahan alami, seperti daun, bunga dan bahan alam lain yang sering kali diaplikasikan pada kain.
Proses pembuatannya digambarkan oleh Ika di salah satu produk hasil karyanya yang berbahan dasar kain Ecoprint. Prosesnya dimulai dengan menyiapkan dua kain, dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kemudian, kain direndam air yang sudah diberikan tawas, asetat dan lainnya selama 30 menit serta diaduk.
Setelah itu satu per satu kain dibentangkan dan diberi bahan alam seperti dedaunan, di atas kainnya sesuai selera. Lalu kain lainnya ditumpuk di atas kain pertama, yang sudah diberi dedaunan. Selanjutnya ditutup plastik keseluruhan pada bagian paling atasnya.
Kemudian plastik diinjak-injak hingga merata selama 15 menit. Kain ini digulung seluruhnya, dan dikukus selama dua jam.
Terakhir kain dibentangkan kembali. Juga dibersihkan dari dedaunan yang menempel. Kedua kain dijemur hingga kering. Daun yang digunakan biasanya daun Kayu Afrika, Jati, Kentular dan lainnya.
Hal yang menarik dari karya Ecoprint yang dihasilkan Ika tidak hanyak menjadi baju ataupun kain saja. Namun berbagai karya konveksi juga berhasil ia buat. Seperti produk fashion berupa jaket, kemeja, tas kulit, sepatu, hingga keramik, serta masih banyak lainnya.
Perempuan yang juga merintis Sanggar Kreasi Mamalya sejak 2016 itu, kini memiliki anggota sekitar 1.500 orang. Mereka merupakan mitra UMKM yang ikut memasarkan dan membuat produk Ecoprint ini.
“Awalnya di Sanggar Kreasi Mamalya milik saya, sudah fokus di berbagai kerajinan tangan. Seperti sospeso, bunga stoking, batik sibori dan lainnya. Sampailah kami atas keinginan inovasi. Dan setelah melewati berbagai proses, kami mantap menekuni karya Ecoprint,” jelasnya kepada Malang Posco Media.
Ika menceburkan diri di dunia Ecoprint sejak 2018 lalu. Karya berbasis bahan alam ini dinilainya merupakan hal yang tergolong baru dan memiliki potensi pangsa pasar luas.
Karya indah dan menarik, ia hasilkan di rumahnya yang terletak di Perumahan Griya Dewata Kelurahan Landungsari Kecamatan Dau. Hasil karyanya terpampang di berbagai sudut rumahnya. Ada yang bermotif daun ada pula yang bunga.
Setelah melahirkan Ecoprint di berbagai media, dia bekerjasama dengan mitra UMKM lain. Seperti pelaku usaha pembuatan tas, penjahit dan sebagainya.
“Ecoprint ini kami menggunakan beberapa bahan, dan hasil karya yang kreaatif. Salah satu bahan yang kami pakai, yakni kain sutra. Untuk karya ini harga bahannya bisa Rp 1,5 juta. Selain itu ada juga bahan kulit yang harganya bisa mencapai Rp 1 juta. Kami bekerjasama, ada mitra UMKM itu sekitar 5-10 pelaku usaha yang kami gandeng,” jelas wanita yang juga anggota Persatuan Istri Tentara (Persit) itu.
Ika juga mewadahi mahasiswa dan siswa SMK yang sedang magang, atau Praktik Kerja Lapangan (PKL). Selain itu dirinya juga meramu beberapa obat, agar produksi Ecoprint semakin ciamik dan bagus. Tentunya dengan harga yang ekonomis, agar tidak membebani biaya produksi pengrajin Ecoprint itu sendiri.
“Enggak mahal. Harga standarnya ibu-ibu, jadi tidak menambah beban baru bagi produsen,” imbuh Ika.
Perjalanannya sampai di titik ini bukanlah hal yang mudah. Dari tahapan belajar saja, ia membutuhkan waktu enam bulan untuk bisa memahami secara keseluruhan tentang Ecoprint. Juga sempat belajar secara online dan offline dengan trainer asal Bali dan Malang.
Perempuan berusia 41 tahun ini merasa bahwa ilmunya masih kurang utuh. Sehingga dengan jiwa kreatif, serta keteguhan hati ia memutuskan belajar otodidak. Dengan segala upaya, serta melakukan trial and error, akhirnya berhasil membuahkan karya dengan kualitas yang bagus.
Saat sudah mahir berkarya dengan berbagai bahan hasil Ecoprint, Ika membuka kelas pelatihan. Di awal, ia membuka kelas dan memberikan pelatihan gratis yang diikuti sekitar 300 ibu-ibu, di seluruh Indonesia.
“Sampai saat ini banyak pelatihan gratis. Ada yang pesertanya anak-anak disabilitas, ibu-ibu yang ada di lapas. Maupun masyarakat umum khususnya ibu-ibu dengan hanya mengganti bahan pelatihannya saja,” kata istri Babinsa Koramil Dau, Sertu Donatus Rema itu.
Sebelum memasuki dunia pelatihan Ecoprint, ia pernah membuka stan, untuk berjualan produknya di salah satu mall di Kota Malang. Pandemi Covid-19 membuat usahanya terpuruk.
“Saat itu, akhirnya saya tutup. Pengujung dibatasi hanya lima orang. Padahal pelatihan saya gelar di stan saya. Saya pernah berhutang sampai Rp 40 juta, dan tidak diberikan keringanan sama pihak mall. Barang-barang saya sempat jadi jaminan,” katanya. Kendala ini dihadapinya dengan penuh ketegaran.
Namun dari hasil kepercayaan anggota serta masyarakat membuatnya terus bergerak. Sampai seluruh hutangnya lunas. Dia pun terus menebarkam ilmunya melalui berbagai pelatihan. Ada yang secara online, dengan dikenakan biaya sesuai jenis materi pelatihan yang diambil.
“Biaya pelatihan mulai dari kelas basic alias dasar sampai yang lancar. Kalau online hanya membayar materi saja, ada yang Rp 75 ribu, Rp 100 ribu hingga Rp 125 ribu, tergantung materinya,” beber alumnus SMK Negeri 2 Malang itu.
Sampai saat ini, Ika juga sering diminta mengisi materi Ecoprint secara offline dan sudah kemana-mana. “Seperti ke kampus-kampus di Kota Malang, instansi pemerintah, kemudian masyarakat di Bekasi dan Gresik. Kalau belajar dengan orang lain itu, dari trainer dengan peserta ini tidak terbuka sepenuhnya. Ketika saya sekarang menjadi trainer, seluruh resepnya saya kasih tahu kepada semua anggota. Agar mereka paham dan hasilnya tidak mengecewakan,” katanya.
Buah nyata dari kerja kerasnya itu, kini Sanggar Kreasi Mamalya terus berkembang pesat. Saat ini keanggotaannya mencapai sekitar 1.500 orang di seluruh Indonesia.
Anggotanya diberi kesempatan menjadi wirausahawan. Yakni dengan menjual produk-produk Ecoprint yang ia produksi, dengan harga miring.
“Anggota Sanggar Kreasi Mamalya mendapatkan harga beli dari saya. Nantinya mereka jual ke luar terserah masing-masing. Sesuai dengan pasar dan penawaran mereka, alias sebagai reseller,” beber Ika.
Saat ini, usahanya yang terus berkembang. Setiap bulannya berhasil mengumpulkan omzet di kisaran nominal Rp 30 juta hingga Rp 80 juta.
“Tentu harapan kami terus bisa berproduksi dan semakin berkembang. Ke depan kami juga ingin memiliki mesin produksi yang lebih canggih, serta usaha ini terus memberikan manfaat baik bagi pribadi serta orang lain, khususnya anggota Sanggar Kreasi Mamalya,” pungkasnya. (rexy qolbi/van/mpm)