spot_img
Saturday, July 5, 2025
spot_img

Pernikahan Anak Sumbang Kasus Stunting

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Angka pernikahan pada anak di Kota Batu terbilang cukup rendah. Dari data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu tahun ini angka pernikahan anak terdapat dua kasus.

Jumlah tersebut disampaikan oleh Konsultan Hukum P2TP2A Kota Batu, Salma Safitri AR, SH cukup rendah. Namun ternyata masih banyak kasus pernikahan anak atau pernikahan dini dibawah usia 19 tahun yang tidak terdata.

“Kasus pernikahan dini terjadi karena beberapa faktor. Mulai dari relasi ekonomi, budaya, kekerasan seksual, pergaulan bebas dan pendidikan,” ujar Salma kepada Malang Posco Media.

Ia menerangkan bahwa pernikahan dini karena budaya masyarakat di yang masih percaya bahwa anak perempuan pada khususnya setelah lulus sekolah harus menikah. Sehingga hal tersebut berdampak pada SDM yang rendah. Permasalahan ini juga dikarenakan pendidikan rendah.

Masalah selanjutnya adalah kekerasan seksual juga kerap terjadi pada perempuan. Itu terjadi karena perempuan dinggap lemah sehingga menjadi objek kekerasan seksual yang bisa berakhir pada kehamilan dan pernikahan di bawah umur.

“Selain itu juga karena pergaulan bebas. Ini bisa terjadi karena banyak faktor. Mulai dari tidak adanya perhatian orang tua dan salah lingkungan. Sehingga anak-anak dibawah umur yang belum berpikir matang bebas melakukan apa yang mereka inginkan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Salma menerangkan bahwa semua faktor tersebut saling terkait terhadap kasus pernikahan dini. Apalagi mayoritas kasus pernikahan dini di Kota Batu karena faktor-faktor tersebut.

“Pernikahan dini banyak terjadi karena mereka terpaksa. Berawal dari kekerasan seksual, pergaulan bebas dan pendidikan yang rendah. Bahkan pernikahan dengan latar belakang tersebut banyak yang tidak bertahan lama,” terangnya.

Lebih parahnya lagi, perempuan yang masih di bawah umur menikah dan tidak bertahan lama akan semakin terpuruk. Dari hasil survey 80 persen pernikahan dini akan akan bercerai tidak lebih dari dua tahun. Pasalnya mereka (pendidikan.red) hanya lulusan SMP atau SMA dan tidak punya ketrampilan kerja.

“Janda usia belasan dipastikan tidak memiliki ketrampilan karena pendidikan. Belum lagi mereka haris menanggung anak bagi yang bercerai. Dengan begitu mereka akan terjerumus dalam dunia prostitusi atau bekerja kasar untuk bisa bertahan hidup dan menghidupi anak-anaknya,” ungkap Salma.

Oleh karena itu Ia berpesan agar para orang tua menyekolahkan anak mereka, khususnya perempuan hingga perguruan tinggi. Serta memberikan arahan dan perhatian. Sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi dan mampu berpikir panjang.

Terlebih pernikahan dini yang berakhir dengan perceraian akan jadi lingkaran kemiskinan. Pasalnya ibu, selain akan kesulitan mencari sekolah karena dikucilkan, juga harus mencari nafkah tanpa memiliki ketrampilan.

Hal seperti ini tidak boleh terjadi. Harusnya korban tetap mendapatkan hak untuk bersekolah setinggi mungkin agar korban tidak masuk dalam lingkaran yang sama seperti ibunya karena tidak memiliki ketrampilan.

“Bukan hanya itu, pernikahan diri juga menjadi penyebab kasus stunting. Pasalnya secara usia, kesehatan reproduksi perempuan masih belum cukup umur. Sehingga berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Khususnya bagi anak yang tidak mendapat asupan gizi secara maksimal dan berdampak stunting,” imbuhnya. (eri)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img