spot_img
Friday, July 4, 2025
spot_img

Ekonomi Pancasila, Mau Kemana?

Berita Lainnya

Berita Terbaru

1 Juni adalah pintu sejarah. Berawal dari pidato Soekarno dalam sidang BPUPKI gagasan tentang Ekonomi Pancasila lahir.

Pidato Soekarno yang mengesankan dan menyelipkan rumusan tentang Pancasila menawarkan gagasan menarik, yakni masalah kebangsaan, internasionalisme dan peri kemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, ketuhahan yang berkebudayaan. (Adam, 1965:237)
Pidato Soekarno kelak yang mempertegas pemikiran ekonomi Pancasila berkembang.

Ekonomi Pancasi la makin menancapkan gagasan besar dalam pemikiran ilmu ekonomi tatkala Moh. Hatta melakukan pemikiran revolusioner dan ekstrem pada saat ide dan gagasan Ekonomi Pancasila dapat diejawantah dalam praktik dengan usaha yang ditangani oleh negara dan swasta melalui koperasi.

Ekonomi Pancasila memiliki 5 (lima) ciri yang melekat hasil daya serap dari Undang-Undang Dasar (UUD) dan jiwa Pancasila, yakni: (1) Koperasi merupakan soko guru perekonomian. Koperasi merupakan usaha bersama. Pada pasal 33 UUD 1945 menjelaskan perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. (2) Ekonomi Pancasila merupakan bagian yang mengatur tentang ekonomi, sosial, dan mora l . Ekonomi Pancasi la mengajarkan perilaku ekonomi untuk melaksanakan nilai-nilai moral, etika, dan keagamaan. (3) Kehendak yang dari seluruh masyarakat Indonesia ke arah keadaan pemerataan sosial dengan semangat kekeluargaan dan solidaritas. (4) Nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi Indonesia baik dari aspek ekonomi makro maupun mikro. (5) Ekonomi Pancasila dapat dijalankan dengan baik untuk memberikan keseimbangan antara perencanaan nasional dengan desentralisasi.

Kesemua ciri tersebut, makin mempertegas bahwa Ekonomi Pancasila memiliki tujuan kesejahteraan sosial yang diperkuat untuk masa depan ekonomi rakyat melalui kemampuan negara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Pemikiran Ekonomi Pancasila yang diikuti dengan gagasan kesejahteraan sosial makin berkembang ketika Ekonomi Kerakyatan diperkenalkan sebagai implementasi kebijakan Ekonomi Pancasila. Ironisnya, perjalanan besar sejarah pemikiran Ekonomi Pancasila makin terkikis oleh waktu dan perubahan.

Nama Soekarno, Moh Hatta, Mubyarto, Abdul Madjid, Sri Edi Swasono, dan bahkan Boediono yang memiliki andil besar dalam mengembangkan pemiki ran Ekonomi Pancasila hanya menghiasi kepustakaan sejarah pemikiran ekonomi Indonesia.
Nama pencetus dan gagasan Ekonomi Pancasila makin luntur dan terabaikan dalam kebijakan ekonomi.

Bahkan, tidak banyak kajian Ekonomi Pancasila dilakukan massif di lingkup institusi pendididkan, seperti kampus. Terlebih, Ekonomi Pancasila harus dilakukan secara praksis. Kampus lebih sibuk pada dunia dan dirinya sendiri secara pragmatis.

Ekonomi Pancasila, yang diawali dari pemikiran Soekarno di bidang ekonomi mengantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki ideologi ekonomi berlandaskan anti-kapitalisme, penguatan peran negara, dan penegakan kedaulatan ekonomi.

Dengan semangat menentang imperialisme, kapitalisme, dan neo-kolonialisme, Bung Karno meletakkan dasar-dasar pemikiran ekonomi tersebut. Sosio-demokrasi yang mencakup demokrasi ekonomi dan politik merupakan konsep kedaulatan ekonomi pertama Bung Karno. Partisipasi rakyat dalam setiap kehidupan ekonomi adalah bagian dari demokrasi ekonomi. Dasar-dasar pemikiran ekonominya itu kemudian dijabarkan kembali dalam Pancasila yang kemudian ditetapkan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka.

Karena itu, Ekonomi Pancasila merupakan konsep kebijaksanaan ekonomi, dengan dinamika pergerakannya hingga mencapai titik keseimbangan. Geraknya bebas mengikuti aturan pasar. Sisi lainnya, Ekonomi Pancasila mampu berjalan dan diterapkan harus ada intervensi negara dalam bentuk perencanaan ekonomi.

Harus diakui, Ekonomi Pancasila nyaris tak terdengar meski kini berada dalam lintasan dan pintu sejarah yakni 01 Juni sebagai kesaktian Pancasila. Apalagi, konsep ekonomi kerakyatan yang digagas Prof. Mubyarto kini nyaris tidak pernah terdengar lagi. Ditambah lagi dengan sistem ekonomi yang dijalankan Indonesia saat ini lebih menekankan pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan.
Pemikiran Ekonomi Pancasila idealnya perlu revitalisasi kebijakan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi Indonesia di tengah carut-marut kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

Pemikiran Mubyarto tentang ekonomi kerakyatan dapat meminimalisir terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial di masyarakat dan mewujudkan kemerataan sosial. Perekonomian Indonesia saat ini justru tidak melibatkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Aktivitas ekonomi hanya melibatkan sebagian kecil masyarakat saja. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan konsep ekonomi kerakyatan yang digagas Hatta dan Mubyarto yang semestinya kegiatan perekonomian melibatkan sebagian besar masyarakat, bukan hanya segelintir orang saja yang notabene berasal dari lapisan ekonomi atas.

Dari kelompok inilah, kelas konsumen dengan pengeluaran minimal Rp 20 juta per bulan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini mencapai 3,5 persen. Sekitar 50 juta orang yang ada pada lapisan ini, dari total penduduk Indonesia yang hampir 230 juta orang. Jadi hanya sebagian kecil masyarakat yang dilibatkan.

Konsep ekonomi kerakyatan saat ini tidak terimplementasikan dengan baik di Indonesia. Pasalnya, dalam kegiatan ekonomi yang berjalan saat ini tidak melibatkan sebagian besar masyarakat mulai dari proses distribusi hingga konsumsi. Yang terjadi justru hanya melibatkan sebagian kecil lapisan masyarakat. Realitasnya, pertumbuhan ekonomi kita saat ini hanya ditopang segelintir orang saja. Bila hal ini terus berlanjut substansi ekonomi kerakyatan bisa hilang.

Terlebih, terminologi ekonomi kerakyatan saat ini hanya dijadikan sebagai jargon jualan politik. Konsep ekonomi kerakyatan hanya muncul ketika masa kampanye politik dimulai dan terlupakan ketika telah terpilih.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img