MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Puncak Kongres Kebudayaan II Kota Batu 2023 berakhir Minggu (25/6) kemarin, dengan ritual Ngarak Banyu di Gedung Pancasila Kota Batu. Dari berbagai rangkaian kegiatan, Kongres Kebudayaan II Kota Batu menghasilkan dua poin rekomendasi khusus.
Poin pertama, rekomendasi khusus adalah Kota Batu butuh Perda Pemajuan Kebudayaan. Kedua, pentingnya penganggaran kelembagaan tingkat daerah dalam hal ini adalah penganggaran bagi Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB). “Ada banyak rekomendasi di puncak Kongres Kebudayaan II Kota Batu. Namun secara khusus ada dua rekomendasi yang kami hasilkan. Pertama Kota Batu butuh Perda Pemajuan Kebudayaan dan kedua, pentingnya penganggaran kelembagaan tingkat daerah,” kata Ketua DKKB Kota Batu, Sunarto kepada Malang Posco Media, Minggu (25/6) kemarin.
Ia menerangkan, Perda Pemajuan Kebudayaan saat ini sudah masuk dalam Propemperda Kota Batu tahun 2023. Namun hingga triwulan II ini Perda tersebut belum juga dibahas oleh eksekutif dan legislatif. Padahal legal standing (perda) untuk menjalankan amanat Undang undang di daerah harus dilaksanakan.
Kemudian Pemerintah Daerah belum melaksanakan penerapan penganggaran untuk lembaga kesenian dan kebudayaan daerah. Padahal diketahui di banyak lembaga kesenian dan kebudayaan daerah telah mendapatkan penganggaran dari Pemda untuk berbagai program pemajuan budaya.
“Selanjutnya, dalam Kongres Kebudayaan juga mencatat berbagai permasalahan. Meliputi pentingnya inventarisir cagar budaya, degradasi budaya, pakaian daerah khas Kota Batu hingga permasalahan Sumber daya Alam Kearifan Lokal yang hilang karena investor atau pembelian lahan,” bebernya.
Dari permasalahan itu, keluar rekomendasi sebagai berikut, yakni butuh perda pemajuan kebudayaan, perlu perhatian anggaran yang melekat dari dinas terkait (Disparta, red.), hingga perlunya mempertahankan kearifan lokal yang di kuatkan oleh Perdes/Perkel.
Ditemukan juga beberapa masalah lainnya, seperti tolak ukur kekaryaan untuk penghargaan. Dari permasalahan ini perlu dibentuknya team komunitas kekaryaan untuk menyeleksi hasil kekaryaan dari tingkat desa ke tingkat kota dan menghasilkan grade karya yang bisa di nilai dengan nominal.
“Selain itu, kami menemukan permasalahan lainnya. Seperti sarana dan prasarana, pendanaan, pengetahuan yang mumpuni, serta kurangnya kepedulian pemerintah ke sanggar yang ada di Kota Batu,” paparnya.
Dadi permasalahan itu, keluar hasil rekomendasi agar ada kemudahan untuk berekspresi dalam berkesenian, pemetaan kebutuhan bagi para pelaku seni budaya, pelatihan peningkatan kapasitas SDM pelaku seni budaya untuk tingkatkan pengetahuan, dan usulan agar dibuatkan tempat yang representatif bagi pelaku seni budaya di Kota Batu. (eri/udi)