MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Karya fotografi hasil bidikan lensa tak hanya menunjukkan keadaan atau peristiwa. Kerap diperdebatkan karena dinilai menjual kesedihan, foto juga menjadi alat advokasi. Hal ini disampaikan salah satu dewan juri Anugerah Pewarta Foto Indonesia (APFI) NG Swan Ti dalam diskusi cerita dibalik pemenang APFI 2023 di Malang Creative Center (MCC), Jumat (1/7/2023).
Diskusi yang diselenggarakan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang itu menyorot bagaimana para pewarta foto menangkap peristiwa penting. Tak hanya peristiwa, melainkan cerita dan pesan kuat dari foto yang dibidik. Swan Ti mengatakan, momen yang diambil tak bisa terulang menjadi bukti sejarah dari sebuah peristiwa.
“Seperti halnya foto tang menggambarkan secara gamblang Tragedi Kanjuruhan. Menyuarakan Tragedi Kanjuruhan melalui foto. Fragmen dari perjalanan yang diambil memberi cerita kuat,” jelasnya.
Ditanya mengenai anggapan-anggapan beberapa orang tentang foto yang menjual kesedihan, baginya, kembali kepada tujuan awal. Fotografer yang mengambil peran dalam peristiwa punya tujuan penting menyodorkan fakta kepada publik.
“Yang menjadi penting bagi kita jika itu menyebarkan kesedihan untuk apa? Apakah menggerakkan orang untuk mengubah sesuatu. Tidak mudah, disana perlu keberpihakan, ada hal yang perlu tetap disuarakan,” tegasnya.
Keberpihakan yang dimaksud, kata Swan Ti, yang tentunya menggerakkan banyak orang. Dampak foto baginya sangat signifikan sebagai pengingat. Dengan berbagai cara foto dapat diabadikan.
“Dengan adanya buku misalnya, momentum seperti ini (diskusi) akan jadi pengingat. Bahwa ada lanjutannya lagi (advokasi) yang belum usai,” imbuhnya.
Salah satu pewarta foto Malang yang menjadi pemenang APFI 2023 Hayu Yudha Prabowo mengatakan, seorang fotografer yang berada dalam kesaksian sejarah memiliki kesempatan sekaligus keharusan mengambil gambar.
“Kita ingin menyampaikan karya visual agar publik tau apa yang terjadi dari Malang, mencari, mengumpulkan, dan mempublikasikan apa yang kita rasa penting untuk masyarakat,” kata Hayu Yudha. Baginya, bagaimana masyarakat bisa melihat situasi di lapangan kala peristiwa sebagai pelajaran atau mengambil sikap dan tindakan selanjutnya.
“Sebagai jurnalis, tentu menjadi keharusan untuk melakukan peliputan,” imbuh pria yang disapa Gogon itu. (tyo/jon)