MALANG POSCO MEDIA – Idul Adha yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban adalah salah satu perayaan penting dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, bulan terakhir dalam kalender Islam. Idul Adha dirayakan untuk memperingati ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah dengan bersedia mengorbankan putranya, Ismail. Namun Allah menggantinya dengan seekor hewan yang kemudian dikurbankan sebagai tanda pengorbanan dan kesetiaan Ibrahim.
Jika melihat esensi makna dari Idul Adha dalam kehidupan, secara tersirat mengajarkan tentang kepemilikan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dapat dipetik pembelajaran untuk kita bahwasannya kepemilikan adalah representatif ego yang dibangun oleh manusia.
Kepemilikan ini dapat berupa harta, jabatan, dan kekuasaan. Padahal yang ada di dalam bumi dari butiran debu hingga gedung pencakar langit adalah milik Allah SWT. Sehingga hakikat perayaan Idul Adha menyadarkan kita makna bahwa apa yang kita miliki ataupun kita cintai pada dasarnya hanyalah titipan dari Allah SWT dan akan kembali ke Sang Pemilik-Nya sewaktu-waktu.
Dalam banyak komunitas Muslim, Idul Adha juga merupakan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan kerabat, saling mengunjungi, berbagi makanan, dan saling memberikan hadiah. Selain itu, Idul Adha juga merupakan waktu untuk memperkuat rasa persaudaraan dan solidaritas sosial. Selama perayaan ini, umat Muslim didorong untuk melakukan amal kebajikan, memberikan sumbangan kepada yang lebih membutuhkan, dan membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama.
Tentunya, pengalaman terkait Idul Adha akan berbeda-beda bagi setiap individu dan komunitas. Adanya perbedaan budaya, tradisi, dan interpretasi agama dapat memengaruhi cara perayaan Idul Adha yang dilakukan di berbagai wilayah di seluruh dunia. Namun, bagaimanakah interpretasi perayaan Idul Adha jika dilihat dari kacamata politik hingga peran negara dan pemerintah dalam perayaan Idul Adha? Adakah makna tersirat selain perspektif terkait “kepemilikan dan Pengorbanan” di dalam Idul Adha?
Dalam negara dengan keberagaman agama seperti Indonesia, perayaan Idul Adha juga mencerminkan pentingnya toleransi antaragama. Di dalam buku Pendidikan Politik Kepemimpinan dan Kepeloporan karya Prof. Dr. Idrus Affandi, S.H. mengutip Persepektif Politik dalam Teori Klasik milik Aristoteles mengatakan bahwa “politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.” (Idrus, 2021).
Dengan begitu makna politik di dalam keberagaman agama yakni negara dan masyarakatnya harus berusaha menciptakan ruang bagi setiap agama untuk merayakan hari besar mereka, dengan damai tanpa mengorbankan hak-hak minoritas atau merugikan kelompok lain. Penting bagi pemerintah untuk memastikan perlindungan hak-hak minoritas agama dan memastikan bahwa semua warga negara merasakan manfaat yang sama dari momen Idul Adha, terlepas dari latar belakang agama mereka.
Secara politik, perayaan Idul Adha memiliki beberapa aspek yang dapat dianalisis dan dipahami. Pertama, Idul Adha melibatkan praktik penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk ibadah. Dalam konteks politik, aspek ini dapat menimbulkan beberapa isu yang harus diperhatikan. Misalnya, pemerintah perlu mengatur dan mengawasi praktik penyembelihan untuk memastikan kesejahteraan hewan, kebersihan, dan keamanan pangan. Selain itu, pengaturan dan pemantauan distribusi daging kurban juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa daging tersebut disalurkan dengan adil dan efisien kepada masyarakat yang membutuhkan.
Hal tersebut dapat dilihat pada kepedulian pemerintah terkait kesejahteraan hewan, kebersihan, dan keamanan pangan menjelang Idul Adha 2022 lalu. Saat itu terjadi penyebaran penyakit PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) sapi di beberapa wilayah, yang menjadi penghambat perayaan Idul Adha saat itu. Sehingga pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait penanganan PMK sapi.
Salah satunya yakni dilansir dalam website resmi presidenri.go.id, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah tanggap untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK yang dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (23/6/2022).
Selain itu, Idul Adha juga melibatkan dimensi sosial dan ekonomi yang penting. Dalam konteks ekonomi, perayaan ini memiliki dampak signifikan terhadap pasar hewan ternak. Permintaan yang tinggi untuk hewan kurban dapat mengakibatkan kenaikan harga yang signifikan, terutama untuk jenis hewan yang paling banyak dibutuhkan, seperti sapi atau kambing. Hal ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu secara ekonomi.
Berdasarkan UU Pangan No. 18 Tahun 2012 Pasal 55, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam mengontrol harga pangan di pasar. Sehingga dalam hal ini, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang tepat untuk mengatur dan mengendalikan pasar hewan kurban.
Misalnya, dapat dilakukan pengawasan harga, penawaran subsidi, atau penyediaan akses lebih mudah terhadap hewan kurban bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa perayaan Idul Adha tetap menjadi momen kegembiraan dan solidaritas sosial tanpa memberikan beban ekonomi yang berlebihan kepada masyarakat.
Selanjutnya, aspek politik juga dapat terlihat dalam konteks pengorganisasian dan pengaturan perayaan Idul Adha. Di Indonesia, perayaan ini sering melibatkan partisipasi dari pemerintah daerah dan lembaga keagamaan. Mereka bekerja sama untuk menyelenggarakan salat Idul Adha, menyediakan fasilitas untuk penyembelihan hewan kurban, dan mengatur distribusi daging kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, Idul Adha juga harus mencerminkan nilai-nilai sosial dan kebersamaan yang kuat. Dalam konteks politik, nilai-nilai sosial ini penting untuk membangun kerukunan antarumat beragama dan memperkuat persatuan nasional. Pemerintah juga dapat memanfaatkan momen perayaan Idul Adha untuk mengedepankan pesan persatuan, toleransi, dan kerjasama antarumat beragama. Melalui perayaan ini, pemerintah dapat menggambarkan Indonesia sebagai negara yang beragam secara kultural dan religius, namun tetap bersatu dan harmonis.
Secara keseluruhan, Idul Adha memiliki dimensi politik yang signifikan. Melalui pengaturan praktik penyembelihan, pengelolaan ekonomi, pengorganisasian perayaan, dan penekanan pada nilai-nilai sosial, pemerintah dapat berperan dalam memastikan bahwa perayaan Idul Adha berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam konteks yang lebih luas, perayaan ini juga dapat menjadi sarana untuk memperkuat kerukunan sosial dan persatuan nasional. (*)