Usia Senja Setia Jadi Relawan Kemanusiaan
Usia senja tak pernah menolak panggilan kemanusiaan. Itulah Trisman. Usianya 57 tahun namun konsisten menjadi relawan di SAR Kanjuruhan. Sudah 20 tahun mengabdi untuk kemanusiaan.
===
Rambut Trisman sudah memutih. Warga Jenggolo Kepanjen itu setia sebagai relawan. Walau Dia juga masih bekerja sebagai pelayan publik.
Panggilan dari lokasi bencana, kecelakaan lalu lintas, orang hilang merupakan hal biasa baginya. Pria yang bekerja sebagai staf tata usaha di Mal Pelayanan Publik Kepanjen itu tak sedikitpun ada keraguan di hatimya untuk menolong sesama.
“Bagi saya kemanusiaan tetap kemanusiaan. Ada yang membutuhkan bantuan harus dibantu. Meski tidak dibayar, begitulah relawan,” ucap Trisman saat ditemui di Mal Pelayanan Publik Kepanjen, kemarin.
Trisman memulai aksi kemanusiaan dari menjadi relawan Palang Merah Indonesia (PMI) saat masih muda. Lalu bergabung sebagai anggota dari Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI). Setiap bencana ia hadir menyambungkan komunikasi radio, sekaligus menyaksikan apa yang terjadi.
Mereka yang menolong tanpa pamrih terus menjadi inspirasi dirinya. Sekitar tahun 2004 bencana besar terjadi di Aceh. Bencana itu juga membutuhkan banyak relawan untuk hadir dan membantu sisi kemanusiaan. Ia pun memberanikan diri ikut serta dari jalur PMI di Surabaya. Dia mempertaruhkan nyawa untuk bisa berada di Aceh membantu korban tsunami.
“Itu juga menjadi salah satu yang berkesan bagi saya dan tidak bisa dilupakan,” kata Trisman.
Selama dua bulan setengah di Aceh dia menjadi relawan dengan dukungan tiga temannya yang lain. Tak menyerah dan merelakan waktu dan tenaganya. Hal itu berlangsung hingga tuntas dan pulang dengan selamat. Singkat cerita, kegiatan kemanusiaan terus dilakukan olehnya hingga masa dimana dia dan rekannya berkebutuhan untuk membuat kelompok SAR sendiri.
Dari RAPI, dia dan beberapa rekannya akhirnya memutuskan untuk membentuk tim SAR bernama SAR Awangga. Saat itu, timnya beranggotakan lebih dari 20 orang dari berbagai kalangan. Lambat laun, dia bergabung dan membentuk SAR Bhayangkara dibawah binaan kepolisian.
Sayangnya, SAR binaan kepolisian itu harus dibekukan dan dibubarkan. Sekitar 30 orang lebih yang dulunya di tim tersebut akhirnya memutuskan membentuk lagi SAR dengan nama SAR Kanjuruhan. Yang hingga kini masih menjadi benderanya.
“Isinya anak muda dan kawan-kawan yang sebelumnya di SAR Bhayangkara dan dibekukan. Agar terwadahi dan berkelanjutan menjadi SAR Kanjuruhan,” katanya.
Timnya dibawah binaan kepala Desa Panggungrejo Kepanjen kala itu dan selalu berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Malang. Mereka terus menjalankan misi kemanusiaan di Malang Raya hingga Jawa Timur dan berbagai daerah lain. “Kalau panggilan selama membutuhkan bantuan saya siap. 24 jam, seperti di Lumajang, Malang Selatan, Pujon ketika ada bencana dan lainnya, tidak peduli bendera apa yang jelas kemanusiaan butuh bantuan kita tolong,” ungkapnya.
Dia juga sudah lama bekerja di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Malang. Untuk membagi waktu, Trisman selalu memastikan semua tugas kantor beres sebelum ikut terjun di medan kemanusiaan.
Trisman adalah sosok lebih memilih memprioritaskan pekerjaan utama. Tapi tetap sigap menolong ketika dibutuhkan siapapun.
Tak jarang, saat situasi seperti cuaca ekstrem, Trisman sepulang kerja berkeliling untuk memantau kondisi sekitar. Ia mewaspadai bencana banjir, tanah longsor hingga pohon tumbang. Agar tak ada yang terlewat dan segera ditangani dengan bantuan yang bisa dia berikan dan memanggil tenaga kemanusiaan yang lain ketika terjadi bencana.
Itulah Trisman yang tak kenal pamrih. Ketika ditanya apa yang membuatnya konsisten hingga usianya kini tak lagi muda? Trisman tak menjawab gamblang. Sebab, ia menolong demi kemanusiaan yang membutuhkan. Tak ada yang diharapkan lagi bahkan materi sekalipun. Ia hanya menyerahkan semuanya kepada sang pencipta agar dapat menjadi nilai pahala di kemudian hari.
Beraktivitas ekstrem, dia tetap berprinsip agar keselamatan dirinya adalah yang utama. Sebelum menolong orang lain, diri sendiri harus selamat dan sehat. Dia mengaku akan tetap beraktivitas di SAR sepanjang dibutuhkan dan tenaganya masih kuat. Apa yang dilakukannya itu, beruntungnya didukung keluarga, tak ada larangan dari keluarganya. Selama ini, ia juga menjadi relawan pemakaman prokes di masa Covid-19. Apa yang dilakukan oleh Trisman akhirnya bisa dirasakan masyarakat sekitar lingkungannya. Pria kelahiran Makassar itu dipercaya warganya untuk membimbing berbagai aktivitas kemanusiaan sampai hal krusial seperti pemakaman Covid-19 saat masih pandemi.
“Alhamdulillah saya masih sehat dan tidak terkena penyakit, bagi saya ini nikmatnya dan harus dimanfaatkan untuk terus membantu selagi bisa,” tambahnya dengan kelakar. (tyo/van)