Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Kini Indonesia memiliki bonus demografi, di mana usia produktif mencapai 60 persen penduduk Indonesia. Mereka sedang mempersiapkan diri melalui peningkatan kapasitas keilmuan, keterampilan dan proses berlatih membangun kepemimpinan untuk memegang estafet sebagai generasi emas.
Di sini pentingnya kepeloporan pemuda dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan. Jangan terjebak pada konflik akibat eksploitasi dan mempertentangkan terhadap realitas adanya perbedaan.
Perbedaan adalah sunnatullah, sebagaimana perbedaan suku, bangsa, dan juga bahasa serta budaya. Bagaimana menyikapi perbedaan tersebut dengan membangun kesepahaman, dan sebanyak mungkin mencari titik temu dengan komitmen persatuan. “Persatuan Indonesia”, sebagaimana dirumuskan dalam sila ketiga Pancasila memuat prinsip integrasi dan persatuan.
Allah subhanahu wata’ala telah menegaskan persatuan di tengah perbedaan ini dalam Al-Qur’an yang termaktub dalam QS. 49:13, artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Di samping soal komitmen merawat persatuan dan persaudaraan, anak muda harus menjadi pioneer di bidang pendidikan, meningkatkan inovasi dan kreativitas untuk mewujudkan hal-hal yang bermanfaat, baik bagi diri, agama, masyarakat, bangsa, negara dan dunia.
Generasi muda merupakan penerus tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Mereka harus mengisi masanya dengan hal-hal yang bermakna dan membawa manfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Usia remaja adalah usia yang sangat produktif untuk menuntut ilmu.
Masa muda dengan keadaan yang bugar, kuat dan semangat tinggi itu hendaknya diarahkan pada hal-hal yang mengandung manfaat di dalamnya; baik manfaat kepada dirinya ataupun kepada orang lain, bahkan alam sekitarnya.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan. Justru perjuangan makin tidak mudah ketika bangsa Indonesia harus menegakkan kemerdekaan karena upaya kolonialisme masih ada saat itu. Bahkan Kiai Pesantren juga turut antisipasi bila ada pihak-pihak yang merong-rong terhadap Kemerdekaan Indonesia.
Benar saja, setelah Proklamasi Kemerdekaan, terjadi Agresi Militer Belanda kedua yang puncaknya adalah berupa pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Peperangan melawan agresi militer ini tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Agama dan Tanah Air
Resolusi Jihad ini menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan Kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda saat itu. Dari sejarah ini, bisa mengambil hikmah bahwa agama dan cinta tanah air bisa saling memperkuat dalam membangun bangsa dan negara. Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kecintaan terhadap tanah air merupakan manifestasi dari keimanan.
Dalam sejarah perubahan masyarakat, selalu ditentukan oleh sejauh mana peran kaum muda dalam menggerakkan perubahan tersebut. Dalam sejarah bangsa Indonesia, mulai dari perjuangan Kemerdekaan Indonesia hingga reformasi tak lepas dari peran kaum muda. Peristiwa Sumpah Pemuda telah menggelorakan semangat persatuan di tengah perbedaan.
Bapak Proklamator, Sukarno-Hatta menjadi pejuang kemerdekaan sejak usia belia, dan memiliki konsen terhadap kaum muda. Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin gerilya saat usia masih 25 tahun. Kyai Haji Abdul Wahid Hasyim menjadi ketua MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) pada usia 26 tahun, dan menjadi Ketua Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia) dan partai terbesar pada usia 29 tahun.
Bung Tomo menggelorakan semangat perlawanan bersama arek-arek Suroboyo dengan semboyan Merdeka atau Mati “isy kariiman au mut syahiidan”, sebagai wujud cinta tanah air yang dibalut dengan kesadaran keagamaan, berusia 25 tahun.
Setelah ditetapkan Resolusi Jihad oleh para Ulama pada 22 Oktober 1945, tidak butuh waktu lama, anak-anak muda mengambil prakarsa untuk mempertahankan tanah air, atas dasar panggilan iman dan kecintaan pada tanah air.
Pemuda; Modal Kemajuan
Saat ini, ketika kita berada dalam proses recovery pasca krisis kesehatan yang bersifat global yang bisa berdampak pada lahirnya krisis ekonomi dan sosial, dibutuhkan kepeloporan, khususnya kaum muda, untuk hadir sebagai solusi, dengan inovasi, kreativitas, dan kepeloporan yang dimiliki.
Rasulullah Muhammad SAW menegaskan pentingnya memanfaatkan masa muda untuk modal kemajuan suatu bangsa. Dalam setiap perubahan sosial, pemuda selalu menjadi peran sentral, dengan kreativitas, inovasi, dan kekuatannya, baik kekuatan fisik maupun nalarnya. Rasulullah Muhammad SAW memberi nasehat kepada kita semua tentang pentingnya mengoptimalkan masa muda untuk kebaikan, yang artinya; “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara; masa mudamu sebelum datang waktu tuamu, masa sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. al-Hakim)
Hadits di atas secara khusus menempatkan usia muda dalam urutan pertama dalam prioritas perhatian. Momentum usia muda tidak akan kembali, maka militansinya perlu dibangun, agar menjadi garda terdepan dalam pembangunan budaya dan peradaban, karena kondisi bonus demografi juga tidak akan lama.
Dalam perubahan sosial yang bersifat strategis, selalu ada peran penting kaum muda dan kaum milenial. Karena kaum muda memiliki fungsi sebagai agen perubahan (agent of change) dalam perbaikan dan pengembangan masyarakat.
Rasulullah Muhammad SAW adalah sebagai role model terkait akhlakul karimahnya, berkomitmen untuk jujur dan memegang janji, menjadi solusi atas masalah sosial yang muncul dengan penuh harmoni, serta memberi ruang berperan secara optimal terhadap partisipasi, dan invasi serta kreativitas anak muda di berbagai bidang. Karena masa depan bangsa terletak pada kesiapan dan investasi pemuda saat ini, sehingga keberadaannya sangat strategis dalam suatu negara.(*)