spot_img
Sunday, June 22, 2025
spot_img

KISAH PEJUANG

Akedrem Kelabui Musuh, Kakak-Beradik Tewas Hadang Belanda

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kisah Heroiknya Arek-Arek Kidul Pasar

Kidul Pasar Kota Malang, salah satu kampung yang melahirkan pejuang. Tak banyak yang tahu betapa heroiknya 15  ‘Arek Kidul Pasar’.  Mereka gugur mempertahankan kemerdekaan RI.

======

MALANG POSCO MEDIA- Belasan nama pejuang itu terabadikan dalam Monumen Prasasti Pejoang Arek Kidul Pasar. Lokasinya di RW 7 Jalan Prof Yamin 5.

Achmad Zakaria, putra salah satu pelaku sejarah yang hidup satu zaman dengan 15 pejuang tersebut menceritakan perjuangan Arek Kidul Pasar sangatlah gigih. Mereka bahkan berjuang di berbagai tempat di wilayah Kota Malang hingga Kabupaten Malang.

“15 ini ada TNI dan eks Hizbullah. Ada yang gugur di Mergosono, Gadang Kedungkandang, Blimbing dan lain lain. Jadi mempertahankan wilayah timur, barat, selatan, utara. Atas inisiator bapak, diusulkan untuk dijadikan monumen untuk pengingat. Ditaruh di sini karena semuanya itu Arek Kidul Pasar,” terang Zakaria.

Kelima belas pejuang tersebut yaitu Anang Ronde, Satimin, Abdoel Karim, Abdoelah, Moehammad Chusaini Ali dan  Abdoellah Mailani. Selain itu Achmad Mailani, Abdoel Samad Tarsan, Mochammad Soekri Jogor, Mohammad Ridlwan Bonde, Moehammad Sigit Jihol, Moehammad Sanusi dan  Moehammad Dja’ani. Juga Moehammad Cholil Haji Hamid dan Moehammad Ali Haji Hamid.

Beberapa pejuang tersebut diketahui cerita heroiknya. Misalnya  Anang Ronde yang gugur pada 20 April 1946 karena kontak senjata baku tembak dengan Belanda. Anang Ronde yang membawa senjata api dari gudang senjata Jepang ‘Kata Giri Bute’ di belakang Stasiun Kotabaru.  Meski tanpa latihan dia penuh semangat mempertaruhkan nyawanya untuk kemerdekaan RI.

Lalu ada Abdoellah yang gugur pada 1 Juki 1947 di Kotalama sebagai Laskar P3 (Polisi Pembantu Polri). Dia gugur saat menjalankan tugas  dan sering memberikan pasokan senjata kepada para pejuang yang mengungsi di Peniwen. Kemudian ada Moehammad Chusaini Ali yang gugur pada 21 Juli 1947 di Jalan Salak sebagai anggota TRIP eks Hizbullah.

Selain itu ada juga kakak beradik Achmad Mailani dan Abdoellah Mailani yang gugur pada 17 Januari 1948 saat kontak senjata dengan tentara Belanda yang tengah melakukan operasi pembersihan pejuang militan RI di Karangsono Pakisaji.

Selain 15 pejuang  itu, masih ada beberapa pejuang yang juga tidak kalah heroik. Meskipun tidak masuk dalam monumen tersebut. Berbekal cerita dari bapaknya, Abdul Kalim, Zakaria bahkan sampai terharu dan berlinang air mata. Sebab berbagai cara dilakukan agar misi menjaga kemerdekaan bisa sukses.

“Bapak cerita itu sampai ada yang pura-pura gila. Yaitu Pak Abdul Rochim,  dia sampai melepas baju. Dia bawa surat dimasukkan dalam mulut untuk disampaikan ke atasannya di Pakisaji,” cerita Zakaria.

Abdul Kalim, bapak dari Zakaria sendiri merupakan pejuang eks Hizbullah yang pernah berangkat ke Surabaya saat resolusi jihad November 1945. Dia berangkat ke Surabaya bersama pasukan eks Hizbullah dari wilayah Malang.

Menurut Zakaria, perjuangan ‘Arek Kidul Pasar’ ini punya ciri dan perbedaan yang hingga kini menjadi sebuah identitas. Tidak hanya di Kidul Pasar, tapi juga di Malang. Yakni para pejuang selalu menggunakan Boso Walikan (Bahasa Kebalikan).

“Boso Walikan itu memang bahasanya anak pejuang dalam rangka mengelabui penjajah. Ada yang namanya akedrem (merdeka), atam atam keat (mata mata taek), Iral (lari). Jadi itu yang diteriakkan. Misalnya kalau ketemu dengan penjajah, dia bilang ke pejuang lain di situ ada Atam Atam Keat. Jadi bahasa itu memang ada,” tegasnya.

Menurut Zakaria, perjuangan para pahlawan dan pejuang Arek Kidul Pasar tidak lepas dari tiga hal yang mendasar. Yakni kekompakan menggunakan Boso Walikan, lalu semangat perjuangan atau nasionalisme dan ketiga adalah nilai agama. Nilai agama ini tidak bisa lepas karena sejak dahulu Arek Kidul Pasar bisa dibilang sangat taat beragama.

Bahkan ketika itu, Arek Kidul Pasar selalu ‘mengekor’ kepada ulama saat menghadapi penjajah. Apalagi ketika Hasyim Asyari mencetuskan Resolusi Jihad, tidak dapat dipungkiri hal itu menjadi pemicunya. Sehingga dengan kerelaan, banyak yang menjadi pejuang dan melakukan pertempuran dahsyat.

“Salah satu yang heroik dan cukup terkenal di sini, itu waktu membentengi Kayutangan hanya dengan kalimat yang diucapkan oleh Kiai Mukti sama Habib Abdullah. Hanya dengan isyarat tangan mereka penjajah tidak bisa masuk. Makanya pejuang mengekornya ke beliau beliau. Dengan nalar tidak bisa diterima, tapi saksi banyak,” bebernya.

Dikatakan Zakaria, cerita-cerita ini selalu berupaya diceritakan tiap tahun. Utamanya ketika momen Agustusan. Namun kini para pejuang telah tiada, termasuk bapak dari Zakaria yang wafat pada tahun 1993 lalu. Kini cerita cerita kepahlawanan Arek Kidul Pasar juga terus diupayakan untuk diungkap dan dicatat dengan lebih baik.

“Untuk tahun ini, kami nanti ada doa bersama sambil nanti ya ada cerita perjuangan juga. Tujuannya supaya masyarakat tetap ingat perjuangan dari para pejuang dengan seluruh warisan nilai-nilai perjuangan dan nilai agamanya,” tutupnya. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img