Antologi Puisi Menggugah Muhammadiyah
MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Karya sastra menjadi sebuah media curahan hati dan pikiran dalam melihat realitas saat ini. Lebih dari itu karya sastra menjadi sebuah media bagi seorang untuk melakukan perubahan hingga perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan yang tidak pernah terselesaikan sampai saat ini.
Berbagai hal tersebut mampu dimanifestasikan oleh Muchlis Arif yang merupakan perupa asal Kota Batu, yang juga Wakil Ketua PDM Muhammadiyah Kota Batu Bidang Dikdasmen Seni Budaya dan Olahraga dalam antologi puisi berjudul “Menggugah Muhammadiyah” yang Ia terbitkan awal bulan ini.
Dalam antologi puisi berjudul “Menggugah Muhammadiyah”, Arif menyelesaikan 58 puisi. Puluhan puisi yang Ia garap dalam waktu dua bulan tersebut berisi tentang filsafat kemuhammadiyahan, humanisme, hingga estetika. “Antologi Puisi Menggugah Muhammadiyah merupakan curahan hati dan pikiran dalam melihat realitas saat ini. Sama halnya Kyai Haji Ahmad Dahlan yang saat itu mendirikan Muhammadiyah karena ingin melawan kemiskinan, kebodohan dan kemunduran. Garis besarnya Kyai Haji Ahmad Dahlan ingin menggugah hal tersebut,” ujar Arif kepada Malang Posco Media, Jumat (18/8) kemarin.
Dosen Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya menyampaikan bahwa curahan kreatifitas lewat karya sastra puisi karena ingin kedepannya ada banyak karya yang lahir di Kota Batu, khususnya warga Muhammadiyah. Serta ada ruang yang terbuka bagi semua kalangan untuk beradu dan saling melengkapi gagasan.
“Pilihan saya untuk menumpahkan kegelisahan dan pikiran yang terus berkecamuk melalui karya sastra berupa antologi puisi bukan tanpa alasan. Karena saya ingin apa yang saya rasakan bisa tersampaikan dan dengan mudah ditelaah oleh anak-anak muda saat ini. Tentunya untuk sebuah perubahan yang lebih baik dan gerakan yang berkemajuan,” imbuhnya.
Sementara itu, melansir dari pwmu.co disampaikan oleh Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah, Kusen PhD, yang populer dengan julukan Kiai Cepu menyampaikan bahwa puisi selain bisa menjadi stimulus untuk gerakan, juga sebagai alat untuk melawan penguasa yang zalim, sekaligus alat dakwah.
“Karya Muchlis ini berisi filsafat kemuhammadiyahan, manusia, dan estetika, sebagai esensi dalam menggugah Muhammadiyah. Contohnya puisi tentang Kegelisahan Muhammadiyah menunjukkan sebagaimana yang dirasakan oleh KH Ahmad Dahlan sebelum lahirnya Muhammadiyah,” ungkapnya.
Menurut dia, lahirnya Muhammadiyah bukan karena tahayul, bid’ah dan churafat (TBC) dalam kehidupan beragama umat Islam Indonesia sehari-hari, melainkan karena kegelisahan Dahlan melihat umat Islam yang tertindas, miskin, kekayaannya disedot oleh penjajah. ”Itulah filsafat Muhammadiyah,” imbuhnya.
Kiai Cepu juga menyampaikan, puisi-puisi Muchlis adalah puisi “terang”, yaitu bila dibacakan penonton langsung paham isinya. Sementara puisi “gelap”, bila dibacakan, isinya tidak dapat dipahami secara langsung. ”Contoh penyair puisi terang adalah WS Rendra dan Taufik Ismail. Contoh penyair puisi gelap adalah Kuntowijoyo, Amir Hamzah, dan Abdul Hadi W.M.,” tuturnya.
Menurut dia, puisi gelap lebih cocok untuk dikaji, tidak untuk dibacakan. ”Melalui puisi terang ini, saya melihat Muchlis juga ingin Muhammadiyah lebih terbuka untuk seni dan budaya,” terang Kiai Cepu ini.
Launching antologi puisi tersebut merupakan rangkaian acara Muhammadiyah Mbatu Heritage yang digelar oleh Lembaga Seni Budaya PDM Kota Batu. Selain launching juga digelar pameran foto dan artefak serta sarasehan membedah antologi puisi Menggugah Muhammadiyah. (eri/udi)