MALANG POSCO MEDIA – Indonesia merupakan negara gemah ripah lohjinawe, kekayaan alam dan budaya serta manusianya merupakan daya dukung bagi kemajuan bangsa. 78 tahun usia Indonesia, bukanlah usia yang terbilang muda, perjalanan sejarah yang telah ditempuh oleh bangsa ini sekaligus menjadi validasi terhadap kekuatan di atas keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Ada 17.000 pulau, 710 bahasa, 1.340 suku yang ada di Indonesia merupakan harapan atas kemajuan dan kedigdayaan bangsa, sebagaimana cita-cita luhur para pendiri bangsa yang telah berjuang dengan harta, jiwa dan raganya untuk mengeluarkan bangsa ini dari belenggu penjajahan.
78 tahun Indonesia merdeka adalah waktu yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk bertransformasi menjadi bangsa maju dan modern. Di tengah persaingan global yang tidak mudah, di tengah era distruption yang menggejala dan di posisi gempuran arus informasi yang semakin hebat, kekuatan generasi bangsa ini semakin diuji.
Era bonus demografi yang terjadi saat ini adalah ujian dan tantangan bagi bangsa Indonesia, apakah bangsa ini memiliki kesanggupan mempersiapkan generasi bangsanya untuk menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kuat dan tidaknya bangsa ini ke depan adalah tergantung dari seberapa berkualitaskah generasi bangsa saat ini.
Indonesia adalah harapan bagi kemajuan dit engah “winter population” yang tengah melanda mayoritas bangsa maju di berbagai belahan dunia. Keberlimpahan Sumber Daya Manusia Indonesia merupakan kunci atas kegemilangan bangsa Indonesia.
Tentu hal ini bukan perkara yang gampang, karena faktanya potret bangsa kita saat ini menurut Global Innovation Index kita di peringkat 87 dari 127 negara, bahkan kita jauh di bawah negara-negara tetangga. Menurut data BPS tahun 2020 jumlah pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi, ada 3,22 persen yang menikah di bawah 15 tahun dan 27,55 persen yang menikah di rentang usia 16-18 tahun. Rasio jumlah pengusaha terhadap populasi di Indonesia pun jumlahnya hanya 3,1 persen jauh di bawah Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura. Bahkan menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang Profesor dari Harvard University, pendidikan di Indonesia tertinggal 128 tahun jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Data yang lebih menyedihkan lagi, sebagaimana yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan RI, bahwa 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek, umumnya penderita rentan terhadap penyakit, kecerdasannya di bawah normal dan produktivitasnya sangat rendah.
Menurut standar WHO suatu wilayah dianggap kronis stunting jika prevalensinya di atas 20 persen, dan Indonesia meski sudah mengalami penurunan angka prevalensinya dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022, namun faktanya memang masih banyak angka temuannya.
Hal ini senada dengan hasil analisis Kompas yang tidak jauh berbeda juga dari analisis FAO (Food and Agriculture Organization) tahun 2021 yang menunjukkan bahwa ada 69,1 persen penduduk Indonesia yang tidak mampu membeli pangan bergizi.
Berbicara tentang kualitas sebuah bangsa memang tidak akan bisa terlepas dari seberapa berkualitas Sumber Daya Manusia yang ada di dalamnya. Dan berbicara tentang kualitas Sumber Daya Manusia sebuah bangsa tidak akan bisa terlepas dari seberapa berkualitas pola pendidikan yang ada di sebuah bangsa.
Membangun generasi berdaya untuk Indonesia gemilang merupakan narasi yang harus terus dikuatkan bersama, menjadi tanggungjawab seluruh elemen anak bangsa dan menjadi urun tugas bagi semua komponen bangsa. Melahirkan generasi gemilang sebagaimana yang pernah terjadi pada abad pertengahan Islam adalah tentang “design” tata kehidupan dan masyarakat yang membuat semua orang memiliki kecakapan sebagai insan gemilang.
Setidaknya ada delapan kerangka dalam melahirkan generasi gemilang yang sekaligus menjadi “blue print” bagi ikhtiar untuk melahirkan generasi bermartabat dan berdedikasi baru dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Pertama, menjadikan keluarga sebagai dapur produksi bagi lahirnya generasi gemilang. Kedua, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki keberlimpahan finansial. Ketiga, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki taraf pendidikan tertinggi. Keempat, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki kecakapan dalam membangun sosial network.
Kelima, generasi yang gemilang adalah generasi yang fisiknya sehat, tidak stunting dan tidak kerdil. Keenam, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki spiritualitas terbaik, sehingga mereka meski hidup dengan kecanggihan teknologi namun mereka memiliki “moral clarity.” Ketujuh, generasi gemilang adalah mereka yang memiliki jiwa kepemimpinan terbaik, yang atas itu hidupnya akan senantiasa berorientasi untuk menghasilkan “legacy” bagi sekitarnya. Kedelapan, generasi gemilang adalah mereka yang menjadi “entrepreneurship” sebagai profesi terbaiknya, orientasinya adalah menciptakan lapangan pekerjaan dan bukan mengemis pekerjaan.
Membangun generasi berdaya berarti kita semua bertanggungjawab melahirkan generasi bangsa yang berkarakter, berkualitas dan memiliki integritas sejak usia dini hingga jenjang sekolah paling tinggi. Mewujudkan Indonesia gemilang berarti kita bersama bergandengan tangan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman dan heterogenitas bangsa.
Keteladanan adalah benang merah dari “moral clarity” yang terbentuk pada Sumber Daya Manusia di sebuah bangsa, dan perilaku-perilaku “amoral” yang terjadi merupakan residu dari tidak adanya keteladanan yang mumpuni yang dihadirkan oleh lingkungan dimana mereka berada.
Keteladanan akan melahirkan kepercayaan, dan kepercayaan merupakan modal dasar bagi sebuah bangsa untuk melahirkan generasi gemilang berkualitas yang dapat memberikan dampak signifikan bagi keberlangsungan bangsa. Dirgahayu bangsa Indonesia yang ke 78, jaya selalu bangsaku, maju selalu bangsaku, terus melaju untuk Indonesia gilang gemilang.(*)