.
Wednesday, December 11, 2024

162 Tahun Gedung Gereja GPIB Immanuel Malang, Cagar Budaya yang Harus Dijaga

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Kota Malang kini dikenal memiliki destinasi wisata heritage. Menyusul banyak gedung lama warisan masa lalu yang masih terawat dan bisa digunakan sekarang. Satu diantaranya adalah gedung gereja GPIB Immanuel Malang yang berdiri tahun 1861 ada di Jalan Merdeka Barat, tepat di sebelah utara Masjid Agung Jami’ Kota Malang.

Gedung gereja GPIB Immanuel yang berada di kawasan alun-alun Kota Malang ini sudah berusia 162 tahun. Jemaat gereja memperingati 162 tahun gereja GPIB Immanuel Malang ini dengan mengucap syukur. Dalam acara Gantari yang dipimpin Pendeta Pdt. Yohannes Vivere Pericoloso Palar, S.Th., di gereja GPIB Immanuel Malang, Jumat (25/8) petang.

“Memperingati 162 tahun gedung gereja GPIB Immanuel Malang, intinya adalah kita mengucap syukur karena sudah 162 tahun tempat ibadah ini menjadi satu pertemuan antara umat dengan Tuhan. Gereja ini begitu luar biasa sudah 162 tahun , itu bukan waktu yang singkat,” ungkap Ir. Suryadi, M.A., M.Th., Ketua Panitia peringatan 162 tahun gedung gereja GPIB Immanuel Malang. 

“GPIB Immanuel Malang merupakan cagar budaya yang harus dijaga, harus dilestarikan dan jemaat harus mencintai serta merawat gereja, itu yang perlu kita kenalkan kepada jemaat,” lanjutnya kepada Malang Posco Media memastikan pengisi acara peringatan ini berasal dari jemaat sendiri, tidak ada dari luar.

Menurutnya, perayaan ini intinya adalah menggali potensi jemaat, yang diwakili oleh vokal grup, mencerminkan suku-suku di dalam gereja GPIB Immanuel Malang.  Ada suku Jawa, ada suku Manado, ada suku Ambon, ada suku Batak, ada suku NTT dan suku lainnya.  Mereka menyanyi membawakan lagu-lagu khas daerah masing-masing.

“Mereka mewakili suku-suku yang  tergabung di dalam gereja GPIB Immanuel Malang. Jadi jemaat ini multikultur, tidak hanya orang-orang Batak atau Ambon tapi ada Jawa juga. Jadi di situ pada saat perayaan intinya mengucap syukur dalam bahasa masing-masing daerah dan menggunakan kostum khas daerahnya masing-masing,” terang Ir. Suryadi, M.A., M.Th. (dan/adv/bua)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img