MALANG POSCO MEDIA, SURABAYA- Kemegahan Graha Wismilak di pojok Jalan Raya Darmo 36 Surabaya, tiba-tiba menjadi perhatian dunia. Setelah 30 tahun adem ayem ditempati sebagai kantor operasional PT Gelora Jaya, seolah runtuh. Publik dikejutkan hadirnya personel Polda Jatim untuk mengeksekusi Graha Wismilak.
Tidak hanya publik Surabaya. Publik Malang Raya juga dikejutkan persoalan hukum yang sedang menimpa keluarga besar (alm) Willy Walla, pendiri pabrik rokok Wismilak. Sebab rentetan kasus hukum gedung cagar budaya di Surabaya itu, pengembangannya sampai ke Kota Malang.
Lepas dari kasus hukum yang tengah didalami Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim, tidak ada salahnya kalau warga Malang Raya mengetahui apa dan bagaimana sejarah Graha Wismilak yang sebenarnya.
Mengupas tuntas sejarah Graha Wismilak dari tahun ke tahun, Malang Posco Media (MPM) menemui sejarahwan gaek asal Surabaya, Yousri Nur Raja Agam. Secara panjang lebar Yousri, begitu biasa disapa lantas memberikan catatannya kepada MPM untuk dinikmati pembaca MPM.
Saking autentiknya data yang dimiliki Yusri, Tim Mabes Polri sampai-sampai harus ke Jatim untuk menemuinya. Tim khusus Mabes Polri itu minta bantuan Yosuri untuk menemukan Teks Asli Berdirinya Polisi Republik Indonesia.
‘’Teks itu sekarang diabadikan di bagian bawah Monumen Perjuangan Polisi yang berdiri di Jalan Raya Darmo, sisi timur Graha Wismilak,’’ kata Yousri ketika ditemui MPM di rumahnya di kawasan Jalan Rangkah Surabaya, Sabtu sore. Berikut cerita Yousri soal Gedung Graha Wismilak.
Secara geografis posisi Graha Wismilak saat ini berdiri di pojok antara Jalan Raya Darmo 36 dan Jalan Dr. Soetomo 27 Surabaya. Dan sampai saat ini, belum diketahui persis siapa sang arsitektur gedung yang dibangun megah sekitar tahun 1920 itu. Ini tampak dari foto dari kartu pos terbitan Jong Soe Hien. Gedung tersebut di pojok perempatan Darmo Boleuvaard dan Coen Boulevaard.
Nama Coen diambil dari Jan Pieterszoon Coen, seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke empat dan ke enam. Masa jabatan pertama ia memerintah antara tahun 1619 – 1623, masa jabatan yang kedua berlangsung antara tahun 1627 – 1629.
Menurut Buku Telepon tahun 1929 yang dilacak Nico Van Horn, Archivaris Royal Netherlands Institute of Southeast Asia and Caribbean Studies dari KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) Leiden, Negeri Belanda, Coen Boulevard 27 (sekarang Jl Dr Soetomo 27 Surabaya) dimiliki oleh Paul Alexander Johannes WILHELM BRANDENBURG VAN DER GRONDEN. Dia seorang makelar gula firma G.L. SIRKS & Co.
Sementara itu, Darmo Boulevard 36 (sekarang Jl. Raya Darmo 36) dimiliki WILLEM HUGO LODEWIJK SAVELKOUL. Savelkoul adalah pemilik dan kepala firma Savelkoul. Keluarga tersebut memiliki beberapa toko pakaian pria (termahal) di Amsterdam dan Batavia.
Kemudian pada tahun 1936 – 1942, Graha Wismilak disewa seorang bernama Oei Hian Hwa. Kabarnya saat usianya menginjak 96 tahun, Oei Hian Hwa sempat berkunjung ke Graha Wismilak.
Dengan digandeng cucu dan kadang tongkat, ia menyusuri tangga demi tangga Graha Wismilak penuh semangat untuk bercerita tentang gedung ini.
Untuk diketahui pada tahun 1936, Oei Hian Hwa berusia 22 tahun. Menurutnya Graha Wismilak dahulu adalah Toko Yan, cabang dari Toko Piet (kemudian menjadi Toko Metro) di Jalan Tunjungan.
“Gedung ini dulu yang ada di loteng 26 orang dibuat mess pegawai Toko Piet dan Toko Yan, khusus yang tidak punya rumah tangga, termasuk saya. Di sini ada empat kamar dan di bagian depan dipakai main ping-pong. Sedangkan di bawah untuk toko, halaman samping untuk badminton,” terang Oei Hian Hwa saat datang ke Graha Wismilak sebagaimana diceritakan kembali Yousri Nur Raja Agam.
Sebagai pegawai administrasi, sepengetahuannya, Toko Yan menyewa secara bulanan dari seorang bernama Han Sing Kien di Jalan Ngemplak yang saat ini menjadi markas Garnisun Kota Surabaya. Dengan rinci Oei Hian Hwa menjelaskan dengan sebuah peta yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Beberapa waktu sebelum Jepang masuk ke Surabaya di tahun 1942, Toko Yan ditutup. Barang-barang yang masih ada dibeli secara ‘bon’ oleh bangsa Belanda di sekitar Coen Boulevard (Jl. Dr. Soetomo sekarang).
“Sisanya, kata pemilik, boleh diambil oleh pegawai di situ. Sampai sebuah bom dijatuhkan pesawat Jepang di Tegalsari, Tunjungan dan Ngagel. Di situ baru terasa orang, kacaunya bukan main. Listrik trem tidak jalan, taksi ndak ada, tidak ada becak, semua naik sepeda,” kenang Oei Hian Hwa.
Kemudian ia pindah ke Bothstraat (sekarang Jl. Wahidin, Surabaya). (has/van)
Riwayat Graha Wismilak:
Tahun 1920 -1936 Toko Pakaian
Tahun 1936 -1942 Kantor Polisi Istimewa Jepang (Tokubetsu Keisasutai)
Tahun 1945 -1993 Kantor Polresta Surabaya Selatan
Tahun 1993 – 2023 Kantor Graha Wismilak