Hari Ini Kembali Gelar Perkara Tragedi Kanjuruhan
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), Imam Hidayat, SH menegaskan ada persamaan persepsi dan sudut pandang pada penanganan Tragedi Kanjuruhan terhadap penerapan Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP. “Ini menjadi rekomendasi kita dalam gelar perkara kedua, Senin (4/9),” ujarnya. Dia mengatakan hal ini, usai gelar perkara Jumat (1/9) malam.
“Agar dilakukan pendalaman sendiri di internal Polri,” lanjutnya. Menurut Imam, beberapa pendalaman yang jadi catatan dirinya, mengenai “Ne Bis In Idem” yakni perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
“Kalau penyidik Polres Malang menyatakan laporan model B itu “Ne Bis In Idem” dengan laporan model A yang sudah divonis, kita tidak setuju. Sebab “Ne Bis In Idem” itu nanti pengujiannya ada di tingkat persidangan. Biar hakim yang memutuskan,” ungkapnya. Lalu, perkara rekonstruksi.
“Kita minta Polres Malang untuk melakukan rekonstruksi sendiri di Stadion Kanjuruhan dalam LP Model B. Sebab rekonstruksi di LP Model A Polda Jatim itu, menurut kita jauh dari rasa keadilan karena tidak melibatkan saksi pelapor dan saksi-saksi lain,” ujarnya. Menurutnya, rekonstruksi itu sebaiknya dilakukan di TKP.
Dalam gelar perkara bersama itu, pihaknya juga menolak hasil otopsi. “Kemudian ketiga mengenai hasil otopsi dari jenasah anak Devi Athok itu yang menyatakan dokter Nabil tidak terdapat residu gas air mata pada jenasah, kita membantah. Dalam gelar pun, kita tampilkan fotonya,” lanjut dia.
“Kalau memang tidak terdapat residu gas air mata, lalu mayat itu keluar busa, saksi mengatakan jika korbannya itu meninggal dengan ciri-ciri sama, wajah membiru, menghitam dan memerah. Anak Devi Athok meninggal di tribun berdiri dan bukan di pintu 13. Ternyata tembakan itu tidak di pintu 13, tapi di tribun 10, tribun 11 dan tribun 12,” beber Imam.
Dengan hasil gelar perkara bersama, sambung Imam, pihaknya berharap dan meminta LP Model B di Polres Malang, bisa dinaikkan ke tingkat penyidikan. “Kalau dibiarkan dan dihentikan, tentu rasa keadilan dari keluarga korban tidak terpenuhi. Sejak awal, ketika polisi mengamankan stadion membawa gas air mata, sudah perbuatan melawan hukum,” paparnya.
Sebab, menurut dia, statuta FIFA sudah tidak memperbolehkan. Hal senada dikatakan Djoko Trijahjana, kuasa hukum Tim Aremania Menggugat. Dia yang mendampingi Rizal Putra Pratama, pelapor LP Model B melihat gelar perkara masih prematur, karena syarat sahnya gelar perkara harus ada terlapor dan pelapor, agar ada keseimbangan. (tyo/mar)