(MPM-Muhammad Prasetya Lanang ) Jurnalis Tempo Nurhadi yang menjadi korban kekerasan aparat dalam kerja jurnalistik bersama dengan Ketua Bidang Advokasi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis menyampaikan perkembangan kasus di Hotel 88 Surabaya, Sabtu (23/9).
MALANG POSCO MEDIA, SURABAYA-Penanganan kasus kekerasan yang dialami Jurnalis Tempo Nurhadi mendapatkan perhatian serius. Perkara yang berbuntut hingga dikabulkannya pemberian restitusi kepada Nurhadi itu dianggap menjadi kemenangan kecil penegakan hukum, utamanya pada kasus kekerasan terhadap jurnalis. Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Hotel 88 Kedungsari, Surabaya, Sabtu (23/9).
Fatkhul Khoir Kepala Divisi Advokasi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis menyatakan, kasus Nurhadi menjadi pelajaran penting dalam penegakan hukum. Dimana selama ini kasus kekerasan jurnalis dinilai jarang tertangani hingga vonis hukuman, bahkan langkah restitusi.
“Ini menjadi satu-satunya perkara kekerasan jurnalis yang penanganannya sampai tahap kasasi, hingga dua pelaku dikenai restitusi, ini menjadi kemenangan kecil meskipun kami tentu belum puas,” ujar Fatkhul Khoir, Sabtu (24/9).
Meski begitu, dirinya menyayangkan lantaran polisi hanya fokus pada dua orang pelaku. Ia mengakui proses advokasi tersebut tidak mudah. Banyak kendala yang dihadapi untuk mendorong pengembangan kasus. Baik dialami kuasa hukum maupun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang mengawal kasus tersebut.
“Sebenarnya dari apa yang dialami Nurhadi bukan hanya dua orang penganiaya. Artinya lebih dari itu harusnya dapat dikembangkan,” jelas dia.
Dalam kasus ini pihaknya juga menyesalkan kepolisian yang tidak semua memahami delik pers. Termasuk adanya restitusi sebagai bentuk pengakuan kesalahn dan ganti kerugian fisik bagi korban pidana.
“Beberapa tidak memahami delik oers bahkan di sisi restitusi pidana. Saksi ahli harus meyakinkan jaksa,” tambah dia.
Di tempat yang sama, Nurhadi menyatakan dirinya sebelumnya harus menjalani perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk beberapa saat demi menjamin keamanan. Dia mengaku telah didampingi secara maksimal. Nurhadi mendorong agar jurnalis tetap mengedepankan keselamatan dalam peliputan. Namun tetap berpegang teguh pada kebenaran.
“Selain advokasi dukungan perusahaan pers sendiri sangat diperlukan. Jadi dari awal diarahkan maju (laporan, red) sampai selesai support sampai seperti itu,” terang Nurhadi.
Untuk diketahui, kasus yang dialami Nurhadi terjadi pada 27 Maret 2021 di Surabaya. Saat itu, Nurhadi tengah meminta konfirmasi kepada mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji dalam acara pernikahan anaknya.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya sudah menetapkan Angin Prayitno Aji sebagai tersangka dalam kasus suap pajak. Nurhadi memfoto Angin Prayitno Aji di atas pelaminan. Setelah itu, dua orang petugas berbatik menahannya dan menginterogasinya. Meski telah mengatakan bahwa ia wartawan, mereka tetap merampas ponsel Nurhadi dan memiting lehernya. Kasus tersebut ditangani Polda Jatim.(tyo/jon)