DPUPR Kota Batu
MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Selama ini saluran irigasi di Kota Batu masih belum dimanfaatkan maksimal. Hanya sebatas untuk pengairan pertanian di Kota Batu. Padahal Kota Batu menjadi hulu atau titik nol dari Sungai Brantas yang mengaliri 16 desa/kelurahan di Jawa Timur.
Untuk lebih memaksimalkan saluran irigasi di Kota Batu, DPUPR Kota Batu menggelar rapat koordinasi Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) atau Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) se Kota Batu di Hotel Orchid, Kamis (26/10) kemarin. Pada rakor tersebut diikuti oleh 24 perwakilan HIPPA/P3A dari tiap desa/kelurahan di Kota Batu.
“Kota Batu adalah titik nol Sungai Brantas. Selama ini irigasi belum dimanfaatkan secara maksimal. Kita berfikir semacam mimpi besar untuk membangun sektor energi terbarukan dengan membangun PLTMH,” ujar Alfi kepada Malang Posco Media, kemarin.
Ia menerangkan, dengan lokasi Kota Batu yang berada pada ketinggian dan sebagai titik nol sumber mata air brantas. Setidaknya bisa dimanfaatkan dengan optimal yaitu pembangunan PLTMH yang sederhana. Yakni dengan prinsip ketinggian, air dalam jumlah tertentu yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu menggerakkan kincir yang ada pada turbin PLTMH. Kemudian putaran turbin tersebut digunakan untuk menggerakkan Generator (dinamo penghasil listrik). “Singkatnya memanfaatkan aliran air bergerak dari ketinggian tertentu. Dengan begitu PLTMH mengubah tenaga gerak yang berasal dari air menjadi listrik,” bebernya.
Ketua PII Kota Batu ini optimis bahwa rencana itu akan terealisasi. Pasalnya pihaknya bersama UMM telah melakukan survey ke titik lokasi yang berpotensi untuk PLTMH. “Setidaknya dengan adanya PLTMH nanti bisa dimanfaatkan untuk listrik PJU di Kota. Atau mungkin dikerjasamakan dengan PLN. Karena dari hasil kajian, PLTMH di Kota Batu bisa lebih besar dari Desa Sanankerto,” ungkapnya.
Selain memanfaatkan irigasi untuk PLTMH, ditambahkan oleh Kabid Sumber Daya Air (SDA) PUPR Kota Batu Wendy Prianta pihaknya juga mensosialisasikan tentang aksi perubahan optimalisasi kinerja irigasi melalui Peri Ireng (pemeliharaan irigasi bareng-bareng).
“Dengan aksi Peri Ireng kami ingin permasalahan irigasi bisa ditangani bersama-sama dengan HIPPA di Kota Batu. Misalnya ketika ada kerusakan kecil, HIPPA bisa melakukan perbaikan secara swadaya. Sehingga tidak menunggu perbaikan dari DPUPR,” bebernya.
Pasalnya ketika terjadi kerusakan kecil dan dilakukan perbaikan oleh DPUPR, maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dikarenakan butuh proses usulan dan administrasi cukup lama, sehingga dibutuhkan Peri Ireng. (eri/udi)