MALANG POSCO MEDIA – Undangan jamuan makan siang Presiden Jokowi terhadap tiga capres Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto di istana negara memicu pro kontra di masyarakat. Ada yang menilai undangan Jokowi terhadap para capres yang siap bertarung dalam Pilpres 2024 ini merupakan langkah yang elegan bagi seorang kepala negara.
Namun tak sedikit yang nyinyir terhadap pertemuan makan siang yang berlangsung gayeng tersebut. Publik menilai netralitas Jokowi dalam Pemilu 2024 diragukan. Publik mencurigai bahwa Jokowi menunjukkan kuasanya bisa merangkul tiga capres dan memastikan kondisi Pemilu 2024 berlangsung aman dan damai.
Kecurigaan itu tentu wajar. Apalagi mendekati masa kampanye dan Pemilu 2024 tinggal hitungan bulan. Maka publik pun ragu, Jokowi tak cawe-cawe dalam Pemilu 2024. Jokowi dengan kekuasaannya sebagai Presiden tentu punya kekuatan untuk mempengaruhi tiga capres yang sudah matang dengan kampanye dan janji janji politiknya.
Di sisi lain, sebagai kepala negara Jokowi juga punya kepentingan untuk memastikan kelangsungan kepemimpinan negara Indonesia lima tahun ke depan. Sebab banyak program Presiden Jokowi yang memang harus dilanjutkan. Khususnya soal Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.
Bagaimanapun, proyek prestisius ini harus terus jalan, jangan sampai berhenti atau dihentikan di tengah jalan. Apalagi sengaja dihentikan karena presidennya tidak sevisi dengan Jokowi. Termasuk program program unggulan Jokowi yang terkait dengan infrastruktur di seluruh Indonesia.
Bukan hanya itu saja, Jokowi juga punya hak untuk memastikan dan meminta jaminan kepada tiga capres bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang berlangsung aman dan lancar. Tak ada perpecahan dengan segala dinamikanya, apalagi perpecahan yang disulut beda pilihan Capres sehingga mengancam kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Terlepas dari kecurigaan-kecurigaan di atas, publik juga layak mengapresiasi. Sebab sikap kenegarawanan Jokowi tampak saat mengundang tiga capres dalam jamuan makan siang di istana negara. Mungkin baru pertama kali dalam sejarah di Indonesia, menjelang kontestasi Pemilu, capres-capres yang bersaing diundang seorang presiden ke istana dan diajak makan siang dengan gayeng dan penuh canda. Sang capres pun keluar istana dengan senyum tanpa raut muka muram. Tak tampak bahwa mereka sedang bersaing, siap bertarung dan siap menang ataupun justru kalah dengan lawan-lawan politiknya. Semua tampak cair di muka, tapi tak pernah ada yang tahu, apa sebenarnya yang mereka sedang perbincangkan dan komitmen-komitmen apa yang sudah mereka sepakati dalam meja bundar tersebut.
Semoga, santap siap di meja bundar di istana negara itu menjadi momen meneguhkan komitmen fair play dalam kontestasi politik antar capres di hadapan presiden. Siap menang dan siap kalah. Kalau pun ada kompromi meja bundar, semoga semuanya bermuara pada kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Tak semata-mata kepentingan partai, terlebih kepentingan politik.(*)