spot_img
Wednesday, June 18, 2025
spot_img

Big Data dan Pemilih Cerdas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Salah satu memori masa kecil yang saya ingat tentang politik adalah musim kampanye. Dulu, kampanye partai maupun calon presiden identik dengan bendera besar, suara motor yang keras, dan jumlah pendukung yang bejibun. Hal itu tentu membuat banyak orang tertarik karena mirip dengan arak-arakan tujuh belasan. Termasuk bagi saya yang waktu itu masih belia. Namun seiring berjalannya waktu, cara kampanye semacam itu tidak pernah saya temui lagi. 

Hal menarik lain yang saya ingat adalah ratusan bahkan ribuan spanduk yang memenuhi jalan. Saat itu, sepanjang jalan raya di desa saya dipenuhi dengan wajah para calon presiden. Ada yang dari partai hijau menggunakan peci, partai biru cerah dengan kacamata, biru dongker dengan dasi, kuning dengan kumisnya, bahkan juga merah dengan logo bantengnya.

Gaya serupa memang masih bisa kita temui di zaman sekarang, tapi jumlahnya tidak semasif dulu. Meski begitu, ada satu aspek yang tidak berubah yakni cara peletakan atribut yang masih sembarangan dan berantakan. Memenuhi jalan tanpa pikir panjang, padahal belum berizin dan mengganggu keindahan kota.

Kembali ke topik utama, kira-kira kenapa gaya kampanye semacam itu mulai punah dan tak digunakan lagi? Mungkin satu jawaban yang tepat adalah perkembangan teknologi. Sekarang, para juru kampanye bergeser dan menggunakan berbagai teknologi untuk mengkampanyekan partai atau calon presidennya. Bisa dengan menggunakan email blast ke masyarakat, iklan di media sosial, Youtube, bahkan Google.

Kalau dipikir-pikir, penggunaan teknologi memang memiliki efektivitas yang lebih tinggi ketimbang kampanye fisik yang menggunakan bendera raksasa dan suara motor yang bising. Hasilnya juga lebih maksimal, begitu pun dengan biaya yang dikeluarkan.

Apalagi adanya big data juga berpotensi mempermudah upaya pembagian segmentasi dan cara berkampanye. Jadi sebenarnya sejauh mana big data bisa digunakan untuk memenangkan pemilihan umum?

Strategi Jadi Harga Mati

Kita terbang dulu menuju Amerika Serikat (AS) dan memutar waktu beberapa tahun ke belakang, tepatnya 2016. Saat itu, Donald Trump berhasil memenangkan pemilihan dan duduk di takhta presiden AS. Ia sukses memenangkannya berkat pemanfaatan big data melalui bantuan firma pengolahan data bernama Cambridge Analytica. Strategi identifikasi dan pemetaan yang tepat menjadi kunci kemenangan Trump waktu itu.

Hal serupa juga diterapkan Barrack Obama beberapa tahun sebelumnya. Tim kampanye Obama mengolah data digital untuk mengetahui persoalan apa yang menjadi perhatian setiap calon pemilih. Kemudian materi kampanye difokuskan pada solusi-solusi pada persoalan tersebut sehingga mampu menyediakan jawaban yang memuaskan bagi para pemilih. Hal itu pada akhirnya mendorong mereka untuk memilih Obama.

Dua contoh itu jadi bukti bahwa big data memiliki peran penting dalam kemenangan calon presiden di pemilihan umum. Siapa yang menguasai big data, dialah pemenangnya. Siapa yang bisa memanfaatkan puluhan juta bahkan ratusan data yang tersedia, maka ia bisa menyusun strategi terbaik memenangkan pilpres.

Dengan big data, juru kampanye bisa melakukan segmentasi kelompok dan menyesuaikan gaya penyampaiannya. Misalnya perbedaan konten yang disajikan antara generasi X, generasi milenial, dan generasi Z. Diksi dan visual yang diberikan. Semua aspek disesuaikan berdasarkan kesukaan dari masing-masing generasi.

Pemetaan wilayah menggunakan big data juga berpengaruh pada hal-hal apa saja yang akan dikampanyekan. Saya ambil contoh daerah Jawa timur. Saat ini, masalah penting yang dihadapi Jatim adalah tingkat stunting yang terjadi di masyarakat. Maka, fokus kampanye ideal yang dapat diberikan adalah upaya-upaya untuk menurunkan angka stunting sehingga menarik perhatian para pemilih.

Penggunaan bahasa Jawa Timuran dalam setiap konten maupun kampanye digital di wilayah Jatim juga akan berpengaruh besar. Faktor kedekatan menjadi senjata yang tak kalah penting. Saya kira, tagar-tagar macam #wayahewongcilik atau #presidenwongcilik dapat mendekatkan calon presiden dengan pemilih, meskipun efektivitasnya bisa bervariasi. Perlakuan tersebut tentu tidak bisa digunakan untuk wilayah lain karena persona tiap wilayah juga memiliki karakteristik tersendiri.

Itu hanya secuil dari berbagai strategi memenangkan pilpres menggunakan big data. Saya yakin, faktor besar untuk bisa memenangkan persaingan mencapai takhta presiden adalah pemanfaatan akurat dan tepat atas jutaan data warga Indonesia. Dari data mentah itu dapat disalurkan dan dipetakan sesuai kebutuhan kampanye, kemudian melihat hasilnya berupa kemenangan.

Menjadi Pemilih Cerdas

Bukan hanya juru kampanye capres saja yang cerdas, calon pemilih juga harus cerdas. Tak dapat dipungkiri penggunaan big data memiliki beragam risiko yang berdampak buruk bagi demokrasi. Privasi masyarakat juga terancam berkat pengumpulan dan analisis data secara besar-besaran.

Maka, menjadi pemilih cerdas sudah menjadi keharusan agar presiden yang dipilih benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan bangsa. Kita mau tak mau harus memahami isu-isu politik untuk membantu dalam memahami platform kandidat, kebijakan, dan dampaknya pada masyarakat.

Verifikasi dan diversifikasi sumber informasi juga harus dilakukan. Jangan mudah mempercayai informasi. Harus mencari kebenaran berita, fakta, atau klaim yang ditemui. Maka, mendapatkan informasi dari berbagai sumber dapat membantu kita di aspek ini.

Apalagi jika akses ke big data tidak didapat diperoleh masing-masing tim capres dan akhirnya menjadi monopoli data. Sehingga memudahkan pihak penguasa big data untuk memanipulasi pemilih. 

Pemahaman dan perhatian akan privasi online juga perlu ditingkatkan. Misalnya saja dengan memeriksa izin tiap aplikasi pada gawai yang kita gunakan atau mempertimbangkan kebijakan privasi sebelum menyetujui untuk berbagi informasi pribadi.

Selama ini, masyarakat tidak pernah memperhatikan dan cenderung melewatinya. Centang sana centang sini lalu menyetujui. Padahal saat ini, data privasi kita adalah sumber yang penting layaknya sumber minyak. Semoga berbagai upaya kita menjadi pemilih cerdas bisa memenangkan calon presiden yang tangkas dan berkapasitas.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img

RP8888