Ternyata benar, bahwa adanya krisis membuat orang cenderung menjadi kreatif. Menciptakan inovasi untuk bisa melepaskan diri dari tekanan krisis. Seperti yang terjadi pada sentra industri tempe di Kampung Sanan, Kota Malang. Tepatnya saat terjadi krisis moneter alias krismon pada tahun 1998 silam, telah mengubah pengrajin tempe, ganti produksi keripik tempe.
“Dulu awalnya Sanan ini mayoritas memang sentra tempe, aslinya pengrajin tempe. Mulai tahun 1998 ada krismon, saat itu harga tempe melambung tinggi, harga tempe yang jadi, harganya hampir sama dengan harga ayam atau daging, ya orang lebih pilih ayam, daripada tempe,” kisah Mohammad Wicaksono (50) pengusaha keripik tempe merek Melati di Kampung Sanan.
“Akhirnya pengusaha tempe mulai banyak berkurang, ada yang kolaps, ada yang jatuh, ada yang tidak produksi tempe lagi, karena dengan harga kedelai yang melambung tinggi, lalu ada sebagian warga berinovasi, kalau jual tempe gak laku, maka dipakailah keripik tempe,” lanjut owner keripik tempe Melati yang sudah produksi sejak tahun 2000 ini.
Usai krismon 1998 itulah, keripik tempe Sanan mulai booming. Tidak seperti tempe, untuk harga jual keripik tempe bisa mengikuti harga bahan bakunya. Harga jual keripik tempe bisa diatur sesuai biaya produksi, dan pengrajin tempe mulai membuat keripik tempe hingga sekarang.
“Betul, dulu Sanan ini sentranya tempe, rata-rata warga produksi tempe, lalu dengan kondisi tempe yang memang tidak bisa tahan lama, akhirnya diolah menjadi keripik, sekitar tahun 2000 an,” sebut Ferdi (30), pengusaha keripik tempe merek Mayla Jaya di Kampung Sanan.
Maka sampai saat ini pengembangan usaha tempe menjadi keripik tempe ini terus berkembang. Selain memiliki banyak varian rasa, juga ada keripik tempe menjes, ada keripik tempe sagu dan juga ada keripik tempe mendol. (bua)