.
Monday, December 16, 2024

Kreator Augmented Reality Langganan Klien Internasional, Belajar Secara Otodidak Mengandalkan Perangkat Standar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Rafael Excel Kumara menekuni Teknologi Augmented Reality (AR). Ia belajar secara otodidak. Karena ketekunannya, Rafael menyabet berbagai juara di level internasional.

Bagi sebagian orang bisa jadi masih asing dengan Teknologi Augmented Reality (AR). Berkebalikan dengan Virtual Reality (VR) yang membuat dunia nyata masuk dalam dunia virtual, teknologi AR menghadirkan informasi atau obyek dari dunia digital ke dunia nyata.

Sederhananya, misalnya dalam sebuah layar besar terdapat obyek berbentuk baju, maka seseorang yang menggunakan AR bisa terlihat memakai obyek baju yang ada di dalamnya. Atau lebih sederhana lagi, AR juga digunakan pada permainan Pokemon Go!  Bahkan filter-filter yang ada di media sosial juga menggunkan AR. Teknologi seperti ini memang masih terus dikembangkan dari waktu ke waktu.

Meski masih sangat jarang yang menekuni AR, salah satu arek Malang,  Rafael Excel Kumara warga Kelurahan Penanggungan sudah cukup lama menekuni AR dan berkiprah hingga level internasional.

Rafael pernah menjuarai ajang internasional Lenslist x Meta Call for Content: Our Future Planet, dengan karyanya yang berjudul ‘METASKETCH’ pada tahun  2021. Lalu pada ajang yang sama di tahun berikutnya, ia meraih juara dua dalam kategori World AR dengan karya ‘LIFE OF AN ARTIST’.

Selanjutnya pada tahun berikutnya, yakni 2023 ini, dia mendapat juara internasional lagi. Yaitu peringkat keempat pada Lenslist x Meta AR Global Hackathon: Storytelling with AR, dengan karya berjudul ‘THOUGHTS’. Kemudian yang terbaru, sukses menjadi peringkat pertama pada ARLECTION by Hacktiv8 x META, dengan karya berjudul ‘SUARA INDONESIA’ pada pertengahan November 2023.

“Sebenarnya yang terakhir kemarin itu ikut lomba temanya pemilu karena sebelumnya saya pernah membayangkan bagaimana nyoblos di pemilu bisa diterapkan di AR juga,” ceritanya.

“Jadi di situ saya menunjukkan simulasi pemilu tapi dengan virtual. Semi futuristik dan ada hologram, terus si pengguna AR bisa kontrol pakai handtracking tangan. Mau coblos pakai gerakan tangan saja,” sambung Rafael.

Sekitar enam tahun sudah Rafael menyelami teknologi AR seperti ini. Ia hanya menggunakan perangkat standar, seperti laptop dan smartphone. Belum mempunyai kacamata khusus yang biasa digunakan untuk AR. Namun demikian, Rafael menegaskan, itu bukan sebuah halangan.

Menurut Rafael, rasa penasaran dan dorongan yang kuat dari dalam dirinya, seolah bisa mengalahkan segalanya. Apalagi, Rafael  mengaku punya modal yang cukup penting. Yaitu menguasai ilmu desain grafis, yang  sangat berguna dalam pembuatan konten AR.

“Saya mulai mencoba AR ini sudah dari tahun 2017. Karena, dulu di tahun 2016-an waktu saya kuliah  kan sempat booming filter Snapchat yang Anjing,” katanya.
“Lihat  dan tertarik bagaimana cara bikinnya. Bagaimana kok bisa ‘tracking’ mata dan mulut pemakainya. Kemudian belajar AR juga teringat sama permainan kartu Yugi-oh, itu kan tracking kartu dan keluar monsternya,” ungkap  kelahiran 9 Maret 1998 ini.

Singkat cerita, Rafael dari waktu ke waktu makin menguasai cara membuat konten dengan AR. Menjadi seorang kreator AR, bagi Rafael, begitu mengasyikkan. Ia mencoba berbagai macam hal untuk diterapkan secara AR. Contohnya, ia pernah mencoba membuat AR untuk dunia fashion.

Menurut Rafael, hal -hal simpel seperti itu sebenarnya masih bisa dieksplor lebih jauh. “Teknologi AR bisa membantu di sektor mana saja. Misalnya di fashion bisa dibuat virtual, kemudian kecantikan atau make up juga bisa. Bahkan kedokteran pun  bisa bantu misalnya deteksi jerawat,” sebutnya.

Selain itu, menjadi kreator AI dirasa Rafael cukup menjanjikan dari segi finansial. Apalagi Rafael terbilang cukup aktif mengikuti berbagai lomba yang berkaitan dengan AR. Baik nasional maupun internasional. Dengan mengikuti ajang seperti itu, diyakini Rafael bisa membuka peluang bisnis dari relasi yang luas, yang akhirnya menjadi kliennya.

Beberapa klien dan proyek yang digarapnya seperti RRQ Lemon x HAUS! Indinesia, Bening’s Indonesia, XXI x Mobile Legends. Hingga proyek seperti LOST BOY CLUB (NFT), VANDALS (NFT), The Monkey Design Club (NFT) dari klien internasional.

“Dari lombanya dapat hadiah, lalu di situ juga bisa memancing klien. Memang sangat menjanjikan karena dari segi finansial dapatnya lumayan. Kita lihat kedepan AR dan VR ini bakal makin terpakai. Apalagi nanti tools (peralatan) dan gear (perangkatnya) bakal terus diupgrade,” urai lulusan Sastra Inggris Universitas Ma Chung ini.

Rafael mengajak lebih banyak orang khususnya pemuda ikut menekuni AR. Menurut dia  menjadi kreator AR sangat seru dan mengasyikkan. Meski diakui juga oleh Rafael, untuk pertama kali mungkin bakal terlihat susah.

Ia mengalami hal tersebut. Di awal ia sempat dibuat pusing dengan adanya coding (proses pengolahan kode) dan hal-hal rumit lainnya untuk membuat AI. Namun setelahnya, setelah beberapa saat, sesungguhnya sangat seru.

“Kalau aku lihat, desainer sekarang memang fokusnya sendiri-sendiri. Ada yang fokus logo, fokus seni dan seterusnya, tidak masalah. Nah kenapa  jarang yang fokus ke AR, karena mereka pasti lihat awalnya susah,” papar pria hobi musk ini.

Menurut dia memang segmented. Rafel misalnya belajat otodidak, coba-coba. 

Ia yakin, jika menekuni teknologi AR seperti ini, bisa mendapatkan manfaat kedepannya. Maka, anak -anak muda saat ini juga semestinya bisa lebih mencoba untuk melihat jauh kedepan bagaimana teknologi terus berkembang. Agar tidak tertinggal dengan zaman.

“Masih ada potensi besar banget untuk mengadopsi teknologi. Kalau lihat perkembangan, saya yakin kedepan pasti AR ini bakal kepakai dan bermanfaat,” yakin anak kedua dari tiga bersaudara ini. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img