MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Diana Malayanti, 45, warga Jalan Pulosari Kota Malang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk dapat mendapat hak asuh anaknya, inisial AJM, yang kini berusia 13 tahun. Dia ingin membatalkan keputusan hak asuh anak yang jatuh ke mantan suaminya, Ahsanul Amala, tinggal di Jalan Danau Sembuluh Kota Malang.
“Memohon kepada Ketua MA RI agar membatalkan putusan Pengadilan Agama Malang dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya,” kata advokat Sumardhan, SH, kuasa hukum Diana Malayanti, Sabtu (16/12). Dia memaparkan kasus ini bermula saat Diana bercerai dengan Ahsanul Amala, 4 Juli 2012.
Dia kemudian mengajukan gugatan terkait hak asuh anak, Oktober 2012 melalui Pengadilan Agama (PA) Kota Malang. Gugatannya, pun diterima majelis hakim memperoleh hak asuh anaknya itu. Selain itu, Ahsanul harus membayar nafkah AJM sebesar Rp 1,5 juta setiap bulan. “Setiap tahun, ada kenaikan 10 persen hingga anak berusia 21 tahun,” kata Mardhan, sapaannya.
“Itu di luar biaya pendidikan dan kesehatan. Tapi tidak dijalankan sepenuhnya. Kenaikan nafkah sebesar 10 persen itu tidak diberikan sejak tahun 2015 hingga tahun 2022 lalu. Jadi hanya memberikan tambahan nafkah pokok sebesar Rp 250 ribu tahun 2019 sampai dengan bulan Desember tahun 2022,” urai dia.
Persoalan lainnya muncul saat mantan suami Diana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya untuk membatalkan keputusan hak asuh anak yang sudah diputuskan tinggal bersama ibunya di Kota Malang. Hakim pada 12 Juli 2023 memutuskan bahwa hak asuh anak diberikan kepada bapaknya.
“12 Juli 2023 sang anak dihadirkan dan diminta datang oleh hakim. Diperiksa sendiri, dan si anak ditanya oleh hakim, ia mengaku ingin tinggal bersama ibunya. Namun dalam putusan itu hak asuh atau perwalian malah diberikan kepada bapaknya,” lanjut pria yang maju dalam Pilkada Sumbawa Barat itu.
Mardhan dan Diana ingin keputusan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ini dibatalkan. Untuk itu mereka akan menempuh kasasi ke MA. Katanya, keputusan itu bisa dibatalkan karena hakim tidak melihat Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam. Dalam pasal tersebut seorang anak yang sudah berusia sekitar 7 tahun berhak menentukan untuk diasuh oleh ayah atau ibunya.
“Ayahnya sudah mempunyai istri baru. Dan ini akan menjadi masalah besar ketika pada saat pelaksanaan eksekusinya karena yang dieksekusi adalah anak, bukan barang. Dan anak sudah memilih dia ingin bersama ibunya. Apalagi Diana tidak melanggar sesuatu yang membuat hak asuh dipindahkan,” papar Sumardhan.
“Pemegang hak asuh bisa kehilangan hak asuh anaknya jika ketahuan jadi seorang pemabuk, penjudi, hingga boros. Atau melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. Selama ini ibunya tidak melakukan itu semua. Malah ibunya punya penghasilan sendiri. Sekarang hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya malah mencabut perwaliannya,” kata Sumardhan.
Disisi lain, Sumardhan mengungkapkan, perkara hak asuh anak merupakan nebis in idem. Artinya, suatu perkara yang tidak dapat diperiksa kedua kalinya. “Seharusnya dua perkara yang sama ini tidak boleh diperiksa kedua kalinya,” tutupnya kepada wartawan. (mar)