MALANG POSCO MEDIA – Angkutan Kota (Angkot) yang populer dengan sebutan mikrolet ini tidak bisa dipungkiri memiliki jejak sejarah dalam warna transportasi publik di Malang Raya. Jauh sebelum era kemajuan teknologi seperti sekarang ini keberadaan mikrolet menjadi moda transportasi yang favorit dan sangat membantu pergerakan manusia dan barang.
Namun tidak bisa dipungkiri seiring dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi, hal ini menyebabkan terjadi polarisasi behaviour masyarakat terutama dalam aktivitasnya sehari-hari. Era kemajuan yang ditandai dengan menjamurnya ojek oline dan taksi online yang lebih baru, fresh dan private ini semakin menjadi faktor distruption bagi keberadaan mikrolet.
Di samping itu, kemudahan masyarakat dalam mengakses dan memiliki kendaraan pribadi baik itu motor ataupun mobil, juga turut menjadi faktor terdistruptionnya eksistensi mikrolet pada saat sekarang. Jika zaman dulu sangat jarang kita jumpai orang yang memiliki kendaraan pribadi, namun hari ini satu rumah bisa dua hingga tiga kendaraan pribadi yang dimiliki.
Situasi ini tentu bukan hanya semakin memperparah kelangsungan hidup mikrolet sebagai moda transportasi publik, namun juga menjadi hal yang turut memperparah terjadi kemacetan. Bagaimana tidak, ruas jalan dan dimensinya yang cenderung tetap di Kota Malang, tidak cukup memadai untuk menampung banjirnya kendaraan pribadi yang lalu lalang setiap hari di Kota Malang.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang tahun 2022, jumlah sepeda motor tercatat ada 283.581 unit pada 2021 dan naik menjadi 348.960 unit pada 2022. Sedangkan total kendaraan roda empat sebanyak 78.127 unit pada 2021, naik menjadi 89.559 kendaraan pada 2022. Jumlah kendaraan truk tercatat 4.777 pada tahun 2021, naik menjadi 15.395 pada tahun 2022. Jumlah bus tercatat 793 unit pada tahun 2021 naik menjadi 872 bus pada tahun 2022.
Dari sumber data yang sama, jumlah penduduk Kota Malang pada 2023 sebanyak 846.130 jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah, meningkatnya jumlah mahasiswa yang belajar di Kota Malang dan potensi ekonomi, wisata dan budaya yang terus bertumbuh di Kota Malang menjadi salah satu faktor bagi tingginya jumlah “trafic” kendaraan, yang tentu hal itu menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di kota ini. Apalagi bertambahnya jumlah kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan penambahan ruas jalan yang ada.
Oleh karenanya upaya menguatkan Kota Malang menjadi Kota Maju yang ditopang dengan keberadaan transportasi publik menjadi sangat penting. Salah satu upaya tersebut bisa dengan merevitalisasi mikrolet yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kota Malang sejak lama.
Langkah revitalisasi ini tentu harus dimaknai dalam segala aspeknya, baik dalam sudut pandang pemerintah kota sebagai pemilik regulasi, sopir mikrolet sebagai pelaku di lapangan, mikroletnya sendiri yang harus diremajakan dan dibranding sesuai perkembangan zaman, dan dukungan seluruh elemen masyarakat untuk bertransformasi kembali ke transportasi publik.
Ada tiga alasan mendasar mengapa revitalisasi mikrolet menjadi bagian dari solusi atas kemacetan di Kota Malang. Pertama, Ruas jalan dan dimensi jalan di Kota Malang yang agak susah untuk ditambah terutama jalur-jalur lalu lintas yang membelah pemukiman padat penduduk, tentu moda transportasi yang lebih lincah dan acceptable untuk kondisi itu yang lebih dibutuhkan.
Bus transkota dan sejenisnya tentu bagus dalam konteks inovasi, namun jika bus itu harus masuk ke jalur-jalur lalu lintas yang dimensi jalannya sempit tentu akan semakin memperparah kemacetan.
Kedua, Mikrolet memiliki sejarah dalam memajukan Kota Malang. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebelum kemajuan zaman dan teknologi seperti sekarang ini keberadaan mikrolet telah berjasa dalam pertumbuhan ekonomi dan pergerakan manusia. Namun tentu mikrolet pun juga wajib beradaptasi menyesuaikan polarisasi gaya hidup yang terjadi di masyarakat.
Kesan mikrolet yang kumuh, kotor, sopirnya tidak ramah, lama nunggu, urakan dan tarifnya yang tidak standar, harus menjadi bagian dari perbaikan dalam konteks revitalisasi tersebut. Artinya tetap harus ada kesadaran yang memadai pada mikrolet untuk terus melakukan perbaikan sebagai wujud dari adaptasi terhadap perubahan zaman. Yakni perbaikan yang dilakukan secara terus menerus menyesuaikan harapan dan keinginan masyarakat agar tetap relevan dalam perkembangan zaman.
Jika hal ini bisa diwujudkan, mikrolet bukan hanya akan menjadi alternatif angkutan bagi anak-anak sekolah untuk mengurai kemacetan setiap jam masuk sekolah dan jam pulang sekolah. Karena orang tua tidak perlu lagi antar jemput anaknya ke sekolah, namun mikrolet bisa menjadi “ikonik” Kota Malang dengan kekhasan brandingnya.
Ketiga,Mikrolet dan sopir mikrolet adalah representasi dari masyarakat kelas menengah bawah di Kota Malang. Oleh karenanya meniadakan eksistensi mikrolet berarti sama saja dengan menghilangkan kesempatan hidup pada lapisan masyarakat tertentu. Pendekatan “win-win solution” adalah langkah paling relevan yang bisa digunakan untuk tetap mempertahankan mikrolet sebagai angkutan publik, dengan tetap mengedepankan adaptasi dan inovasi.
Kota Malang yang terus bertransformasi menjadi kota maju dengan kekayaan budaya dan sumber daya yang dimilikinya merupakan peluang yang harus terus diupayakan. Letak geografis Kota Malang di tengah potensi wisata Malang Raya semakin memperkuat optimisme terhadap kemajuan kota Malang.
Terlebih Kota Malang sebagai gudangnya perguruan tinggi dan sekolah menjadi pemerkuat eksistensi dan harapan, bahwa kota ini akan mencapai level kemakmuran, kesejahteraan dan kedaulatannya. Menguatkan dan merevitalisasi mikrolet sebagai bagian yang menguatkan potensi Kota Malang adalah pekerjaan yang harus terus diupayakan.(*)