.
Friday, November 22, 2024

Pernah Diremehkan, Karyanya Kini Terkenal

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Kota Malang dikenal sebagai penghasil handicraft atau kerajinan tangan  terbaik. Salah satunya  kerajinan tangan dari clay. Lila Syarif warga Blimbing merupakan pengrajin clay dengan karya-karya terbaik. Itu setelah ia melewati proses panjang.

Clay merupakan tanah liat buatan dan banyak jenisnya. Ada clay yang terbuat dari adonan tepung, parafin, bubur kertas dan polymer.

Lila Syarif  berkarya sejak tahun 2013. Ia  menghasilkan kerajinan clay yang cantik dan menarik.  Karyanya pun menembus pasar luar negeri.

“Saya mulai berkarya sejak 10 tahun lalu. Diawali dengan hobi. Saat itu saya hanya seorang ibu biasa. Anak masih kecil, sering tidur akhirnya saya baca buku. Dari situ tahu clay itu apa, lalu browsing, coba beli clay impor, kemudian coba-coba buat karya,” kenang Lila mengawali ceritanya.

Karena mulanya tahu clay dari membaca buku, tentu saat itu ia cukup kesulitan membuat sebuah kerajinan dari clay. Lila  pun belajar secara otodidak. Caranya membeli banyak buku tentang clay, juga mencari tahu bagaimana membuat clay dari YouTube.

Setelah sekian lama, akhirnya Lila mampu membuat sebuah karya dari clay. Namun saat itu hasil karyanya untuk mainan anaknya. Ia juga unggah ke sosial media. Singkatnya setelah beberapa waktu berjalan, Lila makin mahir membuatnya.

Tapi untuk membuat clay dengan ukuran yang relatif kecil, maka tingkat kerumitannya juga makin tinggi.  Meski demikian, Lila menuturkan sebenarnya tiap kesulitan akan mudah dilalui. Itu jika mau mencoba terus dan dicoba berulang kali.

“Sepanjang kita mau dan terus coba berulang-ulang, saya yakin bisa. Itu prinsipnya. Dari bahannya pun tidak sulit asal ada uangnya. Sekarang bahan tinggal cari walaupun harus datang dari negara lain. Kalau saya saja bisa maka orang lain juga bisa,” bebernya.

Proses tidak mengkhianati hasil. Sekitar tahun 2014 hasil karya Lila ternyata diminati banyak orang. Pesanan pun mulai berdatangan.

“Produk clay bisa menjadi bros, boneka, kalung, cincin, bunga, buah-buahan, hewan dan lukisan. Bahkan bisa juga buat pita, atau magnet kulkas,” sebut wanita yang kini berhasil meraih S2 di UGM ini.

Awalnya Lila menjual karyanya di pasar Indonesia. Di antaranya dipesan teman-temannya sendiri. Namun karena clay sangat unik dan berbeda dengan kerajinan lain, maka makin banyak orang yang berminat membeli clay karya Lila.

Normalnya harga clay buatan Lila dijual seharga Rp 25 ribu per item. Namun jika ukurannya tinggi atau besar, bisa mencapai Rp 400 ribu per item.

“Mulanya bikin selusin, terus dua lusin terus bertambah. Akhirnya sampai luar negeri juga minta. Saya jual harganya 2 dollar sampai 4 dollar per pieces. Misalnya seperti Italia, Inggris, Australia, Amerika. Dulu waktu (pandemi) Covid-19 juga ramai,” ungkap alumnus SMAN 9 Malang ini.

Hasil manis yang ia dapat hingga saat ini bukan berarti prosesnya mulus-mulus saja. Tentu jatuh bangun. Dari sebelumnya tidak cukup familiar hingga kini sudah mulai dikenal.

Sejak awal menekuni kerajinan clay bahkan hingga saat ini, ia masih sering diremehkan oleh orang tertentu.

Menyepelekan apa yang dikerjakan dan karya yang dihasilkan oleh Lila. Seakan hasil karyanya hanya sebuah hiburan saja. Padahal, karya dengan seni tinggi ini juga buktinya bisa menghasilkan pundi- pundi rupiah yang tidak sedikit.

“Diremehkan itu selalu ada. Tergantung di lingkungan masyarakat mana. Tapi sebenarnya mereka bukan meremehkan, tapi kurang edukasi. Jadi jangan sakit hati, tetap menikmati berkarya. Senyumin, sudah begitu saja,” tuturnya.

Dengan demikian, Lila pun berharap agar kerajinan clay seperti ini bisa terus berkembang di Kota Malang. Meski pun masih ada anggapan atau komentar yang meremehkan tentang clay, ia yakin hal itu perlahan akan pudar jika masyarakat terus diedukasi. Yakni edukasi tentang berharganya sebuah karya dari kerajinan.

“Ada yang bilang clay ini lebih dihargai di luar negeri. Memang harganya mahal, tapi hargailah berapa jam mereka yang membuat ini harus berlatih, mendapatkan bahan dan ilmunya,” katanya.

“’Ngecraft’ (berkarya) terkadang kebanyakan yang saya tahu juga mereka itu banyak untuk menghidupi anak-anaknya. Maka kedepan saya ingin handicraft ini makin dikenal,” sambungnya. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img