.
Sunday, December 15, 2024

Palguno dan Palgunadi Modern

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Alkisah dalam pewayangan ‘Palguno-Palgunadi’ diceritakan Palguno nama lain dari Arjuna adalah murid terkasih Begawan Durna yang memiliki obsesi menjadi pemanah mahir dan terbaik di seluruh jagad semesta. Kenyataannya ada orang lain yang juga punya niat yang sama bernama Bambang Ekalaya alias Palgunadi seorang ksatria dari Paranggelung.

Palgunadi juga berniat berguru kepada Begawan Durna karena hanya Durna yang menguasai dan memiliki kesaktian dan keahlian memanah yang dahsyat melalui ajian Sirwenda Danurwenda. Tak ayal Palguno alias Arjuna gusar karena hal tersebut.

Begawan Durna menolak Palgunadi yang dengan kerendahan hati dan bersungguh-sungguh ingin berguru padanya. Karena Begawan Durna sudah telanjur berjanji bahwa dia hanya akan menjadi guru bagi para Pandawa dan Kurawa saja.

Sesungguhnya Begawan Durna melihat Palgunadi adalah calon murid yang sangat berbakat. Tapi Begawan Durna tidak mau ada orang lain yang nantinya menyaingi Arjuna murid terkasihnya. Menghadapi penolakan Begawan Durna, Palgunadi tidak patah semangat. Dia pergi ke hutan membuat patung yang mirip Begawan Durna dan berlatih dalam “pengawasan patung” tersebut.

Palgunadi tekun belajar dalam lingkungan non formal minim fasilitas siang dan malam dalam hutan. Berkat kerja keras disertai semangat dan ketekunan yang besar, akhirnya Palgunadi berhasil menguasai ilmu panah yang hebat. Sementara di tempat lain Palguno alias Arjuna sang murid terkasih Begawan Durno belajar dalam lingkungan formal dengan penuh fasilitas dari Sang Guru.

Singkat cerita Palguno alias Arjuna jatuh cinta dan mengejar Dewi Anggraini yang tidak lain adalah istri Palgunadi. Palgunadi merasa tidak terima dan akhirnya Palguno dan Palgunadi berhadapan untuk beradu kesaktian. Ternyata Palguno alias Arjuna terbunuh oleh Palgunadi. Kemudian tubuh Arjuna dibawa oleh Kresna dan dihidupkan kembali dengan Bunga Wijayakusuma karena Arjuna masih punya misi di Perang Mahabharata nanti.

Setelah perkelahian itu Palgunadi menghadap “gurunya” yaitu patung Begawan Durna, melaporkan kemenangannya. Pada kondisi itu Kresna masuk dalam patung tersebut dan bicara seolah sebagai Begawan Durna yang marah karena Palgunadi membunuh siswa terkasihnya.

Dan untuk membuktikan bakti kesetiaan kepada gurunya, Palgunadi diperintahkan memotong dan menyerahkan jari yang di sana ada cincin Ampalnya. Putusnya ibu jari itu serta merta membuat Palgunadi tewas seketika karena cincin Mustika Ampal lepas dari tubuhnya. Pada akhirnya, “gurunya” lah yang mengantarkannya pada kematian.

Dari cerita Palguno-Palgunadi, tersirat sesuatu yang menarik sebagai nilai refleksi dunia Pendidikan saat ini, dimana seorang Palgunadi yang ditolak mentah mentah ketika ingin belajar dan berguru kepada Begawan Durna, justru mampu memiliki keahlian memanah dan kesaktian yang hanya dengan berlatih dalam “pengawasan” patung Begawan Durna yang dibuatnya. Kesaktiannya, bahkan melebihi Raden Palguno atau Raden Arjuna murid resmi Begawan Durna dari perguruan Sokalima.

Perkembangan dunia Pendidikan saat ini, memberikan keleluasaan kepada siapapun sehingga dapat belajar dari manapun yang diinginkan lalu disebarkan kemanapun. Disadari maupun tidak disadari, sebenarnya kita telah berguru pada mahaguru dunia maya “Patung Begawan Durno.”

Pada sosok Palgunadi (perkembangan teknologi informasi), banyak sekali ditemukan  konten- konten  informasi apapun baik ilmu pengetahuan sosial, kesehatan, politik, sejarah, astronomi hingga arkeologi yang dibuat oleh konten kreator walau kadang si pembuat konten tersebut sulit untuk ditemukan nasab kepakarannya.

Seharusnya para pakar pendidikan menyadari bahwa perkembangan teknologi informasi memberikan kesempatan yang sama antara para pakar pendidikan dan para awam dalam segala hal, termasuk dalam menarik kepercayaan publik.

Para pakar pendidikan diharapkan juga legawa bahwa perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjelma menjadi seorang guru ajaib sebagaimana patung Begawan Durna pada cerita Palguno-Palgunadi masa kini. Media sosial yang dikategorikan sebagai patung-patung Begawan Durna itu mungkin bisa menciptakan banyak Palgunadi.

Tetapi, platform media sosial juga bisa menjadi sebuah paradoks, yaitu guru tempat menimba ilmu yang bisa membunuh nalar. Di rimba belantara informasi masa kini, informasi tidak hanya bisa diperoleh dari para pakar, namun juga orang awam yang merasa tahu, para penganut teori konspirasi, para pendukung kekuatan tertentu, hingga pesohor yang menyesatkan.

Era perkembangan teknologi dan informasi tidak hanya menciptakan lompatan pengetahuan, tapi juga memberi jalan dan bahkan memerkuat berkurangnya nalar umat manusia. Perkembangan teknologi informasi justru jadi sarana menyerang pengetahuan yang sudah mapan sekaligus jadi sumber dan sarana tersebarnya informasi bohong.

Perkembangan teknologi informasi sebagai wahana pencarian ilmu sekaligus dapat memberikan upaya verifikasi yang efektif efisien untuk memunculkan kepakaran gaya baru. Maka yang harus dilakukan oleh para pegiat pendidikan adalah ikut di dalamnya dan berkolaborasi secara sehat dengan mereka sehingga kita punya pilihan.

Menjadi Palgunadi yang tewas karena mati nalar kritisnya atau menjadi Palgunadi yang tetap kritis dan logis dalam menguji informasi secara valid sehingga tak mudah percaya atas perintah “memotong ibu jarinya” untuk membuatnya tetap hidup. Menjadi Palgunadi modern adalah sebuah pilihan. Selamat berjuang para Satria Pengawak Pandita! (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img