MALANG POSCO MEDIA – Akibat cacat hukum dalam usahanya, PT Malang Bumi Sentosa kembali diperkarakan. Kali ini, pengembang apartemen dan kondotel Nayumi Sam Tower di Jalan Soekarno-Hatta (Soehat) Kota Malang itu, digugat 18 usernya dari berbagai daerah.
Gugatan tersebut dilayangkan untuk membatalkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), serta pengembalian uang pembayaran. Pasalnya, PT tersebut sudah dinilai cacat hukum dan seharusnya perjanjian yang dibuat, batal demi hukum.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum 18 user Nayumi Sam Tower, Dr. Solehoddin. Ia mengatakan gugatan sudah dilayangkan sejak Selasa (30/1) ke PN Malang. Dasar hukum gugatan tersebut, karena PT Malang Bumi Sentosa sudah terbukti cacat hukum.
“Jadi pengembang Nayumi Sam Tower ini terbukti melanggar UU RI tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan dan UU RI tentang Perlindungan Konsumen,” ungkapnyaa.
Menurutnya, pihak pengembang telah melanggar Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juncto Pasal 42 ayat (2) UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. “Salah satu syarat aset bangunan bisa diperjualbelikan, harus terbangun minimal 20 persen,” jelasnya.
Namun buktinya sampai saat ini bentuk hingga rangka bangunan Nayumi Sam Tower itu tidak pernah terwujud. Bahkan hanya untuk sekadar tiang pancang saja, tidak terbangun sama sekali.
Bahkan, kasus ini ternyata berhubungan dengan korupsi PT Graha Telkom Sigma (GTS). Di mana PT Malang Bumi Sentosa (MBS) terafiliasi dengan PT Prima Karya Sejahtera (PKS) yang tersangkut dalam kasus dengan PT GTS.
Aset tersebut terdiri dari 10 blok tanah dengan luas total 4.975 meter persegi. Kini seluruhnya telah disita sebagai barang bukti oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, 7 September 2023 lalu.
Melihat, hal itu Solehoddin merasa bahwa seluruh perbuatan hukum termasuk perjanjian yang dilakukan oleh PT MBS, dianggap tidak sah. Maka seluruh biaya yang dikeluarkan atas PPJB antara pengembang dengan user, juga wajib dikembalikan.
“Kami dengan ini menggugat, agar pihak tergugat untuk mengembalikan uang pembelian unit apartemen atau ganti rugi materiil sebesar Rp 9,13 miliar. Serta membayar kerugian inmateriil yang ditanggung oleh klien kami sebesar Rp 15 miliar,” terangnya.
Saat ini, proses hukum tersebut sudah mulai berjalan. Rencananya, PN Malang akan mulai menyidangkan kasus tersebut, Selasa (13/2) mendatang. Besar harapan para user yang dari Malang Raya hingga Bogor dan Surabaya ini, bisa dikabulkan oleh majelis hakim.
Sementara itu, salah satu user, Kristanti, mengatakan ia saat itu termakan bujuk rayu marketing Nayumi Sam Tower. Selain itu, ia membeli unit apartemen di tahun 2018 lalu, karena rencananya sang anak akan berkuliah di Universitas Brawijaya (UB) yang terletak tidak jauh dari tempat tersebut.
“Saya membeli dua unit apartemen lengkap dengan perabotannya. Totalnya seharga Rp 1,15 miliar, dan dicicil keras selama 18 bulan. Namun, sampai saya lunas 100 persen, bangunan itu tidak pernah dibangun,” unhkapnya.
Saat ini, ia berharap besar agar kasus ini bisa memberikan dampak positif kepadanya. “Melalui gugatan tersebut, saya berharap uang pembelian dapat kembali sepenuhnya,” tandas perempuan 46 tahun asal Kota Malang, itu.
Di sisi lain, hingga berita ini ditulis belum ada konfirmasi resmi dari pihak PT MBS. Pihak kuasa hukum dari pengembang Nayumi Sam Tower itu juga belum memberikan konfirmasi, meskipun pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkan Malang Posco Media sudah menunjukkan notifikasi terkirim. (rex/van)