MALANG POSCO MEDIA – Masa kampanye sudah mau habis. Dari 75 hari sejak 28 November 2023 – 10 Februari 2024, seminggu belakangan baru ramai soal polemik boleh tidaknya Presiden dan Menteri berkampanye. Lebih dramatis dengan mundurnya Menkopolhukam Mahfud MD dari kabinet Jokowi.
Memanasnya isu pasca Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan Presiden, Menteri boleh berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara, Rabu (24/1) lalu. Seperti bom, semua meledak. Semua panas dan terbakar. Pro kontra makin liar. Saling serang argumen dimana. Semua fokus pada asumsi Presiden Jokowi memihak dan tidak netral.
Pernyataan Jokowi secara aturan memang tidak salah. Karena Pasal 299 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada sejumlah pejabat yang boleh ikut kampanye. Presiden dan wakil presiden; Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik; Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik, apabila yang bersangkutan sebagai: calon presiden atau calon wakil presiden; anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Idealnya pernyataan Presiden Jokowi tak perlu menjadi polemik. Karena sampai hari ini pun belum terbukti Presiden Jokowi ikut secara langsung berkampanye. Dan bila memang Presiden Jokowi bakal turun berkampanye, aturannya juga sudah jelas. Pada pasal 281 UU Pemilu, Presiden dan Wakil Presiden, termasuk menteri harus cuti.
Bila tidak, maka ada KPU dan Bawaslu yang harus bertindak bila terjadi pelanggaran-pelanggaran penyelenggaraan Pemilu. Dinamika politik mendekati masa coblosan 14 Februari memang semakin memanas. Tapi jangan sampai masyarakat dibuat bahan mainan gimmick politik yang justru merugikan masyarakat.
Masyarakat tak perlu terpancing emosinya dan nalar berpikirnya dengan segala manuver politik dari tiga pasang capres dan cawapres yang sedang bertarung memenangkan hati rakyat. Termasuk manuver tim sukses dan orang-orang kuat di belakang capres dan cawapresnya.
Karena saat ini yang dipertaruhkan bukan lagi soal memilih siapa, tapi siapa yang memang layak dipilih oleh masyarakat. Manuver politik yang secara umum melanggar hukum dan etika bila terang-terangan dilanggar, bisa dipastikan akan menodai kepercayaan masyarakat. Dan siapa yang menjunjung tinggi etika dan aturan demokrasi, pasti akan dipercaya.
Karena itu, masyarakat tak perlu ikut arus manuver politik para elit. Karena faktanya semuanya bermanuver. Untuk menang apapun pasti dilakukan. Menyalahi atau tidak, semua pasti sudah diukur dan terukur. Karena segala yang dilakukan sudah dipertimbangkan secara matang. Jangan mudah terkecoh. Tetap bernalar sehat dan berpikir rasional. Sepuluh hari ke depan adalah masa memantapkan pilihan. Jangan mudah emosional. Manuver politik memang panas. Tapi jangan ikut ikutan kepanasan.(*)