.
Sunday, December 15, 2024

Degradasi Tanah, Produksi Apel Menurun di Kota Batu

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, BATU – Ekosistem pertanian di Kota Batu mengalami perubahan. Ini disebabkan oleh adanya faktor cuaca alam dan degradasi tanah. Akibatnya, banyak petani yang beralih tanaman dan kekurangan produksi. Kendati demikian, sejumlah petani mensiasati dengan berbagai cara.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu, Heru Yulianto mengatakan separuh petani apel di Kota Batu beralih tanaman sejak tahun 2012 hingga tahun 2023. Petani apel disebut Heru beralih menanam jeruk dan jambu kristal, seperti masyarakat di Desa Tlekung Kecamatan Junrejo.

“Di Tlekung dulunya produksi apel. Tapi sekarang beralih menanam jeruk dan jambu kristal. Ini karena pengaruh adanya global warming,” ujar Heru kepada Malang Posco Media. 

Penurun tanaman apel, lanjutnya, dikarenakan beberapa faktor. Yaitu penurunan tanah atau degradasi tanah, usia lebih dari 25 tahun dan iklim.

“Ini yang membuat kenapa kok tanaman apel sulit. Karena itu Dinas Pertanian Kota Batu membuat program revitalisasi apel ini dengan pemakaian pupuk organik,” sambung Heru.

Sementara itu, upaya pencegahan serangan hama terus dilakukan oleh Dinas Pertanian Kota Batu maupun petani sendiri yang mensiasati.

“Untuk mencegah hama solusinya dibungkus atau dengan pestisida nabati yang ini dikembangkan kelompok tani,” lanjutnya.

Selain itu, terdapat laboratorium klinik penanaman terpadu yang dapat mengendalikan hama. “Jadi tidak hanya menggunakan pestisida kimia, namun juga pestisida hayanti dan nabati,” tandas Heru.

Sementara itu petani di Desa Tlekung, Junrejo, Ikanul Munir mengatakan, tanaman jeruk saat ini disebutnya terpengaruh cuaca yang kerap kali musim hujan. Namun efeknya tidak terlalu berarti pada jumlah produksi jeruk.

“100 bibit jeruk menghasilkan 10 ton. Ini sudah diprediksi. Karena pemupukan dan pengobatannya teratur. Meskipun musim hujan tapi tidak terlalu berefek,” katanya.

Petani jeruk di sana melakukan panen setiap tahunnya empat kali. Berjarak per tiga bulan. Petani berusia 32 tahun itu menambahkan, petani di dusun setempat kini banyak beralih ke tanaman jeruk.

“Sekarang banyak ke tanaman jeruk. Karena yang lainnya seperti sayur mayur harganya hancur mulai sejak Corona,” pungkasnya. (den/eri)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img