Beberapa hari sebelum coblosan, tepatnya 5 Februari 2024, iseng membuka Tiktok. Muncul di beranda, akun ENOQ, menampilkan judul; plot twist vs plot twist, di bagian bawahnya tertulis king maker vs pdip. Ya, ini postingan tentang analisa Pilpres 2024, yang baru saja berlangsung.
Postingan ini sudah mendapat 1,4 juta like. Ada 48,5 ribu komen. Sudah 52,8 ribu kali dibagikan. Pantas jadi FYP dan mampir di beranda. Total ada 18 slide dalam satu postingan tertanggal 30 Januari 2024 itu. Masing-masing slide ada foto dan narasinya.
Slide pertama berjudul: Final Disembelihnya “Banteng Kraton”. Bikin menarik membacanya, slide demi slide. Terhenti di slide 14, ada hasil survei PWS (Political Weather Stasion). Prabowo-Gibran unggul 52,3%, Pilpres bakal satu putaran.
Narasi di bagian atasnya: Gak habis pikir sama Mahfud. Disaat situasinya genting malah “Blunder”. Asal kalian tahun usai debat cawapres elektabilitas Prabowo hanya 48%, tapi setelah keblunderan Mahfud, elektabilitas Prabowo Gibran kini naik 52,3%.
Blunder yang dimaksud ada di slide 15. Capture sebuah berita online tertanggal 29 Januari dengan judul: Mahfud Md Soal Ibu Lahirkan Anak Tak Berakhlak adalah Dosa besar: yang Dosa kita. Jagad medsos, saat itu memang ramai dengan apa yang disampaikan Mahfud ini.
Pendapat Cawapres nomor urut 3 ini terkait debat keempat, 21 Januari, yang berlangsung cukup sengit. Rupanya Mahfud terpancing, pascadebat. Meski juga memunculkan spekulasi dengan narasi: Jangan-jangan Mahfud pionnya Jokowi juga ya kali….
Demikianlah dinamika politik, yang mengaitkan langkah-langkah Jokowi yang dianggap sebagai king maker. Termasuk bergabungnya Muhaimin sebagai Cawapres nomor urut 01, juga dispekulasi seperti halnya Mahfud. Untuk ‘merusak’ eletakbilitas pesaing Prabowo.
Padahal hadirnya Capres Anies Baswedan itu disebut-sebut untuk memecah kekuatan PDIP. Sempat juga muncul istilah langkah kuda putih, yaitu masuknya Ahok dalam tim kampanye 03, saat muncul salam empat jari. Inilah plot twist vs plot twist. Kejutan demi kejutan dalam cerita.
Terlepas plot twist di dalam plot twist yang mungkin hanya buah dari keisengan dunia medsos, saya tertarik hasil survey akhir bulan Januari itu. Prabowo-Gibran unggul 52,3%, Pilpres bakal satu putaran. Saya rekam dan simpan postingan itu, untuk bukti kebenaran survei.
Ternyata survei itu benar, bahkan angkanya lebih tinggi. Artinya dalam perjalanan sejak 30 Januari hingga coblosan 14 Februari, terus mengalami kenaikan. Hingga Sabtu (17/2) malam, hasil real count KPU RI, perolehan suara Prabowo-Gibran sudah 57,94%.
Sulit dikejar Paslon 01 dan 03, yang jika suara keduanya digabung jadi 42,06%. Menunjukkan setiap momen dalam perjalanan menuju hari H pencoblosan, memberi perubahan tingkat elektabilitas. Termasuk hasil lima kali debat Capres-Cawapres itu, ikut menentukan.
Berdasar hasil survei PWS yang dirilis tanggal 10 November 2023, elektabilitas Prabowo-Gibran 39,7%, Ganjar-Mahfud 34,8%, AMIN 22,4%. Tiga pasangan ini cukup bersaing, khususnya duel 02 vs 03, seperti plot twist yang menyebutkan king maker (Jokowi) vs pdip.
Akhirnya dimenangkan Jokowi yang ‘memihak’ kepada Prabowo-Gibran. Meski penghitungan KPU masih belum tuntas. Per 17 Februari, pukul 18:30, Progress: 546.536 dari 823.236 TPS atau 66.39%. Rasanya, Prabowo-Gibran sudah di atas angin, meski di bawah bayang-bayang protes 01 dan 03.
Bahkan peluang menang 02 sudah dalam ‘ancaman’ jelang hari pencoblosan dengan hadirnya film Dirty Vote. Gagal ‘menjegal’, justru materi dalam film politik tersebut, kini seolah menjadi alat untuk melancarkan protes dengan hasil Pilpres yang memenangkan 02.
Benarkah tudingan Dirty Vote? Benarkah kemenangan 02 bukan hasil suara rakyat? Benarkah ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif? Kita tunggu bersama, pembuktian 01 dan 03. Seperti apa kejutan demi kejutan yang akan terjadi selanjutnya. Politik adalah politik.
Mahfud MD pernah menyampaikan bahwa semua Pemilu dituduh curang oleh pihak yang kalah. Bisa jadi masing-masing tim Paslon itu, sebenarnya memiliki catatan atau bukti kecurangan yang dilakukan lawannya. Kebetulan, kali ini 02 yang menang dalam pertarungan Pilres.
Menurut hemat saya, tidak ada yang salah untuk menginginkan menang satu kali putaran. Merencanakan sebuah kemenangan dengan taktik dan strategi yang jitu dalam sebuah kompetisi. Memaksimalkan semua kekuatan, memanfaatkan kelemahan lawan.
Menarik adalah mencermati suara rakyat yang memilih Prabowo-Gibran. Benarkah suara dukungan untuk Ganjar-Mahfud tergerus? Boleh jadi, pascadebat kelima, demikianlah yang terjadi. Setidaknya dari perkembangan dunia medsos, ada sentimen negatif Ganjar-Mahfud.
Sebenarnya itu yang tampak di permukaan, melalui komen-komen di berbagai platform medsos. Namun terakhir-terakhir ini diketahui, ada kekuatan besar yang rupanya turut mengantar kemenangan Prabowo Gibran, yaitu ‘Silent Majority’. Mereka diam, tapi menghanyutkan.
Pertama saya membaca silent majority dari unggahan Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat, menanggapi hasil quick count pasangan Prabowo-Gibran yang unggul melebihi 50%. Bahkan keunggulannya hingga 59%, melebihi hasil survei yang hanya kisaran 52%.
“Pelajaran: silent majority sudah berbicara. Siapa mereka? Mereka yang menyimak namun jarang komen, mereka yang jarang ribut-ribut di medsos tiap akun ini posting politik,” tulis Ridwan Kamil dalam unggahannya di akun Instagrmanya, Rabu (14/2/2024).
Silent majority atau mayoritas yang diam adalah orang-orang yang tidak menyatakan opini dan pendapatnya tentang sesuatu secara terbuka. Seperti namanya, silent majority tidak hanya satu orang saja, tetapi dalam jumlah yang besar.
Bisa jadi, itu juga termasuk suara yang awalnya pendukung Ganjar-Mahfud, diam-diam bermigrasi untuk Prabowo Girban. Silent majority menjadi penentu kemenangan dalam Pemilu. Sebab, jumlah mereka lebih besar dan memilih kandidat secara pragmatis.
Bagaimana komentar netizen tentang silent majority? Berikut rangkuman komentar dari sebuah acara dialog Kompas TV yang dipandu Rosi. Perdebatan tentang silent majority, mendapat respon netizen, menjadi pembenaran, bahwa Prabowo-Gibran didukung silent majority.
“Silent majority adalah orang yang suka kedamaian, tidak menilai rendah orang lain dalam berdebat, suka pada pemimpin yang berwibawa ,rendah hati, bisa meredam amarah walau dipojokkan. Memberi contoh bahwa seorang pemimpin harus selalu menghargai orang lain, dan kata-katanya harus bijak dan sopan santun.”
“Silent majority adalah kami yang tidak suka berdebat tapi kami mengawasi tingkah laku semua kontestan, siapa yang membual, siapa yang menunjukkan keangkuhan, siapa yang apa adanya, itu kami nilai sendiri dengan cara kami dan kami putuskan dengan cara kami tanpa pernah kami berfikir tentang blt dan semua bantuan yang ada, btw ini kali pertama sy mengomentari masalah politik di 2024 ini. salam damai semoga Indonesia semakin sejahtera kedepannya.”
“Silent Majority adalah mayoritas manusia yang lebih memilih diam untuk tidak ikut ribut berdebat melawan kedunguan, tetapi bekerja untuk mengikuti hati.”
“Orang kampung itu tidak banyak komentar tapi melihat dengan hati siapa orang baik.”
“Pemilu 2024 ini pelajaran berharga bagi mereka yang aktif di media, terutama anak-anak muda di media sosial. Ramai di medsos bukan berarti ramai pilihan. Banyak orang di dunia nyata yang tidak peduli dengan narasi atau drama yang beredar di X atau TikTok.”
“Kami diam bukan berarti kami tidak memahami kondisi politik, kami paham dan kami ngerti, tapi kami hanya akan bersuara di kotak pemungutan suara tanpa ada yang perlu diperdebatkan tanpa ada yg perlu diributkan.”
Demikian rata-rata komentar mereka membenarkan silent majority. Nah, jika silent majority yang memenangkan Prabowo-Gibran adalah suara rakyat sesuai hati nurani mereka, ya sulitlah dikalahkan. Namun jika masih ada yang tak bisa menerima kekalahan, maka oposisi jadi pilihan. (*)