Malang Mbien
MALANG POSCO MEDIA- Hingga awal tahun 2000-an di Kota Malang terdapat Blok M. Lokasinya di kawasan Jalan Majapahit. Ini pusat perdagangan buku di Malang. Buku apa pun ada di kawasan ini. Termasuk buku-buku lama.
Seiring zaman, Blok M kini mulai jarang disebut. Tapi pasti menyimpan banyak memori. Generasi sebelum tahun 2000-an, pasti masih ingat suasana Blok M. Lapak buku berjejer di tepi Jalan Majapahit. Warga yang pulang dari Pasar Burung di kawasan Splindid biasnya mampir. Beli buku lalu pulang.
Blok M tempat berbaur mahasiswa, pelajar dan masyarkat umum. Era sebelum tahun 2000, kawasan ini ramai pembeli buku. Apalagi buku-buku di Blok M terkenal ramah dompet. Tapi itu dulu.
Sejak awal tahun 2000-an, Blok M tinggal nama dan kenangan. Ini menyusul kebijakan Pemkot Malang kala itu memindahkan atau merelokasi pedagang buku di Blok M ke kawasan Jalan Wilis. Saat itu Pemkot Malang membangun sentra baru buku di Jalan Wilis.
Pemerhati sejarah Kota Malang, Ir Budi Fathoni menjelaskan Blok M memang sebutan Jalan Majapahit di era tahun 1970-1990-an. Budi sangat mengingat Blok M sebagai pusat pedagang buku jauh sebelum Pasar Buku Wilis ada.
“Ya saya kan tinggal di daerah sana. Saya dulu waktu masih SMP sekitar tahun 1970-an sudah ada Blok M. Ya itu di sepanjang Jalan Majapahit. Tempat jualannya dari depannya Patung Chairil Anwar sekarang itu sampai ke arah jembatan (Jembatan Majapahit),” kenang Budi yang sempat merasakan suasana Blok M.
Tidak hanya Blok M, sebutan kawasan ini juga erat dengan Pasar Senggol. Budi mengatakan bahwa pedagang buku di sana juga berbaur dengan pedagang Pasar Senggol yang menjual berbagai macam peralatan dan barang layaknya pasar rakyat.
Dia mengingat penamaan Blok M, muncul dari seorang tokoh di kawasan itu yang kerap dipanggil Mat Codet. Seorang warga Kampung Kiduldalem (sekarang Gang 4 Kiduldalem, sebelah Kantor Kelurahan).
“Warga kampung sana yang memang awal menyebut Blok M, kalau tidak salah tokoh saat itu namanya Mat Codet. Dan karena memang suka penamaan tempat sederhana dan ikut tren di Jakarta ada yang namanya Blok M, dan itu di Jalan Majapahit jadi dinamakan dan populernya Blok M jadinya,” tutur Budi.
Ditarik pada era 1970-an, kawasan Jalan Majapahit memang menjadi pusat dagang. Warga menjajakan apa saja di sana. Dan menjadi daya tarik warga Kota Malang untuk berjalan-jalan dan juga berbelanja layaknya pasar minggu.
Namun seiring perkembangan zaman, khususnya saat masuk era 2000-an Pemkot Malang memikirkan penataan kawasan.
“Karena sudah dianggap kumuh saat itu. Dan itu juga kawasan yang harus ditata karena dekat pusat pemerintahan (balai kota),” paparnya.
Ppria yang juga berprofesi sebagai dosen ini mengaku menjadi salah satu tim tata kota saat itu yang terlibat pada perencanaan penataan Blok M. Awalnya Blok M tidak dipindah di kawasan Jl Wilis. Melainkan di Jalan Wiro Margo (kawasan Pasar Besar). Akan tetapi kebijakan pemindahan pedagang diputuskan di Jalan Wilis, khusus bagi pedagang-pedagang buku.

“Jadi Jalan Wilis itu dulu jalur kereta lori, yang biasa angkut tebu. Dan di era 2000-an sudah terbengkalai tidak terturus. Akhirnya dijadikan Pasar Buku Wilis. Dipindah semua pedagang buku kesana sampai sekarang,” ungkap Budi.
Hal yang sama diceritakan Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Buku Wilis, Muharto kepada Malang Posco Media. Dia sempat merasakan berjualan di Blok M atau Jalan Majapahit sebelum pindah ke Jalan Wilis. Muharto merupakan generasi kedua pedagang buku Kota Malang.
Muharto mengaku orang tuanya dahulu sudah berjualan buku di Blok M. Akan tetapi sebelum Blok M, pedagang buku berjualan di tempat lain.
“Sebelum di Blok M, orang tua dulu tahun 1980-an jualan buku di kawasan jalan depan Kantor Pegadaian sekarang. Itu dulu orang jualannya di situ. Lalu Blok M ramai, jadi semua ke sana. Saya sempat bantu orang tua jualan di Blok M. Memang ramai sekali di sana dulu,” kenang Muharto.
Suasana yang ia ingat saat itu adalah warga sambil belanja makanan dan minuman, atau usai berbelanja di Pasar Splindid, pulang juga membawa buku. Ia ingat sekali situasi itu.
Lokasi berjualannya yang saat ini menjadi trotoar sepanjang Jalan Majapahit. Pedagang buku membeber buku-buku yang dijual di trotoar. Warga melihat dan langsung membeli.
“Dulu yang terdata ada 68 pedagang buku di Blok M. Dan itu jumlah pedagang dan kios buku di sini (Di Pasar Buku Wilis sekarang,red). Tidak bertambah dan berkurang. Dan kebanyakan seperti saya, turun temurun dagang buku dari orang tua ke kami anak-anaknya,” pungkas Muharto. (ica/van)