MALANG MBIEN
MALANG POSCO MEDIA – Nama Guyangan kini tak terlalu familiar lagi. Terutama digenerasi muda. Namun bagi sebagian masyarakat, terutama di Kelurahan Tlogomas, nama Guyangan masih ada yang menyebutnya. Umumnya oleh orang orang tua.
Guyangan merujuk pada satu wilayah di Tlogomas. Tepatnya di jalanan seberang Tandon Tlogomas yang kini merupakan wilayah RW 1, RW 2 dan RW 3 Tlogomas.
Nama Guyangan berasal dari kata Bahasa Jawa yakni Guyang, yang berarti ‘siram’ atau ‘mandi’. Dengan kata lain, Guyangan bisa diartikan ‘Penyiraman’ atau ‘Pemandian’.
Nama itu diambil bukan tanpa sebab. Di sebuah aliran sungai kecil, yang ada di Jalan Tlogo Indah, yang kini lokasinya di bawah Balai RW 1 Kelurahan Tlogomas, dulunya sering menjadi tempat untuk mengguyang atau menyiram kuda peliharaan dan ternak milik warga setempat.
“Dulu warga sini itu banyak yang pelihara kuda, karena kerjanya dokar. Jadi setelah kuda ini dipakai, diguyang untuk dimandikan. Ya disitu (Balai RW 1) biasanya yang jadi tempat Guyangan. Bahkan sejak lama, katanya orang tua, mbah-mbah itu, sejak zaman Belanda pun daerah sini memang banyak dokar dan dimandikannya ya disitu,” terang Abdul Aziz, salah seorang tokoh masyarakat setempat, sekaligus Ketua RW 1 Kelurahan Tlogomas.
Nama Guyangan setidaknya telah tercatat sejak tahun 1.800-an di masa kolonial Belanda. Saat itu, Guyangan tentunya belum masuk dalam wilayah Kota Malang. Masih termasuk wilayah Dau, Kabupaten Malang.
Selain di Balai RW 1, ada tempat lain di beberapa titik sungai yang juga menjadi tempat guyangan kuda-kuda dokar milik warga.
“Dokar ini masih ditemukan sampai tahun 1990-an. Pokoknya sebelum ada mikrolet itu, masih banyak dokar di sini. Sekarang tinggal Mbah Ngatemun atau Mbah Mun saja yang asli sini, punya dokar, dan tahu persis bagaimana waktu itu. Dokar ini jadi transportasinya orang-orang dulu,” beber Aziz.
Mbah Ngatemun yang dimaksud sudah sangat sepuh. Ditemui di kediamannya di Jalan Tlogo Indah, Mbah Ngatemun tidak bisa berkomunikasi dengan baik karena pendengarannya sangat lemah.
Terlepas dari itu, daerah Guyangan ini di zaman dulu juga dikenal luas oleh masyarakat karena ada peristiwa besar. Yakni ditemukannya banyak emas di telaga atau sumberan kecil yang ada di sawah. Bahkan juga ditemukan di sungai-sungai.
“Jadi tiap kali hujan atau pas ada luapan air dari telaga, itu dulu banyak warga yang sengaja memang cari emas. Di sungai-sungai kecil ini pun warga pernah menemukan emas. Itu dulu pas masih banyak sawah di sini,” sebut Sugeng salah satu warga sepuh di RW 1 Tlogomas.
Penemuan emas di sungai-sungai ini, menurut pemerhati Sejarah Agung Harjaya Buana memang merupakan salah satu peristiwa yang tidak terlupakan dari Guyangan. Emas-emas yang ditemukan warga memang merupakan emas asli, peninggalan dari orang orang terdahulu dari era zaman Kerajaan Kanjuruhan.
Agung menyebut, emas dari Kerajaan Kanjuruhan itu memang sengaja dibuang karena ada kebiasaan, tradisi dan kepercayaan pada saat tersebut. Emas dibuang di telaga-telaga atau sumberan air kecil yang tersebar di beberapa titik di Guyangan.
“Kepercayaan saat itu, kalau daerah yang punya sumber air, setelah kumpulnya para raja atau siapapun yang berkunjung, itu biasaya banyak membuang atau melempar emas yang mereka punya. Sama seperti kepercayaan di Jepang, melempar koin emas di kolam,” jelas Agung
“Sama juga dengan Trowulan di Mojokerto, itu ada segaran atau kolam raksasa tempat raja biasa menerima tamu dari luar. Mereka biasa dijamu makan minum yang menunjukkan kemegahan Majapahit itu salah satunya menyajikan hidangan dengan piring emas dan gelas emas. Biasanya di akhir perjamuan itu, untuk menunjukkan raja yang besar, piring dan gelas emas itu dibuang di segaran itu,” sambungnya.
Tidak hanya ketika menerima tamu, warga setempat di era zaman Kerajaan Kanjuruhan juga selalu membuang perhiasan emas miliknya setelah melakukan pertapaan di gugusan candi-candi yang ada di sekitar wilayah tersebut.
Tidak heran, di kemudian hari banyak warga yang menemukan emas di telaga atau sungai di daerah Guyangan.
Diperkirakan warga yang menemukan emas di telaga dan sungai itu sudah terjadi sejak sekitar tahun 1900-an. Bahkan pada kisaran tahun 1970-an masih sempat diketahui ada kejadian penemuan emas. Banyaknya kejadian penemuan emas di telaga-telaga ini pun akhirnya yang membuat daerah Guyangan tersebut berganti menjadi Tlogomas. (ian/van)