MALANG POSCO MEDIA – Hari-harinya Karni bekerja sebagai sukarelawan Pengatur Lalu lintas (Supeltas) di Jalan Soekarno Hatta Kota Malang. Karena ketekunannya, warga Lowokwaru ini bisa kuliahkan anaknya hingga perguruan tinggi.
Karni tamatan SMA. Ia menyadari pendidikan sangat penting. Kendati bekerja sebagai supeltas dengan berbagai kisahnya, Karni punya obsesi besar. Yakni anak-anaknya harus mengenyam pendidikan tinggi.
“Anak saya tiga, yang pertama sudah menikah dan sekarang bekerja. Lalu anak kedua, syukur sudah kuliah di UMM sama yang ketiga itu cewek, juga sudah kuliah semester dua di UMM. Pendidikan ini memang yang utama untuk mereka,” ungkap Karni kepada Malang Posco Media.
Bekerja sebagai supeltas memang jarang ditekuni oleh perempuan. Di Kota Malang, sampai sejauh ini, hanya ada tiga orang perempuan yang resmi tergabung menjadi supeltas.
Selain membutuhkan fisik yang kuat, pekerjaan ini juga menuntut ketegasan, keberanian dan kecermatan. Karni mampu membuktikan dirinya bisa melakukan tugasnya sebagai supeltas.
Sebelum menjadi supeltas, Karni awalnya bekerja sebagai penjual kopi jalanan di Jalan Soekarno Hatta Kota Malang. Beberapa tahun menekuni pekerjaannya itu, tiba-tiba kios kopinya digusur. Memang diakui Karni lokasi berjualannya masuk dalam kawasan yang dilarang. Nasib sama juga dialaminya ketika ia mencoba berjualan roti bakar di tempat lain.
Akibat kejadian itu, Karni kebingungan untuk bertahan hidup. Dengan memikul tanggung jawab kelangsungan hidup anak-anaknya, Karni harus terus bekerja.
“Saya ngobrol sama anak-anak parkiran, apa ada lokasi di mana saja yang sekiranya saya bisa kerja untuk nyambung hidup. Katanya, kalau parkir susah carinya. Kalau mau seperti polisi cepek itu di jalan. Akhirnya tahun 2013 saya kerja apa saja ‘nyepek’ di dekat jembatan Soekarno Hatta awalnya. Sekarang geser kesini (simpang Jalan Semanggi Timur -Jalan Soekarno Hatta),” cerita Karni.
Di awal, tentu pekerjaan ini bukan suatu hal yang mudah. Ia mengatur lalu lintas mulai pukul 06.00 pagi sampai pukul 09.00 WIB. Di jalanan seperti kawasan Soekarno Hatta, waktu waktu tersebut memang sedang macet atau ramai-ramainya. Ada yang berangkat ke sekolah, berangkat kuliah, maupun berangkat kerja.
Dengan pakaian dan atribut seadanya, di awal-awal itu nyatanya Karni justru sering diprotes bahkan dimaki oleh para pengguna jalan.
“Saat saya dimaki, justru saya semangat. Berarti saya harus lebih tegar, lebih semangat, artinya saya harus kerja lebih keras. Untungnya anak-anak saya bisa memahami dan mendukung saya, walaupun di awal itu memang bertetesan air mata juga kita,” kenang dia.
Sekitar satu setengah tahun berselang, Karni memberanikan diri menjadi supeltas resmi. Ia diarahkan menuju Polresta Malang Kota untuk mendapatkan pembinaan dan arahan terkait teknis pengaturan lalu lintas. Mengikuti tahapan-tahapannya, Karni pun akhirnya mendapatkan atribut lengkap sebagai supeltas. Pengendara pun menjadi lebih menghormatinya.
“Sebelum pakai seragam supeltas ini saya pakai pakaian bebas. Saya berterimakasih kepada Polresta Malang Kota atas seragam ini karena kita di jalan ini seperti punya harga diri. Alhamdulillah sejak saya ada seragam supeltas seperti yang saya pakai sekarang, itu sangat beda perlakuan pengendara,” sebut wanita kelahiran 28 Agustus 1971
Kini, sudah 10 tahun lebih Karni menekuni pekerjaan supeltas. Sebagai pekerjaan sukarela, tentunya Karni hanya mengandalkan uang pemberian dari pengguna jalan. Tidak ada insentif dari pemerintah maupun pihak manapun. Kecuali asuransi jiwa, kecelakaan kerja dan hari tua yang ia terima.
Karena pendapatan yang tidak menentu ini, Karni pun akhirnya menjadikan supeltas ini lebih sebagai tempat memupuk amal dan pahala.
“Yang penting kerja ikhlas dan maksimal melayani. Dikasih Alhamdulillah, tidak pun harus tetap Alhamdulillah. Bagi saya, mereka yang dijalan itu kasih senyum ke saya saja sudah senang bukan main, apalagi mereka mau ‘manut’ (mematuhi, red) itu saya Alhamdulillah sekali. Insya Allah kalau sudah rezeki, tidak akan tertukar,” ujarnya.
“Insya Allah selama saya diberikan kesehatan oleh Allah, saya akan tetap melaksanakan pekerjaan ini. Kerja ini saya anggap jadi amal saya, karena di akhirat nanti, amal apa lagi yang bisa saya bawa,” sambung tamatan SMA Sriwedari ini.
Meski mungkin sebagian orang meremehkan dia karena supeltas perempuan, Karni berharap para pengendara atau pengguna jalan bisa diajak kerjasama. Jangan sampai seenaknya sendiri dan justru membuat pengguna lain terganggu.
Ia mengimbau agar pemilik kendaraan harus fokus dan tidak lupa menyalakan sein ketika ingin berbelok atau berhenti.
“Itu nomor satu. Setiap saya jaga, saya selalu mengingatkan terkait ‘riting’ (lampu sein). Karena itu penting. Malahan saya sampai dijuluki orang-orang itu ‘Bu Riting’ karena selalu teriak-teriak itu,” tandasnya. (ian/van)