spot_img
Sunday, December 22, 2024
spot_img

Lansia Jadi Prioritas, Jelang Armuzna Diminta Kurangi Aktivitas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA-Penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024   mengusung tagline ‘Haji Ramah Lansia’. Tercatat sebanyak 45.678 jemaah di atas usia 65 tahun  atau 21,41 persen dari total jemaah haji Indonesia yang mencapai 241 ribu orang. Untuk itu, Layanan Haji Ramah Lansia dan disabilitas menjadi prioritas Kementerian Agama RI.

Sejumlah ikhtiar dilakukan, termasuk menempatkan jemaah lanjut usia pada kursi prioritas (bisnis) saat  penerbangan, baik menuju ke Tanah Suci atau nanti ketika balik ke Tanah Air. Khusus lansia, mereka sudah tak bingung membawa koper kabin, lantaran sudah dibawakan hingga sampai ke hotel. Upaya lainnya adalah membuka kuota pendamping jemaah lansia yang di tahun 2023 lalu belum ada.

“Kita alokasikan secara khusus kuota pendamping jemaah lansia. Ini bagian upaya Kemenag wujudkan Haji Ramah Lansia,” terang Jubir Kemenag Anna Hasbie beberapa waktu lalu.

Menurut Anna, berdasarkan evaluasi penyelenggaraan haji 2023, ada sejumlah kebutuhan layanan lansia yang tidak bisa secara optimal bisa diakses petugas. Untuk itu, keberadaan pendamping yang umumnya adalah keluarga menjadi penting. Seperti kebutuhan layanan di kamar mandi yang lebih pas jika keluarga yang mendampingi lansia.

Atas kebijakan tersebut, jemaah dengan status pendamping bisa berangkat haji tanpa harus menunggu lama. Menurut ketentuan, minimal sudah ikut antre lima tahun, keluarga yang akan mendampingi bisa ikut berangkat bersama lansia yang didampingi. Kebanyakan jemaah lansia dengan pendampingan keluarga ini menggunakan kursi roda.

Upaya lain yang dilakukan Kemenag adalah merilis senam haji dengan gerakan yang juga ramah lansia. Tujuannya, agar bisa dipraktikkan lansia dalam menjaga kebugaran dan kesehatan mereka.

“Gerakan senam dirumuskan para pakar pada bidangnya termasuk dengan memperhatikan kondisi lansia. Gerakan ini bisa dilakukan saat di pesawat atau di hotel jemaah,” ujar Anna.

Lebih lanjut, kata Anna, Kemenag juga menginisiasi sejumlah program ramah lansia sejak dalam negeri, misalnya bimbingan manasik dengan mengedepankan rukhshah (keringanan), seremoni yang singkat (maksimal 30 menit dan dua sambutan), layanan prioritas di asrama haji dalam bentuk makan dengan menu khusus dan penempatan kamar di lantai bawah.

Menurut Anna, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menerbitkan Surat Edaran (SE) No 2 Tahun 2024 tentang Mekanisme Pengkloteran dan Penyusunan Pramanifes. Edaran ini ditujukan kepada Kepala Bidang PHU se-Indonesia, Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota se-Indonesia, Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi, dan Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi. “Edaran disusun dengan tujuan memberikan prioritas layanan kepada jemaah haji lanjut usia,” sebut Anna.

Sementara itu,  wartawan Malang Posco Media, Buari melaporkan dari Kota Makkah, sosialisasi Haji Ramah Lansia cukup gencar dilakukan petugas haji. Khususnya di hotel dan bus yang membawa jemaah haji untuk ibadah harian di Masjidil Haram. Termasuk menempatkan petugas khusus di terminal bus untuk membantu lansia yang menggunakan kursi roda. Mereka juga bertugas membantu dalam bernegosiasi dengan jasa pendorong kursi roda untuk keperluan tawaf atau sa’i saat menjalani umrah.

Visitasi dan Edukasi untuk sektor 9 di Hotel Rizq Palace di kawasan Misfalah Kota Makkah.

Meski mendapat layanan prioritas, jemaah lansia  diminta untuk mengurangi aktivitas yang sifatnya sunnah. Khususnya menjelang puncak haji 2024 di Armuzna (Arofah, Muzdalifah, Mina). Jemaah lansia diharapkan lebih fokus pada wajib haji, dengan mengurangi kegiatan umrah sunnah dan disarankan lebih banyak beribadah di hotel. Mereka juga mendapat bimbingan dalam  program Vitisasi dan Edukasi (Visduk) yang dilakukan Tim Layanan Bimbangan Ibadah (Bimbad). Seperti yang dilakukan jemaah haji lansia di Sektor 7, mendapat Visduk di Masjid Wanita Hotel Al Kiswah, Makkah, Senin (3/6) lalu. Kegiatan ini diisi oleh konsultan ibadah sektor tujuh dan tim Bimbingan Ibadah (Bimbad) Daker Makkah, seperti Prof Siti Mahmudah, KH Ahmad Shidqi, dan KH Moqsith Ghozali.

Kiai Moqsith menjelaskan, jemaah lansia yang diberangkatkan tahun ini mencapai 45 ribu. Karena itu, pihaknya memberikan edukasi tentang pelaksanaan ibadah yang ramah Lansia. Kiai Moqsith menyarankan sambil menunggu puncak haji, jemaah lansia untuk melaksanakan ibadah di hotel saja.

“Tidak usah memaksakan diri untuk beribadah di Masjidil Haram. Karena itu pasti membahayakan mereka sendiri. Padahal Allah menegaskan agar umat manusia ini melakukan hifdzun nafs, memelihara jiwa,” kata dia.

Sementara itu di sektor 9, Visduk untuk kloter 27, 29, 46 dan 52 dilakukan di Hotel Rizq Palace di kawasan Misfalah, Kota Makkah. Konsultasi ibadah disampaikan oleh Ustadz Asep tentang kebijakan pemerintah manasik jelang puncak haji di Armuzna.

“Skema prosesi haji sebenarnya ada tiga pilihan.  Pertama seluruh haji orang per orang melaksanakan haji bersama rombongannya, dijadikan satu maktap, mulai wuquf di Arafah sampai kembali pulang dilakukan secara bersama, dalam proses ini jemaah harus sehat,” terang Ustadz Asep.

“Kedua program safari wuquf, untuk jemaah yang sakit atau dalam perawatan. Saat tanggal 9 zulhijah di rumah sakit, prosesi wuquf diantar ke Arafah bakda duhur, tidak lama, bergantung kondisi jemaah, lalu dikembalikan ke rumah sakit untuk perawatan lagi. Ketiga, pemerintah berkewajiban untuk membadalkan jemaah yang meninggal dunia dalam rentang waktu mulai masuk embarkasi sampai waktu wuquf,” lanjutnya.

Khusus jemaah lansia  yang menggunakan kursi roda, menurut Ustadz Asep, masuk kategori pertama atau jemaah sehat. Meski melaksanakan puncak haji seperti jamaah lainnya, lansia masih mendapat fasilitas kemudahan. Khususnya saat mabit atau bermalam di Muzdalifah. Mereka bisa mengikuti skema baru yang membuat jemaah bisa berhaji tanpa mabit di Muzdalifah yaitu dengan murur (melintas).

“Di Musdalifah ada kebijakan baru dari pemerintah yaitu program murur, jemaah tidak turun dari bus, khususnya jemaah lansia,  hal ini untuk mengurangi kapasitas di Muzdalifah yang sebagian lokasinya sekarang dipakai bangunan. Jadi jemaah tidak diinapkan, hanya lewat saja, sampai tengah malam. Hajinya tetap sah, dengan mabit atau murur,” jelas Ustadz Asep. (bua/jon/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img