MALANG POSCO MEDIA – Pekerjaan tampaknya tak bisa jauh dari passion. Jadi istri seorang pesepakbola dengan status One Man Club Dendi Santoso, Vivi Rezky Dirgayatri Nugraheni pun terbawa untuk menyukai dunia sepak bola. Sempat menjalani berbagai bisnis, kini ia seakan tak bisa lepas untuk mengurus sepak bola, dengan menjadi CEO di Dendi Santoso Soccer School (DSSS).
Sekolah sepak bola ini sudah lebih dari tiga tahun. Dibuka ketika ganasnya pandemi Covid, DSSS tidak sekadar bertahan namun terus berkembang.
Di balik eksisnya sekolah sepak bola yang memiliki fasilitas mewah tersebut, Vivi bisa disebut adalah mesin penggeraknya. Ia yang mengurusi perkembangan DSSS, terutama dari segi promosi, event hingga pertumbuhan jumlah siswanya.
Maklum, sang suami pasti akan disibukkan dengan aktivitas di lapangan sepak bola bersama Arema FC. Dendi yang membuka SSB demi impiannya memberikan ilmu sepak bola sejak dini, lebih melihat dari sisi teknis ilmu sepak bola, yang dituangkan lewat sistem kepelatihan di DSSS.
“Ini bentuk support untuk hal yang disukai suami. Saya melihat Mas Dendi pasti butuh dukungan dalam memikirkan perkembangan DSSS ini. Dia tetap 100 persen bermain sepak bola, tapi tidak melupakan salah satu mimpinya untuk membangun dan membesarkan sebuah sekolah sepak bola,” kata Vivi.
Menurutnya, menjaga DSSS hingga kini berjalan ke usia empat tahun, tentu tidak mudah. Apalagi, SSB tersebut dibuka dan berjalan di tengah pandemi Covid-19. Awal-awal dulu, untuk meyakinkan dukungan dari sponshorsip juga tidak mudah. Begitu juga menjaring siswa.
“Bayangkan, saat merencanakan sudah matang, lalu PPKM. Tertunda dulu sebentar, akhirnya buka ketika Covid sejenak mereda. Dulu, latihan saja ngaturnya benar-benar harus pintar. Menjaga DSSS tetap aman dan sehat, huh luar biasa kalau diingat-ingat. Belum lagi saat pendaftaran, saya membuat sistem promosinya, lalu ikut nyebar brosur di parkiran, di lampu merah,” tambahnya.
Dia bersyukur, DSSS bisa tetap eksis dan terus berkembang. Bukan berarti tugasnya selesai. Harus kreatif karena dengan usia yang bertambah, maka ekspektasi orang juga semakin besar.
“Sekarang ya bukan lagi berupaya bertahan, harus berupaya semakin dikenal. Misal dengan membuat event, mengikuti agenda atau turnamen atau perkembangan bisnis dan fasilitas di DSSS, harus terus dipikirkan,” jelas dia.
Sebelum di titik sekarang, Vivi dan Dendi sempat menjalani berbagai bisnis. Mulai berjualan produk fashion di bazaar, membuka stand minuman, clothing hingga barbershop. Namun semuanya mandek, karena ketika sudah sibuk sepak bola, Dendi mempercayakan penuh pada orang lain hingga akhirnya terdapat kendala.
“Memang pelajarannya, tetap butuh kontrol. Nah sebelumnya, karena mungkin bukan sesuatu yang dijalani sehari-hari, bukan passion dari keluarga istilahnya, jadi ceroboh atau kadang kalau terkendala seperti kurang teliti,” ungkapnya. Tapi kondisinya berbeda ketika mengurus DSSS. Vivi akan langsung turun tangan, sementara suaminya tetap berkonsentrasi di sepak bola. (ley/nda)