Reaksi terhadap putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permintaan Partai Garuda untuk mencabut batasan usia calon yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah tahun 2024 sangat beragam. Tindakan ini telah memicu diskusi yang kontroversial tentang keuntungan dan kerugian dari penghapusan batasan usia dalam pemilihan kepala daerah. Tulisan ini akan membahas semua aspek dari pilihan ini, termasuk kemungkinan keuntungan dan kerugiannya.
Memberikan ruang bagi generasi muda dalam politik adalah salah satu pembenaran utama untuk mencabut batasan usia. Selain memiliki akses yang lebih baik terhadap pengetahuan dan teknologi, generasi muda saat ini juga memahami isu-isu modern seperti digitalisasi, hak asasi manusia, dan perubahan iklim.
Dengan melibatkan lebih banyak pemimpin muda, diharapkan politik Indonesia dapat lebih responsif terhadap perkembangan zaman dan perubahan kebutuhan masyarakat.
Keterlibatan kaum muda juga dianggap sebagai sarana untuk membawa ide-ide segar dan vitalitas ke dalam sistem politik yang mungkin sudah mulai mengalami kebuntuan. Dalam hal menangani masalah-masalah lokal, para pemimpin muda dapat menawarkan ide-ide baru dan sikap yang lebih kontemporer. Selain itu, karena kaum muda merupakan bagian yang cukup besar dari populasi Indonesia, mereka sering kali menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap tujuan-tujuan mereka.
Namun, kedewasaan dan pengalaman masih merupakan komponen penting dalam kepemimpinan. Dalam upaya untuk menjamin bahwa para kandidat memiliki pengalaman hidup dan profesional yang memadai sebelum menduduki jabatan publik, batas usia minimum untuk kandidat kepala daerah telah ditetapkan. Memiliki banyak keahlian sering kali diperlukan untuk menangani kesulitan dan seluk-beluk pemerintahan daerah.
Jika tidak ada batasan usia, ada kekhawatiran bahwa pelamar yang terlalu muda mungkin tidak memiliki pengalaman dan kedewasaan untuk membuat pilihan yang masuk akal. Keputusan yang diambil dengan tergesa-gesa atau tidak matang berisiko tidak diterima dengan baik oleh masyarakat yang mereka awasi. Oleh karena itu, meskipun mendorong kaum muda untuk mengambil peran kepemimpinan adalah hal yang baik, sangat penting untuk memastikan bahwa mereka mampu dan siap.
Dinamika politik dan kepentingan partai harus dipertimbangkan saat menafsirkan putusan Mahkamah Agung. Pembuat petisi, Partai Geruda, mungkin melihat penghapusan batasan usia sebagai taktik untuk menarik lebih banyak pemilih muda. Tindakan ini dapat membuat partai ini lebih menarik bagi kaum muda yang merasa lebih terwakili oleh kandidat-kandidat yang sebaya dengan mereka.
Namun, tanpa aturan yang tepat, beberapa partai mungkin akan menggunakan pencabutan batasan usia untuk mempromosikan kandidat yang kurang kompeten karena popularitas atau kedekatan politik. Hal ini dapat membahayakan kredibilitas proses pemilu dan menghasilkan pemimpin yang tidak memiliki keterampilan atau dedikasi yang diperlukan untuk pelayanan publik. Oleh karena itu, sangat penting bagi partai politik untuk memberikan bobot yang sama terhadap kualifikasi dan karakter moral kandidat selain usia mereka.
Akan tetapi, demokrasi yang inklusif juga harus menjamin proses pemungutan suara yang adil dan baik. Menghapus batasan usia harus dibarengi dengan prosedur verifikasi dan seleksi yang ketat untuk menjaga kualitas pelamar. Misalnya, penting untuk mengevaluasi secara menyeluruh kualifikasi kompetensi, integritas, dan kinerja masa lalu untuk memastikan bahwa setiap kandidat benar-benar layak dan siap untuk mengemban tugas mereka.
Pelaksanaan penghapusan batas usia pada pemilu 2024 akan penuh dengan kesulitan praktis. Memastikan proses seleksi pelamar tetap tidak memihak dan ketat adalah salah satu hambatan terbesar. Kolaborasi antara partai politik dan otoritas pemilu diperlukan untuk memberikan standar yang transparan dan tidak ambigu dalam mengevaluasi kandidat. Selain itu, ada kesulitan untuk mengubah opini publik.
Permohonan Partai Garuda untuk mencabut batas usia bagi kandidat dalam pemilihan umum daerah tahun 2024 dikabulkan oleh Mahkamah Agung, yang menghadirkan peluang dan kesulitan baru. Beberapa saran dapat dipertimbangkan untuk mengoptimalkan keuntungan dari pilihan ini:
1. Pendidikan Politik yang Lebih Baik: Untuk melatih generasi penerus yang cakap dan bermoral, partai politik dan lembaga pendidikan harus meningkatkan inisiatif pendidikan politik mereka.
2. Pengawasan yang Ketat: Untuk menjamin bahwa hanya orang-orang yang benar-benar layak yang mencalonkan diri, prosedur pengawasan dan seleksi harus diperkuat. Hal ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap kualifikasi, pengalaman, dan dedikasi para kandidat.
3. Sosialisasi yang intens: Untuk mengubah opini publik yang berpotensi konservatif, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang keuntungan dari melibatkan pemimpin muda.
4. Fasilitasi Inovasi: Para pemimpin muda harus membawa perspektif baru dan ide-ide inovatif, dan pemerintah serta partai politik harus mendukung mereka dengan menyediakan sumber daya yang mereka butuhkan untuk mewujudkan proyek-proyek ini.
Pilihan ini dapat menjadi pengubah permainan bagi politik Indonesia, memberikan partisipasi yang lebih inklusif dan representatif dalam pemerintahan, asalkan diimplementasikan dengan pemantauan yang tepat dan pendidikan yang komprehensif. Untuk memastikan bahwa setiap kandidat yang mengajukan diri benar-benar siap untuk memikul tanggung jawab yang sangat besar. (*)