Erlangga: Tiap Tahun Harus Bayar PBB Rp 4,5 M
MALANG POSCO MEDIA– PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim berharap DPRD Jatim ikut mendorong agar Pergub Nomor 8 Tahun 2019 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diubah (baca: diamandemen). Sebab pergub ini membelenggu BUMD Jatim memaksimalkan aset-aset yang tidak produktif untuk dilepas ke pihak lain.
Harapan tersebut diungkapkan Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim Ir Erlangga Satriagung saat bincang santai dengan Malang Posco Media (MPM) di kantornya di Jalan. Margorejo Surabaya, kemarin siang.
‘’Ibaratnya, kita ini (PWU) diperintahkan untuk perang tapi cuma dibekali pistol saja. Kan, pistol itu kecil. Pelurunya terbatas. Musuhnya, pakai tank gede-gede yang sekali tembak bisa dapat banyak sasaran,’’ kata Erlangga mengibaratkan posisi dirinya sekarang ini.
Dikatakan Erlangga bahwa PWU yang dikendalikannya sejak akhir tahun 2018 memang belum memenuhi ekspetasi semua pihak. Termasuk persoalan masih terbatasnya setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke pundi-pundi Pemprov Jatim.
Kendala utama berkembangnya PWU, lanjut dia, tidak lain karena terbatasnya modal yang dimiliki PWU. Memang persoalan ini (modal terbatas) terlalu klasik. Tetapi persoalan klasik inilah menjadikan ruang gerak PWU sangat terbatas.
‘’Contohnya begini, sampean punya modal Rp 1 miliar, maka ruang lingkup yang dikejar ya diangka Rp 1 miliar itu. Tidak mungkin punya modal Rp 1 miliar kemudian mau mengejar yang nilainya Rp 5 miliar. Ini yang harus dipahami semua pihak,’’ kilah mantan ketua Umum KONI Jatim ini.
Direksi PWU Jatim, lanjut Erlangga, sangat menyadari kekuatan Pemprov Jatim menyuntikkan modal ke PWU sangat terbatas. Di sisi yang lain, PWU juga banyak kesulitan untuk mendapatkan suntikan modal meski ada peluangnya.
‘’Mungkin ada yang berpikiran, tambah modal kan bisa dengan ngajak investor lain? Kan PWU Jatim bisnisnya bagus-bagus. Tapi praktiknya, sampai hari ini, investor tidak tertarik kerjasama dengan BUMD. Dengan PWU Jatim. Kenapa? Kerjasama dengan perusahaan plat merah banyak aturannya,’’ kata Erlangga sembari menyebut masalah yang biasanya dikeluhkan calon investor.
Menurut dia, solusi utama penambahan modal untuk PWU Jatim dengan cara melepas atau menjual aset-aset yang tidak produktif. Asset PWU Jatim saat ini nilainya sekitar Rp 5 triliun dan yang tidak produktif kurang lebih Rp 2 triliun.
Sayangnya jalan keluar ini tidak bisa dilakukan karena ruang gerak PWU dibatasi Pergub Nomor 8 Tahun 2019. Dalam pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa penyertaan modal pemerintah provinsi untuk pendirian BUMD yang berupa barang milik daerah yang berbentuk tanah dan atau bangunan tidak boleh dipindahtangankan ke pihak lain.
‘’Saya sudah pernah mengajukan pengubahan tapi tidak bisa. Tidak boleh. Padahal sebuah perusahaan menjual aset tidak produktif lima sampai 10 persen bukan tindakan luar biasa. Tapi, biasa-biasa saja,’’ tuturnya.
Ditambahkan Erlangga, setiap tahun, PWU Jatim harus mengeluarkan biaya Rp 4,5 miliar untuk membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk aset-aset yang tidak produktif itu. Ironisnya lagi, tarif PBB atas aset yang tidak produktif itu tiap tahu selalu ada kenaikan.
‘’Kami bayar PBB unutk bekas pabrik keramik Dinoyo Malang, sangat mahal sekali. Tiap tahun selalu naik. Ironisnya, pabrik itu tidak bisa dimaksimalkan untuk mendukung bisnis holding,’’ keluh Erlangga.
Sementara itu dari data yang dihimpun Malang Posco Media menunjukkan, asset tidak produktif milik PWU Jatim di antaranya bekas pabrik keramik Dinoyo Malang, tanah di atas bukit di desa Sumber Mlaten Lawang, Malang, tanah di Jalan Selayar Banyuwangi, tanah di Jalan Basuki Rahmad Banyuwangi dan tanah di Jalan Jaksa Agung Suprapto Banyuwangi.
Tiga aset terakhir sulit dimanfaatkan karena luasnya tidak sampai 150 M2. ‘’Aset yang seperti ini maunya dijual saja ketimbang tiap tahun bayar PBB. Cara jualnya, monggo misalnya ada petugas
Appraisal khusus atau independent untuk menilainya. Biar semua terbuka klir and klin,’’ pungkas Erlangga. (has/van)