Takim dan Segala Upaya Lestarikan Bantengan
Takim warga Jalan Kendedes Desa Tulusbesar Kecamatan Tumpang mengabdikan dirinya untuk kesenian Bantengan di Kabupaten Malang. Sejak tahun 1993 ia aktif membuat properti Bantengan hingga dilirik wisatawan asing. Ia kini meluangkan waktunya untuk memberikan edukasi kepada anak-anak.
MALANG POSCO MEDIA – Dinding ruang rumah di Jalan Kertanegara Desa Tumpang Kecamatan Tumpang itu dipenuhi properti atau alat yang digunakan untuk seni pertunjukan Bantengan. Belasan properti menyerupai kepala banteng berjejer di tempat berukuran sekitar 5 x 10 meter tersebut.
Itulah kondisi ruang padepokan kesenian Bantengan yang dibuat oleh Takim sejak tahun 2010. Padepokan Galogo Djati, begitu dinamai oleh pria berusia 53 tahun tersebut. Di luar ruangan, persisnya di halaman depan rumah terdapat pohon-lohon rindang terlihat asri.
“Padepokan ini tempat bersama-sama untuk membahas atau mendiskusikan perihal kesenian Bantengan,” ujar Takim saat ditemui Malang Posco Media, beberapa waktu lalu.
Ia memang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai pegiat seni Bantengan. Takim mulai mencintai kesenian ini dari anggota keluarganya yang terdahulu.
“Simbol kesenian Bantengan itu guyub, rukun, persaudaraannya kuat dan kental,” ucap bapak dua anak tersebut. Ia ingin terus mengabdikan dirinya untuk kesenian Bantengan.
“Padepokan saya sekarang cendrung jarang perfomance. Saya sekarang lebih edukasi anak-anak mulai setara SD dan banyak menyukai kesenian Bantengan,” ucap Takim.
Anak-anak tersebut berasal dari Desa Tumpang dan sekitarnya. Mereka datang dengan niat untuk mengetahui kesenian Bantengan kemudian dikenalkan atau diberi edukasi tentang kesenian Bantengan oleh Takim.
“Anak-anak itu lebih diberikan edukasi soal gerakan dan ada juga saya ajari membuat properti Bantengan,” imbuhnya. Ia berharap kesenian Bantengan senantiasa dapat menghibur masyarakat hingga tak bisa lekang oleh waktu.
Mulai tahun 2002 hingga 2012, lanjut Takim, properti Bantengan buatannya sempat dilirik oleh orang luar negeri, di antaranya orang Belanda, Amerika dan Australia. Turis tersebut datang ke padepokan milik Takim usai berwisata di Candi Jago Desa Tumpang Kecamatan Tumpang.
“Dulu awalnya orang mancanegara itu mampir ke padepokan saya setelah berwisata ke Candi Jago. Kemudian tertarik dengan Bantengan yang saya buat lalu dia membeli,” kata pria yang menggunakan ikat kepala layaknya pegiat kesenian saat ditemui.
Menurutnya, kesenian Bantengan yang kini menjadi tontonan semua kalangan dapat berpeluang mendatangkan nilai ekonomi. Terutama oleh pengrajin pembuat properti Bantengan. Apalagi saat ini, lanjut Takim, Bantengan hampir rata adanya di seluruh wilayah Kabupaten Malang.
“Dulu saya jual ke orang asing lima kali lipat dari harga sini. Harga properti Bantengan variatif, ” urai pria yang kerap menggunakan pakaian serba hitam ini. Takim berharap dengan semakin menjamurnya grup dan acara Bantengan di Kabupaten Malang dapat semakin meningkatkan perekonomian masyarakat terutama pelaku UMKM. (den/van)