spot_img
Thursday, February 6, 2025
spot_img

Senioritas di Era Revolusi Industri 5.0

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Agus Harianto, M.Pd.

Kepala SMAN 1 Sumbermanjing

Menghargai senioritas, tatanan, dan silsilah mungkin tampak sebagai sebuah bentuk feodalisme yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan, HAM, dan modernisme. Prinsip-prinsip yang pada dekade ini diyakini merupakan hal terbaik, diyakini bisa memberikan peluang atau kesempatan untuk bisa berkarya dan berkarier. Bahkan banyak orang merasa bahwa prinsip inilah yang dianggap paling benar.

Namun pada kenyataannya justru banyak masalah yang muncul justru karena kebebasan tersebut. Tentu saja karena kebebasan yang tidak disertai dengan tanggung jawab nyata. Hal inilah yang menjadikan banyak ketimpangan terjadi dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini.

Seiring dengan hal tersebut bahwa perkembangan dan pembangunan dalam segala lini kehidupan ini jelas tidak bisa dibendung dengan apa pun. Revolusi industri 5.0 yang diikuti social society 5.0 merupakan sebuah realita sosial yang benar-benar harus kita ikuti dengan bijak.

Menolak perkembangan jelas bukan tindakan yang bijak karena justru akan menjadikan kita tertinggal dan tertindas. Tindakan yang bijak adalah dengan mengikuti dan berusaha beradaptasi dengan semua kondisi yang ada. Dengan demikian akan banyak hal yang bisa kita peroleh untuk memperkaya diri dengan kebaruan dan modernisme. Nah, pada kondisi seperti inilah kadang kita menemukan kebebasan yang tidak disertai dengan tanggung jawab yang benar. Pada akhirnya ketimpangan di atas terjadi.

Kebebasan berpendapat, bersikap, dan bertindak tanpa dibersamai dengan pemikiran yang bijak sangat mungkin akan berdampak pada melemahnya etika dalam komunikasi. Etika berkomunikasi yang dirasakan semakin melemah sangat mungkin menimbulkan ketersinggungan sosial dan terkikisnya nilai moral dan saling menghargai di antara sesama.

Hal ini akan sangat berdampak pada produktivitas dan kualitas kinerja. Dalam kondisi seperti ini maka muncul sebuah pertanyaan, apakah senioritas dan penghargaan terhadap silsilah dan etika birokrasi sudah tidak diperlukan lagi?

Berbicara tentang senioritas, kita harus mampu memilih dan memilah bidang-bidang yang memang harus diperhatikan. Senioritas dalam usia, akademis, atau profesi harus bisa dibedakan. Senioritas dalam hal usia sudah pasti tidak bisa dipungkiri tetap diperlukan agar etika berkomunikasi tetap terjaga.

Senioritas dalam hal akademis tampaknya tidak bisa lagi dikorelasikan dengan usia. Banyak junior yang justru sangat senior dalam bidang akademik. Sementara itu senioritas profesi juga harus diperhatikan agar tetap terjaga etika dalam bidang birokrasi.
Selanjutnya harus ada pengakuan bahwa kepemimpinan bagus seharusnya didasarkan pada prestasi, bukan sekadar senioritas usia atau silsilah, bisa diasumsikan sebagai langkah menuju proses pengambilan keputusan yang lebih adil dan inklusif.

Berdasarkan pada hal tersebut, maka keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab harus benar-benar terjaga, tidak sekadar mencakup tanggung jawab individu tetapi juga tanggung jawab sosial dan moral terhadap masyarakat atau lingkungan.

Sementara itu etika sebagai kendali diri dalam komunikasi, harus menjadi bagian integral dalam menjaga keseimbangan yang dimaksud. Dengan demikian akan terjadi korelasi yang baik antara keseimbangan etika dan tanggung jawab. Terlepas dari itu semua, penyesuaian terhadap fenomena percepatan teknologi dan perubahan sosial bukan hanya menjadi sebuah keharusan, melainkan juga kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan.

Dalam kondisi seperti itu maka sangat penting untuk tetap menjaga sikap kritis terhadap tradisi, budaya, dan tatanan sosial yang mungkin sudah tidak sejalan, tidak lagi relevan dengan dinamika perkembangan zaman.

Dalam bidang pendidikan senioritas pernah terjadi dalam kegiatan MOS yang kemudian diubah MPLS. Senioritas bisa berdampak negatif jika dilakukan dengan tujuan yang memang tidak sesuai dengan dasar-dasar pendidikan moral dan karakter. Namun justru akan membangun jati diri, moral, dan karakter yang baik jika senioritas benar-benar dipakai sebagai alat pendidikan.

Adanya istilah kakak dan adik dalam pendidikan kepramukaan jelas merupakan penerapan senioritas. Dapat diketahui bahwa pendidikan kepramukaan benar-benar bisa membentuk karakter dan moral yang baik, mandiri, tangguh, dan disiplin. Dapat dikatakan bahwa profil pelajar Pancasila terdapat dalam Gerakan Pramuka.

Sebagaimana dikatakan oleh M. Noor Rochman Hadjam dan Wahyu Widhiarso (2003:46) bahwa senioritas adalah pandangan tentang figur lebih tua di sekolah memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada yang lebih muda. Hal ini diartikan bahwa yang lebih tua bisa menindas yang lebih muda dengan sejumlah aturan yang ditetapkannya. Tidak seharusnya pernyataan di atas terjadi, namun realita lebih banyak menunjukkan hal tersebut.

Maka menjadi kewajiban semua orang yang memiliki kepedulian terhadap generasi bangsa untuk meluruskan hal tersebut. Dalam arti bahwa kita harus berpikir lebih bijak meletakkan senioritas dalam kehidupan berbangsa dan negara ini. Semua tatanan yang sudah baik tidak boleh dihancurkan begitu saja hanya karena rendahnya pemahaman terhadap istilah senioritas.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img