Livie Sukma Taristania, Arsitek Berbakat dengan Sederet Prestasi
Bakat dan minat sejak kecil, menjadi bekal dan dorongan yang berharga untuk meraih prestasi. Ini dialami arsitek muda andalan Kota Malang, Livie Sukma Taristania. Ia punya segudang prestasi.
MALANG POSCO MEDIA– Livie Sukma Taristania sudah memenangkan banyak sayembara dan kompetisi arsitektur. Mulai dari tingkat nasional maupun internasional. Tidak hanya itu, ia juga menggarap banyak proyek pemerintah daerah, maupun proyek dari luar negeri.
“Kalau yang dari luar negeri, itu banyaknya untuk membangun rumah tinggal. Seperti di Arab Saudi sama dari Amerika. Untuk sekarang ini lebih banyak ikut lelang proyek pemerintah,” terang Livie kepada Malang Posco Media.
Ia menceritakan, kecintaan terhadap dunia arsitektur berawal dari kegemarannya menggambar saat masa kecilnya. Sejak kecil, ia bahkan sudah memimpikan menjadi seorang seniman. Berjalan waktu, bakat dan minatnya itu lebih terarah ke dunia arsitektur.
Livie menceritakan, di saat lulus SMA lah ia mantap memilih masuk di jurusan Arsitektur setelah berbagai pertimbangan. “(Pertimbangannya) kalau cewek jadi seniman, mungkin kurang ada masa depannya. Akhirnya mantap milih arsitektur, itu jadi pilihan pertama saat daftar kuliah,” sebut alumnus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) ini.
Selama kuliah, Livie memberanikan diri mengikuti beragam sayembara. Dari sejak saat itu, ia mulai memperbanyak pengalaman. Dia mengaku sudah tak mengingat berapa banyak sayembara yang pernah diikuti karena memang sudah terlalu sering. Setelah lulus pada 2010, ia langsung bekerja menjadi arsitek junior di Sidoarjo.
“Setelah dua tahun cari pengalaman di Sidoarjo, saya balik ke Malang dan ternyata dapat proyek. Proyek pertama saya itu ya Thursina IIBS (dulu masih bernama Tazkia). Itu mulai 2012 bertahap pembangunannya, sampai sekarang berproses,” beber wanita berusia 35 tahun ini.
Sejak mendapatkan proyek Thursina, namanya pun perlahan terangkat. Ia kemudian dipercaya menjadi arsitek di sejumlah proyek pembangunan lain. Kebanyakan ia menerima pekerjaan untuk pembangunan sekolah.
Misalnya membuat sebuah masterplan pembangunan sekolah di Bojonegoro, lalu rancang bangun sebuah asrama kelas di salah satu sekolah di Jombang, hingga merancang sekolah di Salatiga.
“Karena saya sudah terlanjur dari awal seperti ‘branding’ saya sudah bangun sekolah, akhirnya klien yang datang ke saya itu klien yang mau membangun sekolah. Termasuk di UB itu untuk pengembangan gedung gedung kuliah,” sebut Livie.
Sementara untuk sayembara, Livie mengaku saat ini sudah jarang mengikuti. Hanya sesekali saja untuk ‘refreshing’ atau penyegaran dikala bosan menggarap sebuah proyek. Selain itu, ia kini sengaja hanya menerima sesekali sayembara dari luar negeri hanya untuk mengetahui tren dan perkembangan arsitektur yang terbaru.
Selain sayembara dan proyek, Livie juga tercatat memenangkan banyak kompetisi internasional. Misalnya seperti juara satu kompetisi desain konsep Resort Lombok pada 2013, lalu First Winner Sacramento AC Airport Hotel International pada 2017, First Winner Architect and Interior Designer of Tiny Compact House at Florida International Design Competition pada 2018, Finalist Nautical Micro Museum International Architecture Competition for Baglietto Spain pada 2022 dan masih banyak lainnya.
Dengan segudang prestasi dan pengalaman, Livie mengaku profesi arsitek saat ini memang cukup menjanjikan. Apalagi saat ini masih ada gap atau kesenjangan terkait banyaknya permintaan yang berbanding terbalik dengan terbatasnya jumlah arsitek yang sudah berlisensi.
Namun begitu, Livie mengaku dirinya akan sangat bangga jika hasil desain arsitekturnya bisa diwujudkan sesuai dengan karyanya. Ia mencontohkan, seperti karyanya pada Thursina Internasional Islamic Boarding School, hasil pembangunannya sesuai dengan desain yang ia buat.
“Kadang- kadang yang dibangun itu tidak sesuai (dengan desainnya). Kalau hasil pembangunannya itu bisa sesuai, saya merasa klien itu menghargai dan paham bahwa meng’hire’ (merekrut) arsitek itu karena ada ilmu dan ada perhitungannya,” jelas Livie yang juga dosen di Pendidikan Profesi Arsitek Fakultas Teknik UB.
Namun demikian, Livie bersyukur karena masyarakat secara umum, kini sudah mulai menyadari betapa pentingnya peran arsitek ketika akan membuat sebuah bangunan. Selain untuk estetika atau keindahan fasad bangunannya, faktor safety atau keamanan dari segi struktur konstruksi juga kini sudah mulai diperhatikan oleh masyarakat.
Sebab jika kekuatan konstruksi tidak diperhitungkan, maka bangunan tersebut menjadi berbahaya untuk kedepannya. Maka dari itu, Livie juga berharap agar masyarakat mempercayakan hal tersebut kepada arsitek, khususnya kepada arsitek yang sudah berlisensi. Ditandai dengan adanya Surat Tanda Register Arsitek (STRA).
“Dengan arsitek, masyarakat mengetahui bagaimana cara bikin rumah sehat, tapi terjangkau dari segi biaya konstruksi dan pengadaan. Itu peran arsitek. Jadi bisa lebih hemat dan sebagainya. Mulai dari pemilihan material hingga desain,” tuturnya. (ian/van)