Dilakukan dengan Mikroskop Canggih Rp 11 Miliar
MALANG POSCO MEDIA – RSUD dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang melakukan prosedur operasi rekonstruksi bagi penyintas kanker payurara. Ini sudah dilakukan rumah sakit milik Pemprov Jatim itu sejak beberapa tahun terakhir. Yakni menggunakan teknologi tinggi.
Untuk diketahui, kasus kanker payudara menempati urutan kedua terbanyak kasus kanker di seluruh dunia. Perkiraannya 2,3 juta kasus per tahun 2022 lalu. Ini berdasarkan jurnal oleh A Cancer Journal for Clinicans pada 2024.
Sementara di Indonesia, berdasarkan data dari WHO, setidaknya ada 65 ribu kasus kanker payudara yang dilaporkan. Seperti gunung es, kasus kanker payudara ini diperkirakan jumlahnya lebih banyak daripada yang dilaporkan.
Bagi para penyintasnya, kanker payudara ini menyebabkan sampai kehilangan payudara. Kualitas hidup para penyintasnya tidak sama seperti wanita pada umumnya.
Karena itulah RSSA Malang berusaha memberi solusi. Beberapa tahun ini telah berkembang operasi rekonstruksi payudara yang membuat para penyintasnya kembali memiliki payudara
“Kami sudah beberapa kali rekonstruksi payudara. Sebulan kira-kira satu kali. Kalau sekarang dengan teknologi makin bagus, RSSA punya mikroskop yang canggih, sehingga tingkat keberhasilan lebih tinggi. Sampai sekarang mencapai 90 persen keberhasilannya. Kalau dulu masih awal-awal masih sulit, karena butuh bedah mikroskop sendiri,” terang Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik RSSA Malang Dr. dr. Herman Yosef Limpat Wihastyoko, Sp.BP-RE.,Subsp.KM (K) dalam Grand Lecture, Live Surgery dan Workshop Cadaveric, Senin (30/9) kemarin di RSSA Malang.
Operasi rekonstruksi payudara adalah prosedur medis yang telah mengalami banyak perkembangan inovatif dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyaknya wanita yang mengalami kanker payudara, maka makin banyak yang memerlukan opsi rekonstruksi yang aman dan efektif.
Sederhananya, penyintas kanker akan menjalani operasi bedah plastik untuk membuat kembali payudara. Biasanya, payudara itu dibuat kembali dari jaringan organ lain dari tubuhnya sendiri.
“Bahkan dari perut, menjadi kencang terus dinaikkan ke atas (ke dada), kemudian membentuk payudara. Lemak dari paha pun juga bisa,” sebut Herman.
Disinggung untuk segi biaya operasi rekonstruksi payudara ini, tentunya sangat bergantung dari kondisinya. Sebab, kondisi masing-masing pasien atau penyintas kanker tentu berbeda-beda. Risikonya pun berbeda-beda. Namun demikian, Herman menyebut, prosedur ini ternyata juga sudah tercover dalam BPJS.
“Sampai saat ini BPJS sudah memberikan cover untuk prosedur rekonstruksi. Cuma besarannya tidak begitu mencukupi, karena tindakan rekonstruksi membutuhkan beberapa tahap. Kanker kan menjadi program utama pemerintah untuk diselesaikan, makanya ada program KJSU (Kanker, Jantung, Stroke, Uronefro),” jelas Herman yang juga Ketua Program Studi Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ini.
Namun demikian, Herman menyoroti, kesadaran masyarakat terhadap kanker ini masih relatif rendah. Betapa tidak, biasanya penderita kanker baru datang berobat ketika penyakitnya sudah masuk dalam stadium 3. Bahkan ada yang sudah stadium 4 baru datang berobat.
Padahal semestinya hal ini bisa disadari dengan cara sederhana. Yakni memeriksa payudara sendiri (Sadari). Apabila ditemukan sesuatu yang aneh atau kelainan pada payudaranya, maka disarankan segera ke dokter. Belum banyaknya masyarakat yang teredukasi ini lah yang menyebabkan jumlah kasus kanker menjadi cukup banyak.
“Ketika kena kanker payudara, semakin dini stadiumnya, semakin harus cepat dilakukan tindakan dan rekonstruksinya. Kebanyakan dari kita, terutama perempuan itu malu, datang pasti terlambat. Di RSSA kalau lihat Poli Onkologi, pagi sampai jam 3 sore itu belum selesai. Banyak banget,” beber dia.
“Jadi ketika kita menemukan yang aneh, kemudian diagnosanya pasti, semakin mudah dilakukan rekonstruksinya. Kualitas hidup, kepercayaan diri dan masalah-masalah lainnya dapat diatasi. Rekonstruksi itu bukan sesuatu yang menakutkan,” sambungnya.
Dalam kesempatan kemarin, juga menghadirkan Prof Sinikka Suominen, MD., Ph.D dari University of Helsinki Finlandia. Ahli bedah plastik itu berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman bersama dengan sejumlah klinisi, dokter, perawat dan mahasiswa saat kegiatan grand lecture kemarin.
Disampaikan Sinikka, di Finlandia, operasi rekonstruksi payudara sudah cukup sering dilakukan. Bahkan, untuk hasil terbaik, ia selalu sampaikan kepada pasiennya berbagai informasi tentang prosedur yang akan dijalani serta apa yang diinginkan dari pasien. Ia pun ingin berbagi ilmu dan mengetahui sejauh apa operasi rekonstruksi payudara ini dilakukan di Indonesia
“Operasi rekonstruksi payudara sudah sehari-hari dikerjakan. Biasanya kami selalu konsultasikan dengan pasien, bagaimana yang mereka inginkan. Kami bersama tim selalu berusaha lakukan yang terbaik,” ujar Sinikka.
Sementara itu, Wadir Pendidikan dan Pengembangan Mutu Pelayanan RSSA Dr. dr. Fauzan Adima, M.Kes, FISQua menyampaikan, operasi rekonstruksi payudara di RSSA kini dilakukan dengan mikroskop canggih senilai Rp 11 miliar. Namun ia menyebut, pihaknya melalui dokter spesialis bedah plastik masih melakukan kajian apakah hal ini bakal menjadi layanan reguler akibat banyaknya kasus kanker.
Yang pasti, untuk saat ini, perlu edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan dan informasi mengenai operasi bedah plastik untuk payudara ini.
“Ilmu bedah plastik bukan hanya untuk kecantikan, banyak sekali tindakan bedah plastik yang merupakan tindakan rekonstruksi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang,” ucap Fauzan. (ian/van)