MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Bekerja sambil kuliah atau kuliah sambil bekerja? Keduanya mungkin terlihat serupa, tetapi jika diperhatikan lebih dalam, masing-masing punya makna yang berbeda. Satu memberikan ruang untuk tetap mengutamakan pendidikan sembari mencari pengalaman, sementara yang lain menuntut perjuangan untuk membiayai kuliah dari hasil keringat sendiri.
Di Fakultas Vokasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), banyak mahasiswa memilih opsi kedua: bekerja keras untuk memastikan pendidikan tetap berjalan. Ambil contoh M. Alfian Fadhil, mahasiswa Prodi Sarjana Terapan Agribisnis Unggas. Keputusannya untuk bekerja sambil kuliah bukan tanpa alasan.
“Mengandalkan penghasilan orang tua untuk biaya kuliah, rasanya harus menunggu lama. Tapi, kapan bisa mulai kuliah kalau terus menunggu?” tanyanya retoris. Fadhil, nama panggilannya, kini bekerja di Starbucks Batu sebagai barista. Awalnya, ia bahkan tak terpikir untuk melanjutkan pendidikan. Ia menyadari betul kondisi ekonomi keluarganya yang serba terbatas.
“Namun, saya tidak menyerah. Saya mencari informasi tentang sistem pendidikan yang mendukung mahasiswa bekerja tanpa mengabaikan studi,” ungkapnya. Gayung bersambut, pencariannya membawa dia bertemu dengan Fakultas Vokasi UMM. Menurutnya, model pendidikan di sini sangat mendukung kebutuhan mahasiswa yang sudah bekerja.
“Sejak SMA, saya sudah sering dengar tentang Vokasi. Kalau mau cepat kerja, ya pilih Vokasi. Kebetulan saya sudah kerja,” jelasnya. Namun, tak mudah bagi Fadhil untuk sampai ke titik ini. Demi bisa melanjutkan kuliah, ia harus menahan diri selama dua tahun setelah lulus SMK. Hasil kerjanya ditabung hingga cukup untuk modal pendidikan.
“Saya kerja part-time, shift malam. Jadi, setelah kuliah baru berangkat kerja. InsyaAllah tidak mengganggu,” ujarnya sambil tersenyum. Bekerja dengan ritme seperti ini bukan tanpa tantangan. Namun, Fadhil memilih jalan ini agar tidak membebani kedua orang tuanya. “Walaupun gaji saya tidak besar, yang penting cukup. Ada yang bisa saya tabung. Saya malah sudah bisa beli motor bekas agar lebih hemat biaya perjalanan,” tuturnya penuh semangat.
Cerita serupa datang dari Khanza Zahrah, mahasiswi D-3 Perbankan dan Keuangan. Khanza bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko sepatu di salah satu mal di Kota Malang untuk membiayai kuliahnya. Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, ia paham betul bahwa penghasilan orang tua yang tidak tetap bukan alasan untuk menyerah.
“Gaji saya sebagian saya tabung buat kuliah, sisanya untuk kebutuhan sehari-hari,” jelasnya. Walaupun gajinya tak mencapai Rp 2 juta per bulan, tekad Khanza tetap kuat. Lalu, ada Ambarawati Khasanah, mahasiswi dari prodi yang sama dengan Khanza. Ambar juga memilih bekerja part-time di sebuah kafe demi melanjutkan kuliah.
“Saya harus istirahat dua tahun setelah lulus SMK untuk mengumpulkan biaya,” kenangnya. Namun, keputusan itu tak pernah ia sesali. Bagi Ambar, bekerja sebelum kuliah memberinya pelajaran berharga tentang tanggung jawab dan manajemen waktu. Ketiganya sepakat bahwa masa depan yang lebih baik membutuhkan usaha yang serius.
Karena itulah, saat memilih fakultas, mereka tak asal pilih. “Vokasi adalah pilihan yang tepat. Tidak hanya mencetak lulusan siap kerja, tapi sejak kuliah kami sudah bekerja. Jadi, saya yakin pihak fakultas mendukung penuh,” tutur Ambarwati yakin. Mahasiswa lain, Moch Farrel dari Prodi Sarjana Terapan Bisnis Properti, punya cerita yang sedikit berbeda.
Farrel memilih bekerja terlebih dahulu di usaha laundry sepatu di Kota Surabaya sebelum memutuskan untuk kuliah. “Sebenarnya saya malas kuliah. Saya tidak suka teori, apalagi yang hafalan,” katanya jujur. Namun, pencariannya membawa dia ke Fakultas Vokasi UMM yang menekankan lebih banyak praktik.
“Saya dapat informasi dari sejumlah berita di website yang memuat soal Fakultas Vokasi UMM,” tambahnya. Sayangnya, Farrel terpaksa berhenti bekerja sementara karena perbedaan lokasi antara tempat kuliah dan kerja. Meski begitu, ia tetap bersemangat untuk melanjutkan pekerjaan tersebut nanti.
“Saya sudah cukup paham dunia pencucian sepatu, nanti tinggal mengembangkan saja,” ujarnya. Keputusannya untuk kuliah di Fakultas Vokasi bukan hanya untuk mendapatkan ilmu, tapi juga bekal untuk menjalankan bisnis di masa depan. Kisah inspiratif lainnya datang dari Ahmad Alfin, mahasiswa D-3 Perbankan dan Keuangan asal Bandung.
Berbeda dengan yang lain, Alfin bekerja membantu usaha orang tuanya di bidang IT. Walaupun bekerja di bisnis keluarga, ia tetap diperlakukan layaknya karyawan profesional. “Ayah mengajari saya dunia kerja sesungguhnya. Gaji pun saya terima seperti karyawan pada umumnya,” ungkapnya. Sistem usaha ayahnya yang berbasis online memberi Alfin fleksibilitas untuk belajar dan bekerja dari mana saja.
“Ayah berharap saya bisa meneruskan usahanya nanti. Sekarang saya sambil belajar,” jelasnya. Selain lima mahasiswa ini, masih ada lagi mahasiswa-mahasiswa lain yang menempuh jalan serupa. Marcelino Eskanenda, Nur Afni Dinir, yang sama-sama dari D-3 Keperawatan, lalu Krisna Hendriansyah dari Prodi D-3 Teknik Elektronika, serta Devina Safira Efendi dan Putri Syaffiqa Dewi, keduanya merupakan mahasiswi D-3 Perbankan dan Keuangan.
Mereka sempat bekerja terlebih dahulu untuk mengumpulkan modal, meski ada sebagian yang tetap dibantu orang tua. Harapan mereka bukan hanya untuk membiayai kuliah, tetapi juga untuk mengumpulkan pengalaman. (mar)