Pilkada, sebagai salah satu proses demokrasi merupakan momen penting dalam menentukan arah pembangunan daerah. Di tengah semangat pesta demokrasi ini, sering kali terlihat masyarakat terpecah belah karena perbedaan pilihan. Perbedaan tersebut, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan ketegangan, bahkan permusuhan di antara sesama.
Padahal, setelah pemilihan selesai, diharapkan para pemilih tetap hidup berdampingan sebagai saudara sebangsa. Selain itu, mereka bersama-sama membangun daerah yang ada. Dengan kata lain, tidak ada lagi lawan tetapi yang ada hanyalah kawan.
Harmoni dalam Keberagaman
Demokrasi memberikan ruang bagi setiap orang untuk menyuarakan pendapatnya. Dalam Pilkada, kebebasan memilih adalah hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi. Perbedaan pilihan adalah hal yang wajar karena setiap individu memiliki sudut pandang, kebutuhan, dan aspirasi yang berbeda. Justru, keberagaman ini adalah kekayaan yang menjadi pondasi dari sistem demokrasi itu sendiri.
Perbedaan pilihan bukanlah jurang yang memisahkan, melainkan bukti keindahan keberagaman yang menyatukan. Bagai warna-warni pelangi yang hanya muncul saat cahaya bertemu hujan. Dengan demikian, kehidupan menjadi kaya karena perbedaan yang hadir di dalamnya.
Dengan kata lain, dalam kebebasan memilih, terletak keunikan setiap pemilih, yang membentuk mozaik besar kehidupan. Laksana musik yang takkan sempurna tanpa nada-nada yang berbeda. Begitu pulah dalam Pilkada, hanya akan indah jika semua menerima bahwa pilihan orang lain tak selalu serupa dengan milik kita.
Dalam pandangan K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus), perbedaan adalah ladang pembelajaran. Ia mengajarkan kita untuk lebih bijak dalam menyikapi kehidupan dan membuka hati untuk menghargai perspektif orang lain. Gus Mus mengibaratkan perbedaan seperti warna-warna dalam lukisan yang saling melengkapi, membentuk harmoni dan keindahan. Baginya, kehidupan tidak akan sempurna jika hanya diisi oleh satu warna atau satu suara saja.
Jadi, perbedaan itu harus ditempatkan dalam konteks yang sehat. Dimaknai untuk melatih ajang kedewasaan, bukan saling menjatuhkan. Mampu menghormati pilihan orang lain tanpa menghakimi. Dengan demikian, Pilkada merupakan wadah untuk memperkuat persaudaraan, bukan permusuhan.
Menghindari Polarisasi dan Provokasi
Salah satu tantangan terbesar dalam Pilkada adalah polarisasi. Dalam hal ini masyarakat sering terbelah menjadi “kubu” yang saling berseberangan. Polarisasi ini diperparah oleh kampanye negatif, berita hoaks, dan provokasi yang menyebar luas di media sosial. Akibatnya, polarisasi dan provokasi meninggalkan luka sosial yang mendalam setelah Pilkada usai.
Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan kesadaran bersama bahwa Pilkada hanyalah satu episode dalam kehidupan bermasyarakat. Menjaga sikap saling menghormati dan membangun dialog, sekalipun pilihan berbeda sangatlah penting. Dengan demikian, setelah pemilihan selesai, para kandidat dan pendukungnya harus bersatu untuk membangun daerah yang lebih baik.
Setelah Pilkada berakhir, tidak ada lagi “kami” atau “mereka.” Yang ada hanyalah “kita” sebagai masyarakat yang memiliki tujuan bersama. Semangat “Lawan hari ini, saudara di esok hari” hendaknya benar-benar menjadi pilihan. Hal ini penting, mengingat kompetisi dalam Pilkada hanyalah bersifat sementara. Persaudaraan dan kebersamaan kita sebagai masyarakat jauh lebih penting dan bersifat abadi.
Kita perlu melihat lawan politik bukan sebagai musuh, tetapi sebagai mitra yang juga ingin berkontribusi bagi kemajuan daerah. Kebersamaan mengingatkan kita bahwa latar belakang, keyakinan, atau pilihan hidup adalah bagian dari satu keluarga besar kemanusiaan. Sementara persaudaraan mengajarkan kita bahwa kasih sayang dan kebersamaan adalah kekuatan yang mampu melampaui segala perbedaan.
Mendukung Pemimpin Terpilih
Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan selama dan setelah Pilkada. Hal ini bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. Menghindari provokasi, yaitu jangan mudah terpancing oleh ujaran kebencian atau informasi yang tidak jelas sumbernya.
Menghormati pilihan orang lain, yaitu tidak perlu memaksakan pandangan kita kepada orang lain. Setiap individu berhak memilih sesuai dengan keyakinannya. Kemudian membangun dialog, maksudnya jika terjadi perbedaan pendapat, selesaikan dengan cara yang baik melalui komunikasi yang sehat. Adapun yang terakhir, mendukung pemimpin terpilih, yaitu siapa pun yang menang, mereka adalah pemimpin kita bersama yang harus didukung untuk kepentingan masyarakat luas.
Untuk memperkuat rasa kebhinnekaan pada setiap warna dan perbedaan, Pilkada hendaknya dipahami sebagai wujud nyata dari demokrasi yang kita jalankan. Meskipun ada perbedaan pilihan, hal itu tidak seharusnya memutus tali persaudaraan. Dengan demikian, Pilkada sebagai ajang untuk memperkuat solidaritas, bukan untuk menciptakan jarak di antara kita. Lawan hari ini akan menjadi saudara yang bekerja sama pada esok hari untuk membangun daerah yang lebih baik. Pada akhirnya, persatuan dan kebersamaan adalah kemenangan terbesar dari setiap pesta demokrasi (Pilkada).(*)