MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Dugaan pelanggaran pemilu berupa praktik money politics saat masa tenang dalam Pilkada Kota Batu di Desa Beji Kecamatan Junrejo diselesaikan Bawaslu bersama Gakkumdu (Polisi dan Kejaksaan). Dalam penyelesaian, Bawaslu tidak melanjutkan dugaan money politics tersebut karena kurang cukup bukti.
“Terkait dugaan money politics saat masa tenang Pilkada kemarin dihentikan. Ini setelah dari berbagai proses penanganan pelanggaran pemilu sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan tidak cukup bukti,” ujar Ketua Bawaslu Kota Batu Supriyanto kepada Malang Posco Media, Selasa (3/12) kemarin.
Dalam proses penanganan dugaan money politics, lanjut dia, melibatkan Gakkumdu. “Kami tegaskan bahwa Bawaslu tidak berusaha untuk memanaskan suasana terkait temuan dugaan money politics saat masa tenang. Namun kami berkomitmen untuk memproses setiap pelanggaran sesuai dengan tahapan yang ada,” tegasnya.
Bahkan, lanjut Supri, Gakkumdu akan memproses semua laporan dugaan pelanggaran Pemilu. Termasuk adanya laporan money politics yang terjadi di Desa Beji Kecamatan Junrejo. Dalam proses penanganan pelanggaran ini memang memakan waktu yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Untuk Pemilu, prosesnya membutuhkan waktu 7 + 7 hari. Sedangkan untuk Pilkada, pihaknya memiliki waktu 3 hari + 2 hari kalender.
“Meski begitu kami telah memastikan bahwa penanganan pelanggaran tidak diabaikan. Meski rekapitulasi suara tingkat kota sudah selesai kemarin di KPU Batu,” terangnya.
Diuraikan lebih rinci oleh Koordinator Divisi Penangganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Batu Mardiono bahwa dugaan praktik money politics di Desa Beji bukan dilakukan secara sengaja. Namun Bawaslu bersama Gakkumdu memiliki tugas patroli saat masa tenang.
“Saat itu pada tanggal 25 November, tim mendapatkan informasi mengenai dugaan money politics di wilayah Desa Beji dan Torongrejo, Junrejo. Di dua tempat yaitu Torongrejo dan Junrejo yang kami periksa, tidak ditemukan bukti,” terangnya.
Sedangkan saat dilakukan patroli di Beji, ada informasi tentang seseorang yang membagikan amplop yang diduga terkait dengan kampanye. Kemudian pihaknya langsung mendatangi rumah terduga pelaku bersama kepolisian. “Saat mendatangi rumah terduga, kami menemukan beberapa bukti. Antara lain tiga amplop, bingkisan jilbab kerudung, dan stiker salah satu paslon. Jadi saat itu kami tidak Operasi Tangkap Tangan (OTT),” tegasnya.
Kemudian setelah diamankan, terduga pelaku dibawa ke Bawaslu dengan bukti untuk pendalaman lebih lanjut. Lalu, pihaknya melakukan rapat dengan melibatkan kepolisian dan kejaksaan untuk membahas bukti yang ada.
“Pada rapat pertama pada tanggal 26 November, kami melakukan klarifikasi terhadap terduga pelaku. Dia mengaku jika tidak sebarkan uang, begitu juga kerudung dan selebaran paslon merupakan sisa-sisa waktu kampanye. Namun, meski sudah dipanggil, penerima amplop tidak hadir. Kami tidak memiliki kewenangan untuk memaksa mereka hadir sebab ada keterbatasan wewenang,” terangnya.
Kemudian, pada rapat kedua yang digelar pada tanggal 28 November, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada titik terang. Bahkan penerima amplop saat dipanggil juga tidak kunjungan datang. Sehingga Bawaslu tidak dapat melanjutkan pemeriksaan. “Atas berbagai proses tersebut, kemudian hasil rapat Gakumdu menyimpulkan bahwa bukti yang ada tidak cukup untuk membuktikan peristiwa hukum,” imbuhnya.
Untuk dasar UU yang digunakan oleh Bawaslu terkait money politics, para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 187 ayat 1 yang mengatur tentang pemberian uang atau janji untuk memengaruhi pemilih yang dapat dikenakan hukuman pidana hingga 4 tahun. “Namun karena bukti yang ada tidak cukup kuat, maka Bawaslu bersama Gakkumdu akhirnya memutuskan untuk menghentikan penanganan kasus ini,” pungkasnya.(eri/lim)