Oleh : Gus H. Achmad Shampton, M.Ag
Kepala Kemenag Kota Malang
TANYA: Assalamu’alaikum. Pak izin mengadukan di KUA Kabupaten Malang, tepatnya di Desa Pagelaran, kok harga memanggil Mudin ke rumah tarif nya Rp950.000. Kan peraturan yang sekarang 2024 biaya nikah manggil Rp 600.000, dan anehnya kalok nikah di Kantor KUA tarifnya Rp 400.000. Sedangkan peraturan yang baru nikah di kantor KUA pada hari kerja biaya hanya 0% alias gratis. Mohon ditindak lanjuti Pak, soalnya saya mau bayar administrasi ragu. Soalnya yang nikahkan saja tidak jujur, kan akad nikah saya tidak barokah. Mohon segera di tindak lanjuti nggeh maturnuwun,
Seseorang +62 895-1435-xxxx
JAWAB: Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Biaya nikah telah diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2015 dalam mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak Nikah Rujuk sebesar Rp 600.000,- untuk nikah di luar kantor atau diluar jam kerja. Sementara bila pernikahan dilakukan di Kantor KUA tidak ada penarikan biaya nikah sama sekali.
Kasus yang anda tanyakan ini merupakan wilayah kerja Kementerian Agama Kabupaten Malang dan bukan di Kota Malang. Kami telah meneruskan aduan anda kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang yang mewilayahi lokasi yang anda sampaikan.
Namun untuk diketahui, bahwa Mudin atau dulu dikenal P3N (Pembantu Pegawai Pencatat Nikah) adalah pihak swasta yang tidak digaji oleh negara. Ia bukanlah ASN yang terikat pada Peraturan bagi ASN.
Bila masyarakat meminta bantuan pihak ketiga dan tidak berkenan daftar langsung tentu ini merupakan risiko masyarakat. Mudin tidak punya ikatan dinas dengan Kantor Urusan Agama. Karenanya untuk menghindari pungutan liar, Kementerian Agama telah memberi layanan daftar nikah online melalui link https://simkah4.kemenag.go.id/ dan pembayaran untuk nikah luar kantor maupun nikah luar jam kantor melalui mobile banking atau datang ke bank.
Kelurahan maupun Kantor Desa dalam layanan untuk memberikan surat keterangan nikah atau blangko model N juga tidak diperkenankan mengharuskan melalui Mudin. Menggunakan layanan Mudin merupakan inisiatif tersendiri oleh masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan datang ke Kantor Desa maupun ke KUA untuk mengurus administrasi pernikahan.
Tentu saja bila Mudin minta jasa ganti bensin atau foto kopi adalah risiko masyarakat yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan Kementerian Agama.
Pungutan di luar ketentuan atau adalah pengenaan biaya yang tidak seharusnya dikenakan atau penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan uang, barang, atau bentuk lain untuk kepentingan pribadi atau pihak lain baik dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan larangan yang dapat diberikan sanksi berat bagi ASN/PNS.
Dalam rangka membina Pegawai Negeri (PNS), pemerintah telah menetapkan aturan tentang Disiplin Pegawai Negeri di PP Nomor 94 Tahun 2021. Peraturan tersebut dijadikan acuan pembinaan bagi para PNS dalam menjalankan tugas sebagai Aparatur Sipil Negara. Dalam menjalankan kewajiban, PNS diwajibkan bersikap disiplin. Disiplin PNS tersebut adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Ragam kewajiban dan larangan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Kewajiban PNS terdapat di BAB II, Pasal ke 3. Larangan untuk PNS, berada di Pasal ke 5. Salah satu larangan untuk PNS adalah “melakukan pungutan di luar ketentuan”, yang terdapat di huruf “g”.
Karenanya dalam kasus anda, sebaiknya melakukan pendaftaran langsung melalui website dan anda boleh menolak saran untuk mendaftar melalui Mudin.
Dulu pemerintah menggunakan jasa mudin dan memberi insentif dari PNBP untuk membantu masyarakat mendaftar dan membantu memberikan kepastian apakah nasab pengantin dan wali nikah bersambung dan lain-lain untuk memastikan pernikahannya sah secara syariat. Namun sejak tahun 2009 melalui instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/113 Tahun 2009 pada point ke empat, para Kepala KUA Kecamatan diminta langsung menerima pendaftaran Nikah dan Rujuk dari setiap pengantin tanpa harus ke Mudin. Semoga dapat dipahami. Wallahu a’lam. (*)