Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD
MALANG POSCO MEDIA– Wacana mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah dipilih legislatif atau DPRD merupakan lagu lama. Kerap didengungkan ulang. Namun wacana ini sulit diwujudkan.
Analis Komunikasi Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Verdy Firmantoro S.I.Kom, M.I.Kom mengatakan wacana ini terus muncul setiap kali ada masalah dalam pemilihan umum.
“Tetapi memang sulit diwujudkan apalagi melihat kondisi saat ini,” kata Verdy saat dimintai analisanya.
Verdy merujuk pada kondisi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif secara general. Menurut beberapa penelitian mengenai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara, tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga legislatif di Indonesia cukup terbilang rendah.
Ia merujuk pada data Indikator Publik tahun 2024. Tingkat persepsi atau kepercayaan publik pada lembaga legislatif dan juga partai politik di bawah 70 persen. Angka ini dibawah presentasi kepercayaan publik terhadap lembaga lain.
“Tetapi di sisi lain juga biaya pilkada memberikan cost politik yang besar. Bagi kaum elite politik dan juga negara ini juga menjadi beban. Dan memang ada keinginan untuk disederhanakan,” papar Verdy.
Hanya saja, pasca masa reformasi upaya mendesentralisasi kebijakan dengan melibatkan masyarakat adalah bentuk dari reformasi yang utuh pada saat itu. Maka buahnya adalah pemilihan umum (melibatkan masyarakat sebagai pemilih secara langsung).
Hanya saja, sistem ini tidak sempurna saat diterapkan. Dikarenakan tidak semua komponennya siap. Maka munculah cost politik yang besar, adanya money politics, dan kesadaran masyarakat terhadap partisipasi memilih yang bersih juga masih rendah.
“Jadi sebenarnya yang terpenting perlu dipikirkan adalah apapun sistemnya (baik dipilih masyarakat secara langsung atau dari jalur legislatif) yang penting adalah mencari format yang terbaik. Dan jalan tengahnya bagaimana masyarkaat tetap bisa berpartisipasi tetapi elite politik juga tidak banyak bermain money politics. Celah-celah seperti itu yang harus ditutup,” tegas Verdy.
Ia bahkan memandang bahwa apa yang dilontarkan Presiden Prabowo mengenai wacana tersebut bukanlah sebuah kebijakan. Akan tetapi lebih pada menggulingkan diskursus politik. Agar memberi stimulus dan diskusi publik.
Sehingga nantinya mengundang pemikiran-pemikiran baru yang lebih baik guna mencari format mengurangi cost politik dan juga tetap memberikan masyarakat hak memilih pimpinannya secara langsung.
“Karena sangat kecil bisa dilakukan lagi. Jika memang nanti dipilih dari dewan dengan kepercayaan mayarakat terhadap mereka yang sangat rendah. Pasti akan timbul gejolak. Dan memunculkan istilah oligarki politik,” tegasnya.
Verdy mengungkapkan wacana ini bisa menjadi pemicu positif bagi publik untuk mengkaji lebih dalam dan menjadi diskusi publik yang baik. Agar format terbaik untuk sistem pemilihan pemimpin daerah bisa muncul.
Sementara itu Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Sirraduhita menjelaskan bahwa DPRD Kota Malang masih belum memikirkan adanya wacana tersebut diberlakukan. Menurut dia kajian sangat mendalam masih perlu dilakukan.
“Itu wacana ya. Masih perlu diskusi dan kajian lebih dalam seperti apa. Kalau dari kami, apapun itu kebijakannya harus benar-benar memberi solusi terbaik. Dimana cost politik bisa ditekan tetapi masyarakat juga tetap terlibat,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Sementara itu wacana pemilihan kepala daearah oleh DPRD mendapat respon dari sejumlah pimpinan DPRD. Salah satunya Sudarman. Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang dari Partai Golkar ini menyebutkan, bahwa wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD ini digulirkan kali pertama oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
Sudarman pun mengaku setuju dengan wacana tersebut. Terlebih wacana itu muncul dengan pertimbangan efisiensi anggaran.
“Bapak Ketum Partai Golkar dalam pidato yang disampaikan pada saat puncak HUT GOLKAR ke 60 tahun tentang wacana sistem pilkada dieveluasi secara keseluruhan. Termasuk ada opsi kepala daerah dipilih oleh DPRD,’’ kata Darman.
Dia mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung yang selama ini berlaku menelan biaya yang sangat mahal. Baik itu biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai biaya proses pilkada maupun biaya yang dikeluarkan oleh calon sebagai biaya kampanye.
“Kalau sistem Pilkada bisa disederhanakan dan bisa menekan biaya, maka biaya itu bisa digunakan untuk program-program lain yang mensejahterakan rakyat,’’ tambah politisi Partai Golkar ini.
Dia juga menguraikan jika kepala daerah dipilih DPRD maka sistem demokrasi dalam pemilihan itu masih terjaga. “Karena ini juga melalui proses pilihan bukan penunjukkan,’’ ungkaapnya.
Darman juga menjelaskan bahwa anggota DPRD dipilih rakyat untuk menjadi perwakilan rakyat. Sehingga tidak salah kalau pilkada ini DPRD mewakili rakyat untuk mimilih pemimpinya. Hal itu juga tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila sila ke 4 yang berbunyi ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan’.
“Dari bunyi sila keempat Pancasila sudah jelas. DPRD mewakili rakyat,’’ tuturnya.
Disinggung kesiapan DPRD Kabupaten Malang jika wacana itu direalisasikan? Sudarman pun mengatakan jika undang-undang mengamanatkan pilkada dipilih DPRD, maka DPRD Kabupaten Malang harus siap melaksanakanya sesuai amanah undang-undang tersebut.
Sementara itu Ketua DPRD Kota Batu, M Didik Subianto mengatakan terkait wacana usulan kepala daerah dipilih lewat DPRD perlu dilakukan kajian terlebih dahulu. Pasalnya wacana tersebut memiliki sisi positif maupun negatif.
“Saya pribadi memang sebaiknya dipilih oleh dewan kembali karena banyaknya persoalan yang terjadi di lapangan saat Pilkada. Kecuali untuk Pileg tetap dipilih oleh masyarakat,” ujar Kaji Bianto sapaan akrabnya.
Namun hal tersebut menurutnya tidak bisa serta merta, harus dikaji lebih dahulu. “Mungkin saja bisa terwujud tinggal DPRD dan Ketum Partai dan DPR RI apakah setuju tidak. Tapi yang jelas dikaji dulu agar kebijakan yang diambil tidak salah,” imbuhnya.
Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua II DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto yang mengatakan bahwa kemungkinan tersebut bisa saja terwujudnya tergantung keputusan DPR RI dan Presiden RI sebagai pembuat UU Pemilu. Namun untuk mekanisme dipilih langsung oleh rakyat dan melalui mekanisme di DPRD masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
“Hal positif ketika mekanisme kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat maka hak rakyat betul-betul langsung tersalurkan, kepala daerah merupakan cerminan suara rakyat, ada kedekatan hubungan antara rakyat dan kepala daerah serta pertanggungjawaban moral Kepala daerah ke rakyat lebih mudah dirasakan. Negatifnya bila dipilih rakyat biaya politik mahal dan gesekan politik di masyarakat lebih besar,” pungkasnya. (ica/ira/eri/van)