spot_img
Wednesday, February 5, 2025
spot_img

‘Noise’ dalam Makan Bergizi Gratis

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kick off program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi telah dimulai sejak 6 Januari 2025 di sejumlah tempat. Menyusul beberapa daerah lain mulai start menjalankan program ini sesuai dengan kesiapan daerahnya. Dalam pekan awal perjalanan program ini, beragam gangguan (noise) terjadi. Munculnya sejumlah persoalan yang membarengi program ini perlu menjadi evaluasi agar program mulia ini tak banyak masalah.

          Menurut penjelasan pemerintah, program MBG tak hanya diperuntukkan bagi siswa sekolah tetapi juga bagi para ibu hamil. Tujuan utamanya melalui program ini diharapkan anak-anak sekolah ada perbaikan gizi hingga akan lebih baik pertumbuhan dan kecerdasannya. Demikian halnya dengan para ibu yang sedang hamil. Diharapkan sang ibu dan jabang bayi tak kekurangan gizi, hingga dapat lahir dengan sehat dan selamat ibu dan bayinya.

-Advertisement-

          Presiden Prabowo Subianto sendiri berulang kali menyampaikan bahwa program MBG merupakan langkah signifikan dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Ada tiga sasaran mendasar yang ingin dicapai program MBG, yakni mencukupi gizi dan mencerdaskan anak, mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (stunting), serta memberdayakan UMKM dan ekonomi daerah.

          Kick off program MBG disambut suka cita masyarakat dengan harapan program ini bisa berjalan on the track. Namun, program ini juga dikeluhkan oleh banyak pengelola kantin sekolah karena mereka bisa gulung tikar. Banyak sekolah yang tak kebagian program ini juga memprotes dan meminta MBG dibatalkan. Beragam “noise” tentang program ini mestinya segera dituntaskan, bukan dibiarkan tak ditanggapi dan ditangani.

‘Noise’ Komunikasi MBG

          Tak sedikit program bagus pemerintah yang gagal gara-gara cara mengomunikasinya keliru. Yang sering terjadi justru banyak gangguan (noise) ketimbang pesan utamanya. Terjadinya falasi komunikasi MBG tak bisa dibiarkan. Tak jarang juga pesan MBG disalahartikan. Atau sengaja pemerintah menyampaikan pesan yang tak jelas, hingga menimbulkan penafsiran atau pemahaman yang beragam. Ending-nya sering terjadi salah dalam memahami pesan komunikasi (miscommunication).

          Mengomunikasikan program jangka panjang seperti MBG ini perlu dirancang dengan sangat matang. Program MBG yang direncanakan hingga lima tahun ke depan perlu dikomunikasikan tahapan dan capaian tiap periodenya dengan jelas. Program besar ini tak bisa dijalankan dengan coba-coba (trial error). Semua perlu terencana, jelas, dan terukur target dan hasil yang diharapkan.

          Baru beberapa pekan program ini running, ternyata banyak “noise” yang muncul. Beragam kritik pun tak terbendung. Soal distribusinya yang tak merata, terutama di sekolah madrasah dan pondok pesantren. Telah terjadi ketimpangan antar daerah soal pemberian program MBG. Di sejumlah daerah juga terjadi penurunan anggaran per porsi sehingga menu makanan yang disajikan tak memenuhi standar seperti yang ditetapkan awal.

          Di beberapa daerah, termasuk di Malang Raya, informasi terkait pelaksanaan program MGB tak jelas dan simpang siur. Informasi terkait program ini multitafsir. Di sejumlah pemerintah daerah banyak yang belum menerima petunjuk teknis (juknis). “Lemah, MBG tak merata, beda ambisi dan kenyataan, aneh Pemda belum terima juknis” seperti ditulis dalam berita utama koran Malang Posco Media, kemarin (15/1/2025). 

Kawal Ketat

          Anggaran program MBG sungguh tak kecil. Menurut penjelasan pemerintah, program ini bakal running dalam beberapa tahapan. Untuk tahun ini saja, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam APBN 2025 sebesar Rp 71 triliun untuk program MBG. Hingga lima tahun ke depan, ketika program ini betul-betul mampu menyentuh 80 juta orang seperti yang ditargetkan, pemerintah menyebut butuh dana sedikitnya Rp 400 triliun.

           Dana yang yang digunakan dalam program MBG diambilkan dari uang rakyat lewat APBN. Itu artinya uang yang digunakan belanja untuk makanan yang dibagikan datangnya dari uang rakyat. Jadi walaupun program ini ada embel-embel gratis, namun sejatinya yang harus menanggung pembiayaan dari program ini adalah rakyat juga. Maka, program ini harus benar-benar rakyat yang menerima manfaatnya, bukan sekelompok orang tertentu.

          Untuk itu program MBG harus dikawal ketat. Media massa arus utama (mainstream media) seperti televisi, koran, dan radio, serta media online perlu terus menjadi “wasit” jalannya program ini. Para netizen juga perlu mengambil peran dan turut mengawal program ini. Aneka narasi program MBG perlu jelas, berimbang, dan proporsional sehingga masyarakat dapat informasi yang tepat.

          Tugas utama media massa, termasuk media sosial, tak cukup hanya memberitakan yang sifatnya seremonial belaka. Media massa harus tegak mengawasi ketat program MBG dari beragam potensi terjadinya penyimpangan. Demikian halnya dengan para netizen. Aneka narasi atau konten yang konstruktif perlu terus disuarakan agar program ini on the track. Netizen juga punya kekuatan sebagai sarana kontrol program pemerintah yang terbukti cukup ampuh.

          Bagi para pemengaruh (influencers), hendaknya juga mampu duduk di dua sisi antara pemerintah dan rakyat secara berimbang. Para pemengaruh perlu terus memantau program MBG agar tak terjadi penyelewengan. Sajikan konten dan narasi yang menjunjung kebenaran dan keadilan bukan hanya menuruti apa saja yang dimaui pihak yang membayar. (*)

-Advertisement-

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img